BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan
kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan msyarakat yang
setinggi tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan
berdasarkan peri kemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata,
serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan,
antara lain ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut (manula), dan keluarga miskin.
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka
Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita
(AKABA) merupakan beberapa indicator status kesehatan masyarakat. Dewasa ini
AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya.
Menurut data survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228 /
100.000 Kelahiran Hidup, AKB 34 / 1000 Kelahiran Hidup, AKN 19 / 1000 Kelahiran
Hidup, AKABA 44 / 1000 Kelahiran Hidup.
Dalam upaya
penurunan Angka Kemtian Ibu dan Anak Indonesia, sistim pencatatan dan pelaporan
merupakan komponen yang sangat penting. Selain sebagai alat untuk memantau
kesehatan ibu daan bayi, bayi baru lahir, bayi dan balita, juga untuk menilai
sejuh mana keberhasilan program serta sebagai bahan untuk membuat perencanaan
di tahun – tahun berikutnya, dengan melaksanakan berbagai program KIA.
Agar
pelaksanaan program KIA, aspek peningkatan mutu pelayanan program KIA tetap
diharapkan menjadi kegiatan prioritas di tingkat kabupaten atau kota.
Peningkatan mutu program KIA juga dinilai dari besarnya ckupan program di
masing – masing wilayah kerja. Untuk itu, besarnya cakupan pelayanan KIA disuatu
wilayah kerja perlu dipantau secara terus menerus, agar diperoleh gambaran yang
jelas mengenai kelompok mana dalam wilayah kerja tersebut yang paling rawan.
Selain itu
untuk membantu mengurangi angka kematian dan kesakitan ibu dan bayi tersebut
serta meningkatkan mutu pelayanan program KIA, Bidan haruslah dapat membangun
kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program lintas sector dan mitra
lainnya serta dapat bekerjasama dengan masyarakat, sehingga masyarakat dapat
dibina dalam proses tersebut. Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk
menulis tentang PWS-KIA.
B. Rumusan Masalah
Dari latar
belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud dengan PWS KIA?
2.
Bagaimanakah analisis tindak lanjut
dari PWS KIA?
3.
Bagaimanakah pelembagaan dari PWS KIA?
4.
Bagaimanakah upaya pembinaan pada
dukun bayi?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui PWS KIA
2.
Untuk mengetahui analisis tindak
lanjut dari PWS KIA
3.
Untuk mengetahui pelembagaan dari
PWS KIA
4.
Untuk mengetahui upaya pembinaan
pada dukun bayi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PWS
KIA
Program
Kesehatan Ibu dan Anak (IKA) merupakan salah satu program pokok di Puskesmas
yang mendapat prioritas tinggi, mengingat kelompok ibu hamil, menyusui, bayi
dan anak merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap
kesakitan-kematian. (Departemen
Kesehatan, 1992)
Pemantauan
Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS–KIA) adalah alat manajemen program
KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah (Puskesmas/kecamatan)
secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat
terhadap desa yang cakupan pelayanan KIA nya masih rendah. ( Depkes, 1994)
Tujuan
umum PWS-KIA yaitu meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah
kerja Puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara
terus-menerus. Tujuan Khusus memantau cakupan pelayanan KIA yang dipilih
sebagai indikator, secara teratur (bulanan) dan berkesinambungan (terus-menerus)
untuk tiap desa, menilai kesenjangan antara target yang ditetapkan dan pencapaian
sebenarnya untuk tiap desa, menentukan urutan desa prioritas yang akan
ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan antara target dan pencapaia, merencanakan tindak lanjut
dengan menggunakan sumber daya yang tersedia dan yang dapat digali, membangkitkan
peran pamong setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi sumber daya.
