truth


counters

nama

Sunday 31 May 2015

Akeb Kehamilan: Abortus Incomplete



A.    PENGERTIAN
1.      Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 mingguatau berat janin kurang dari 500 gram.
2.      Abortus Inkompletus adalah Keguguran tidak lengkap. Hasil konsepsi sudah tidak dapat dipertahankan dan sudah terdapat pengeluaran sebagian hasil konsepsi/buah kehamilan

B.     DIAGNOSIS dan BATASAN
Diagnosis abortus bervariasi tergantung macam abortusnya. Macam abortus dapat ditentukan dari tanda dan gejala serta hasil pemeriksaan penunjang lainnya, seperti hasil gambaran ultrasonografi dan beberapa hasil pemeriksaan laboratorium.
Dari tanda dan gejala akan dapat menentukan gambaran dan membant menegakkan diagnose. Berikut batasan tanda dann gejala Abortus Incomplit:
1.      Kehamilan yang tidak dapat dipertahankan dapat dievakuasi/dikeluarkan dengan segera demi mencapai peningkatan kesehatan ibu.
2.      Telah diketahui hamil dari hasil plano test positif hamil, dengan masa kehamilan kurang dari 22 minggu.
3.      Terdapat keluhan perdarahan dari jalan lahir yang berasal dari dalam rahim dengan jumlah perdarahan sedang sampai dengan banyak.
4.      Pasien mengalami nyeri perut dengan intensitas sedang sampai berat.
5.      Pembesaran rahim sesuai umur kehamilan.
6.      Dengan pemeriksaan dalam, teraba mulut rahim telah terbuka.
7.      Ibu mengungkapkan bahwa telah keluar sebagian jaringan dari jalan lahir (Ekspulsi sebagian jaringan konsepsi).

C.     FAKTOR PREDISPOSISI
1.      Faktor dari janin (fetal), berupa kelainan genetik (kromosom)
2.      Faktor dari ibu (maternal): infeksi, kelainan hormonal seperti hipotiroidisme, diabetes mellitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis dan defek anatomis seperti uterus didelfis,inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan serviks sebelum waktu in partu, umumnya pada trimester kedua) dan sinekhiae uteri karena sindrom Asherman.
3.      Faktor dari ayah (paternal): kelainan sperma.


D.    PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum pada abortus, sama dan disesuaikan dengan keadaan yang ditemui .
1.      Tatalaksana umum
a.       Sebelum melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik, mintakan persetujuan tindakan umum perawatan yang ditanda tangani oleh pasien, suami (sebagai saksi) dan bidan jaga (sebagai saksi).
b.      Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu)
c.       Lakukan anamnesa sesuai format status gynekologi.
d.      Lakukan pemeriksaan fisik (Pemeriksaan fisik umum dilakukan secara menyeluruh (Head to too)
e.       Lakukan pemeriksaan kebidanan, berupa:
1)      Inspeksi vulva
Perdarahan pervaginam ada/ tidak  jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak bau busuk darivulva
2)      Inspekulo, perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri terbuka/ sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
3)      Pemeriksaan dalam vagina
Raba porsio/mulut rahim masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dari dalam cavum uteri, tidak nyeri saat porsio di goyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum douglashi tidak menonjol dan tidak nyeri.
f.       Lakukan pemeriksaan penunjang
Berupa pemeriksaan ultrasonografi untuk melihat ukuran uterus dan keadaan kehamilan, pemeriksaan laboratorium analyzer darah rutin, pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion, dan plano test kehamilan (positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus).
g.      Lakukan analisa data yang terkumpul dan lakukan kolaborasi dengan dokter spesialis obstetric dan gynegologi yang jaga pada hari disaat pasien datang mencari pertolongan.
h.      Pasang infus sebagai sebagai persiapan pemberian obat melalui pembuluh darah vena bila diperlukan dan therapi cairan sesuai