Dalam
penerapan PWS-KIA digunakan batasan operasional dan indikator pemantauan
seperti diuraikan berikut ini :
1. Pelayanan
Antenatal
Pelayanan Antenatal (ANC) merupakan
pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu selama masa kehamilannya,
yang dilakukan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan. Standar
operasional yang ditetapkan untuk ANC adalah “5T”, yakni :
a. Timbang
berat badan dan ukur tinggi badan.
b. (Ukur)
Tekanan darah.
c. (Pemberian
imunisasi) Tetanus Toxoid (TT) lengkap.
d. (Ukur) Tinggi fundus uteri.
e. (Pemberian) Tablet zat besi minimal 90 tablet
selama kehamilan
2. Penjaringan
(Deteksi) Dini Kehamilan Berisiko
Kegiatan ini bertujuan untuk
menemukan ibu hamil berisiko yang dapat dilakukan oleh kader, dukun bayi, dan
tenaga kesehatan.
3. Kunjungan
Ibu Hamil
Maksudnya adalah kontak ibu hamil
dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar
yang ditetapkan.
4. Kunjungan
Baru Ibu Hamil (K1)
Adalah kunjungan ibu hamil yang
pertama kali pada masa kehamilan.
5. Kunjungan
Ulang
Adalah kontak ibu hamil dengan
tenaga kesehatan yang kedua dan seterusnya untuk mendapatkan pelayanan
antenatal sesuai dengan standar selama satu periode kehamilan berlangsung.
6. K4
Adalah kontak ibu hamil dengan
tenaga kesehatan yang ke empat atau lebih untuk mendapatkan pelayanan antenatal
sesuai dengan standar, dengan syarat :
a. Minimal
satu kali kontak pada trimester I
b. Minimal
satu kali kontak pada trimester II
c. Minimal
dua kali kontak pada trimester III
7. Kunjungan
Neonatal (KN)
Adalah kontak neonatal dengan
tenaga kesehatan minimal dua kali.
KN 1 = kontak neonatal dengan
tenaga profesional pada umur 0-7 hari.
KN 2 = kontak neonatal dengan tenaga
profesional pada umur 8-28 hari.
8. Cakupan
Akses
Adalah persentase ibu hamil di
suatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang pernah mendapat pelayanan
antenatal sesuai standar. paling sedikit satu kali selama kehamilan.
9. Cakupan
Ibu Hamil (Cakupan K4)
Pelayanan antenatal sesuai standar
paling sedikit empat kali, yaitu minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan
kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga.
10. Sasaran
Ibu Hamil
Adalah jumlah semua ibu hamil di
wilayah dalam kurun waktu satu tahun.
11. Cakupan
Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
Adalah presentase ibu bersalin di
suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu,yang ditolong persalinannya oleh
tenakes.
12. Cakupan
Penjaringan Ibu Hamil Berisiko oleh Masyarakat
Adalah persentasi ibu hamil
beresiko yang ditemukan oleh kader dan dukun bayi, dan kemudian dirujuk ke
puskesmas atau tenakes, dalam kurun waktu tertentu.
13. Cakupan
Ibu Hamil Berisiko oleh Tenaga Kesehatan
Adalah persentase ibu hamil
beresiko yang ditemukan baik oleh tenakes, maupun oleh kader/ dukun bayi yang
tealah dipastikan oleh tenakes, yang kemudian ditindak lanjuti (dipantau secara
intensif dan ditangani sesuai kewenangan dan/ atau dirujuk ketingkat pelayanan
yang lebih tinggi),dalam kurun waktu tertentu.
14. Ibu
Hamil Berisiko
Adalah ibu hamil yang punya faktor
resiko dan resiko tinggi, kecuali ibu hamil normal.
15. Cakupan
Kunjungan Neonatal (KN)
Adalah presentase neonatal yang
memperoleh pelayanan kesehatan minimal 2 kali dari tenakes 1 kali pada umur 0-7
hari dan 1 kali pada uimur 8-28 hari.
Indikator
pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi indikator yang dapat
menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA. Ditetapkan 6 indikator
PWS-KIA yaitu;
1. Akses
pelayanan antenatal ( cakupan K1 )
Indikator akses ini digunakan untuk
mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta,kemampuan program dalam
menggerakan masyarakat
RUMUS:
Jumlah kunjungan baru (K1) ibu hamil x 100%
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun
2. Cakupan
ibu hamil ( Cakupan K4 )
Dengan indikator ini dapat
diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap
RUMUS:
Jumlah kunjungan ibu hamil (K4) x 100%
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun
3. Cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan
dengan indikator ini dapat
diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan, dan ini
menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan
secara profesional
RUMUS:
Jumlah
persalinan oleh tenakes x 100%
Jumlah seluruh sasaran persalinan dalam satu tahun
4. Deteksi
ibu hamil beresiko oleh masyarakat
dengan indikator ini dapat diukur
tingkat kemampuan dan peran serta masyarakat dalam melakukan deteksi ibu hamil
yang beresiko dalam satu wilayah
RUMUS:
Jumlah
Ibu hamil beresiko yang dirujuk oleh dukun
Bayi
/kader ke
tenakes x
100%
Jumlah
seluruh sasaran ibu hamil dalam satu tahun
5. Deteksi
ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan
Dengan indikator ini dapat diperkirakan
besarnya masalah yang dihadapi oleh program KIA dan harus ditindak lanjuti
dengan intervensi secara intensif
RUMUS:
Jumlah
Ibu hamil beresiko yang ditemukan oleh tenakes
dan
atau dirujuk oleh dukun bayi dan
kader x
100%
Jumlah
seluruh sasaran ibu hamil dalam satu tahun
6. Cakupan
pelayanan neonatal oleh tenaga kesehatan
dengan indikator ini dapat
diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal
RUMUS:
Jumlah kunjungan neonatal yang mendapat Pelayanan
kesehatan minimal dua kali oleh
tenakes x 100%
Jumlah seluruh sasaran bayi dalam satu tahun
PWS-KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap
indikator yang dipakai, juga
menggambarkan pencapaian tiap desa dalam tiap bulan.
Dengan demikian tiap bulanannya
dibuat 6 grafik yaitu:
1. Grafik
cakupan K1
2. Grafik
cakupan K4
3. Grafik
cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
4. Grafik
penjaringan ibu hamil berisiko oleh masyarakat
5. Grafik
penjaringan ibu hamil berisiko oleh tenaga kesehatan
6. Grafik
cakupan neonatal oleh tenaga kesehatan
Langkah-langkah pokok dalam
pembuatan grafik PWS-KIA
1. Pengumpulan
data
2. Pengolahan
data
3. Penggambaran
grafik PWS-KIA
Di bawah ini contoh perhitungan /
pengelolaan data untuk cakupan K1:
1. Perhitungan
untuk cakupan K1 (Akses)
a. Pencapaian
kumulatif per desa adalah :
Pencapaian cakupan kumulatif bumil baru per desa
(Januari
s/d April
2007) . x
100%
Sasaran Bumil per desa selama satu tahun
b. Pencapaian
bulan ini per desa
Pencapaian
cakupan bumil baru per desa
April
2007 . x
100%
Sasaran
Bumil per desa selama satu tahun
c. Pencapaian
Bulan lalu per desa adalah
Pencapaian cakupan bumil
baru per desa
Selama Bulan Maret
2007 . x 100%
Sasaran
Bumil per desa selama satu tahun
Langkah-langkah
yang dilakukan dalam membuat grafik PWS-KIA (dengan menggunakan indikator
cakupan K1) sebagai berikut :
1. Menentukan
target rata-rata per bulan untuk menggambarkan skala pada grafik vertical (
sumbu Y). Misalnya : target cakupan ibu hamil baru (cakupan K1) dalam satu
tahun ditentukan 90% (garis a), maka sasaran rata-rata setiap bulan:
90% = 7,5%
12 bl
Dengan demikian, maka sasaran
pencapaian kumulatif sampai dengan Bulan April adalah (4 x 7,5% =) 30 % (garis
b)
2. Hasil
perhitungan pencapaian kumulatif cakupan K1 sampai bulan April dimasukkan dalam
jalur % kumulatif secara berurutan sesuai peringkat. Pencapaian tertinggi di
sebelah kiri dan terendah di sebelah kanan, sedangkan pencapaian untuk
Puskesmas dimasukkan ke dalam kolom terakhir.
3. Nama
desa bersangkutan dituliskan dalam lajur desa, sesuai dengan cakupan kumulatif
masing-masing desa yang dituliskan pada butir b diatas.
4. Hasil
perhitungan pencapaian bulan ini ( April ) dan bulan lalu ( Maret ) untuk tiap
desa dimasukkan kedalam lajur masing-masing
5. Gambar
anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur trend. Bila penacapaian cakupan
bulan ini lebih besar dari cakupan bulan lalu, maka digambar anak panah yang
menunjuk ke atas. Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih rendah dari
cakupan bulan lalu, digambarkan anak panah yang menunjuk ke bawah ; sedangkan
untuk cakupan yang tetap atau sama digambarkan dengan tanda (-)
Contoh grafik akses ibu hamil bulan
April 2007 Puskesmas Sukamejeng
Des 90,0%
Nov 82,5%
Okt 75,0 %
Sep 67,5%
Ags 60,0%
Juli 52,5%
Juni 45%
Mei 37,5%
Apr 30,0%
Mar 22,5%
Feb 15,0%
Jan 7,5 %
|
Target 30,0%
↓
|
|||||||
% kumulatif
|
55
|
48
|
40
|
22,5
|
15
|
40
|
||
% bulan ini
|
14
|
6
|
7,5
|
7,5
|
6
|
9
|
||
% bulan lalu
|
10
|
8
|
7,5
|
10
|
4
|
7
|
||
TREND
|
|
|
_
|
|
|
|
||
Desa
|
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
Pusk
|
B.
Analisis
Tindak Lanjut
Grafik
PWS-KIA perlu di analisis dan ditafsirkan, agar dapat diketahui desa mana yang
paling memerlukan perhatian dan tindak lanjut yang perlu dilakukan.Contoh: Analisis
grafik PWS-KIA
Analisis
dari grafik cakupan ibu hamil baru (akses) pada pemantauan bulan April 2007
dapat digambarkan dalam matriks seperti di bawah ini.:
Desa
|
Cakupan terhadap target
|
Terhadap cakupan bulan lalu
|
Status Desa
|
|||
Di atas
|
Di bawah
|
Naik
|
Turun
|
Tetap
|
||
A
B
C
D
E
|
+
+
+
|
+
+
|
+
+
|
+
+
|
+
|
Baik
Kurang
Baik
Jelek
Cukup
|
Dari
matriks di atas dapat disimpulkan adanya 4 macam status cakupan desa, yaitu :
1. Status
Baik
Adalah desa dengan cakupan diatas
target yang ditetapkan untuk bulan April 2007, dan mempunyai kecenderungan
cakupan bulanan yang meningkat atau tetap jika dibandingkan dengan cakupan
bulan lalu. Desa-desa ini adalah Desa A dan C. jika keadaan tersebut berlanjut,
maka desa-desa tersebut akan mencapai atau melebihi target tahunan yang
ditentukan.
2. Status
Kurang
Adalah desa dengan cakupan diatas
target yang ditetapkan untuk bulan April 2007, dan mempunyai kecenderungan cakupan
bulanan yang menurun jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam
kategori ini adalah Desa B, yang perlu
mendapatkan perhatian karena cakupan bulan ini hanya 6 %. Jika cakupan terus
menurun,, maka desa tersebut tidak akan mencapai target tahunan yang
ditentukan.
3. Status
Cukup
Adalah desa dengan cakupan dibawah
target yang ditetapkan untuk bulan April 2007, dan mempunyai kecenderungan
cakupan bulanan yang meningkat jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu.
Desa dalam kategori ini adalah Desa E,
yang perlu didorong agar cakupan bulanan selanjutnya tidak lebih kecil daripada
cakupan bulanan minimal. Jika keadaan tersebut dapat terlaksana, maka desa ini
kemungkinan besar akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
4. Status
Jelek
Adalah desa dengan cakupan dibawah
target yang ditetapkan untuk bulan April 2007, dan mempunyai kecenderungan
cakupan bulanan yang menurun jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa
dalam kategori ini adalah Desa D, yang
perlu diprioritaskan untuk pembinaan agar cakupan bulanan selanjutnya tidak
lebih kedapat ditingkatkan di atas cakupan bulanan minimal agar dapat mengejar
kekurangan target sampai bulan April 2007, sehingga dapat pula mencapai target
tahunan yang ditentukan.
5. Rencana
Tindak Lanjut
Bagi kepentingan program, analisis
PWS-KIA ditujukan untuk menghasilkan suatu keputusan tindak lanjut teknis dan
non-teknis bagi Puskesmas keputusan tersebut harus dijabarkan dalam bentuk
rencana operasional jangka pendek untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi.
C.
Pelembagaan
PWS KIA
Pelembagaan
PWS-KIA adalah pemanfaatan PWS-KIA secara teratur dan terus menerus pada semua
siklus pengambilan keputusan untuk memantau penyelanggaran progam KIA, disemua
tingkatan administrasi pemerintah,baik yang bersifat teknis sektoral maupun
yang bersifat koordinatif, non-teknis dan lintas sektoral. Dalam upaya
pelembagaan PWS KIA dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Penunjukkan
petugas pengolahan data di tiap tingkatan, untuk menjaga kelancaran pengumpulan
data.
a. Data
hasil kegiatan dikumpulkan oleh puskesmas ditabulasikan kemudian dikirimkan ke
dinas kesehatan kabupaten/kota.
b. Di
puskesmas disusun PWS KIA tingkat puskesmas (per desa/kelurahan) dan di dinas
kesehatan kabupaten/kota disusun PWS KIA tingkat kabupaten/kota (per
puskesmas).
2. Pemanfaatan
pertemuan lintas program.
Penyajian PWS KIA pada pertemuan
teknis bulanan ditingkat puskesmas (mini lokakarya) dan kabupaten/kota
(pertemuan bulanan dinas kesehatan kabupaten/kota), untuk menginformasikan
hasil yang telah dicapai, identifikasi masalah, merencanakan perbaikan serta
menyusun rencana operasional periode berikutnya. Pada pertemuan tersebut
wilayah yang berhasil diminta untuk mempresentasikan upayanya.
3. Pemantauan
PWS KIA untuk meyakinkan lintas sektoral.
PWS disajikan serta didiskusikan
pada pertemuan lintas sektoral ditingkat kecamatan dan kabupaten/kota, untuk
mendapatkan dukungan dalam pemecahan masalah dan agar masalah operasional yang
dihadapi dapat dipahami bersama, terutama yang berkaitan dengan motivasi dan penggerakan
masyarakat sasaran.
4. Pemanfaatan
PWS KIA sebagai bahan Musrenbang desa dan kabupaten/kota
Musrenbang adalah suatu proses
perencanaan di tingkat desa dan kabupaten/kota. Bidan di desa dapat memberikan
masukan berdasarkan hasil PWS KIA kepada tim musrenbang.
D.
Upaya
Pembinaan Dukun bayi
Dalam
praktiknya, melakukan pembinaan dukun di masyarakat tidaklah mudah. Masyarakat
masih menganggap dukun sebagai tokoh masyarakat yang patut dihormati, memiliki
peran penting bagi ibu-ibu di desa. Oleh karena itu, di butuhkan upaya agar
bidan dapat melakukan pembinaan dukun. Beberapa upaya yang dapat dilakukan
bidan di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Melakukan
pendekatan dengan para tokoh masyarakat setempat.
2. Melakukan
pendekatan dengan para dukun.
3. Memberikan
pengertian kepada para dukun tentang pentingnya persalinan yang bersih dan
aman.
4. Memberi
pengetahuan kepada dukun tentang komplikasi-komplikasi kehamilan dan bahaya
proses persalinan.
5. Membina
kemitraan dengan dukun dengan memegang asas saling menguntungkan.
6. Menganjurkan
dan mengajak dukun merujuk kasus-kasus resiko tinggi kehamilan kepada tenaga
kesehatan.
Pelaksana supervisi / bimbingan /
pembinaan
1. Dokter
2. Bidan
3. Perawat
kesehatan
4. Petugas
imunisasi
5. Petugas
gizi
Tempat pelasanaan pembinaan dukun
bayi
1. Posyandu
pada hari buka oleh petugas / pembina posyandu
2. Perkumpulan
dukun bayi dilaksankan di puskesmas.
Waktu pelaksanaan pembinaan dukun
bayi
1. Saat
kunjungan supervisi petugas puskesmas di posyandu di desa tempat tinggal dukun.
2. Pertemuan
rutin yang telah disepakat
3. Waktu-waktu
lain saat petugas bertemu dengan dukun bayi
4. Saat
mendampingi dukun bayi waktu menolong persalinan
Berikut
adalah klasifikasi materi yang di berikan untuk melakukan pembinaan dukun:
1. Promosi
Bidan Siaga
Salah satu cara untuk melakukan
promosi bidan siaga, yaitu dengan melakukan pendekatan dengan dukun bayi yang
ada di desa untuk bekerja sama dalam pertolongan persalinan. Bidan dapat
memberikan imbalan jasa yang sasuai apabila dukun menyerahkan ibu hamil untuk
bersalin ke tempat bidan. Dukun bayi dapat di libatkan dalam perawatan bayi
baru lahir. Apabila cara tersebut dapat di lakukan dengan baik, maka dengan
kesadaran, dukun akan memberitaukan ibu hamil untuk melakukan persalinan di
tenaga kesehatan (bidan). Ibu dan bayi selamat, derajat kesehatan ibu dan bayi
di wilayah tersebut semakin meningkat.
2. Pengenalan
Tanda Bahaya Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Rujukan
Dukun perlu mendapatkan peningkatan
pengetahuan tentang perawatan pada ibu hamil, sehingga materi tentang
pengenalan terhadap ibu hamil yang beresiko tinggi, tanda bahaya kehamilan,
persalinan, nifas, dan rujukan merupakan materi yang harus di berikan, agar
dukun bayi dapat melakukan deteksi dini kegawatan atau tanda bahaya pada ibu
hamil, bersalin, nifas dan segera mendapatkan rujukan cepat dan tepat.
Berikut ini adalah materi-materi
dalam pelaksanaan pembinaan dukun:
1. Pengenalan
golongan resiko tinggi
Ibu yang termasuk dalam golongan
resiko tinggi adalah ibu dengan umur terlalu muda (kurang 16 tahun) atau
terlalu tua (lebih 35 tahun), tinggi badan kurang dari 145 cm, jarak antara
kehamilan terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) atau terlalu lama (lebih dari 10
tahun), ibu hamil dengan anemia, dan ibu dengan riwayat persalinan buruk
(perdarahan, operasi, dan lain-lain).
2. Pengenalan
tanda-tanda bahaya pada kehamilan
Pengenalan tanda-tanda bahaya pada
kehamilan meliputi perdarahan pada kehamilan sebelum waktunya; ibu demam
tinggi; bengkak pada kaki, tangan dan wajah; sakit kepala atau kejang; keluar
air ketuban sebelum waktunya; frekuensi gerakan bayi kurang atau bayi tidak
bergerak; serta ibu muntah terus menerus; dan tidak mau makan
3. Pengenalan
tanda-tanda bahaya pada persalinan
Tanda-tanda bahaya pada persalinan,
yaitu bayi tidak lahir dalam 12 jam sejak ibu merasakan mulas, perdarahan
melalui jalan lahir, tali pusat atau tangan bayi keluar dari jalan lahir, ibu
tidak kuat mengejan atau mengalami kejang, air ketuban keruh dan berbau,
plasenta tidak keluar setelah bayi lahir, dan ibu gelisah atau mengalami
kesakitan yang hebat.
4. Pengenalan
tanda-tanda kelainan pada nifas
Tanda-tanda kelainan pada nifas
meliputi: perdarahan melalui jalan lahir; keluarnya cairan berbau dari jalan
lahir; demam lebih dari dua hari; bengkak pada muka, kaki atau tangan; sakit
kepala atau kejang-kejang; payudara bengkak disertai rasa sakit; dan ibu
mengalami gangguan jiwa.
5. Pengenalan
Dini Tetanus Neonatorum, BBLR, dan Rujukan
a. Tetanus
neonatorum
Dari 148 ribu kelahiran bayi di
indonesia, kurang lebih 9,8% mengalami tetanus neonatorum yang berkaitan pada
kematian. Pada tahun 1980 tetanus menjadi penyebab kematian pertama pada bayi
usia di bawah satu bulan. Meskipun angka kejadian tetanus neonatorum semakin
mengalami penurunan, akan tetapi ancaman masih tetap ada, sehingga perlu
diatasi secara serius. Tetanus neonatorum adalah salah satu penyakit yang
paling berisiko terhadap kematian bayi baru lahir yang di sebabkan oleh basil
clostridium tetani. Tetanus noenatorum menyerang bayi usia di bawah satu bulan,
penyakit ini sangat menular dan menyebabkan resiko kematian. Tetanus neonatorum
di masyarakat, kebanyakan terjadi karena penggunaan alat pemotong tali pusat
yang tidak steril. Gejala tetanus di awali dengan kejang otot rahang (trismus
atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku
di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot
perut lengan atas dan paha. Dengan diberikan pembekalan materi tetanos
noenatorum di harapkan dukun dapat memperhatikan kebersihan alat persalinan,
memotivasi ibu untuk melakukan imunisasi, dan melakukan persalinan pada tenaga
kesehatan, sehingga dapat menekan angka kejadian tetanus noenatorum.
b. Tanda-tanda
Tetanus Neonatorum :
1) Bayi
baru lahir yang semula bisa menetek dengan baik tiba-tiba tidak bisa menetek.
2) Mulut
mencucu seperti mulut ikan.
3) Kejang
terutama bila terkena rangsang cahaya, suara dan sentuhan.
4) Kadang-kadang
disertai sesak nafas dan wajah bayi membiru.
c. Penyebab
terjadinya Tetanus Neonatorum :
1) Pemotongan
tali pusat pada waktu pemotongan tidak bersih.
2) Perawatan
tali pusat setelah lahir sampai saat puput tidak bersih atau diberi
bermacam-macam ramuan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PWS-KIA adalah alat manajemen program KIA untuk
memantau cakupan pelayanan KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu
wilayah kerja secara terus menerus terutama dalam meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB).
B.
Saran
Sebagai
seorang bidan sangat ditekankan akan pelayanan yang maksimal karena tuntutan
bidan sangatlah berat dan beresiko tinggi terutama pada kesehatan ibu dan anak. Oleh karena itu seorang bidan
wajib menjalankan tugas sesuai standar asuhan kebidanan yang telah ditetapkan
sesuai dengan profesi kebidanan.
DAFTAR
PUSTAKA
Direktorat Bina
Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI.
(2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.
Depkes RI.
(2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.
Depkes RI.
(2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.
Syahlan,
J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Meilani, N.
dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Fitramaya : Yogyakarta
Hermawan,
C. Lukas, dkk.2009. Pedoman PWS-KIA. Depkes RI : Jakarta
Runjati.
2010. Asuhan Kebidanan Komunitas. EGC :
Jakarta
Syafrudin.
2009. Kebidanan Komunitas. EGC : Jakarta
Departemen Kesehatan RI. Direktorat
Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Pedoman pemantuan wilayah setempat.1998
Kementrian Kesehatan RI. Direktorat
Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Pedoman pemantuan wilayah setempat.2010
http://kartikasridewibatubara.blogspot.com/2013/01/bidan-komunitas.html
http://ukhtina-mai.blogspot.com/2012/05/pembinaan-dukun-bayi.html
No comments:
Post a Comment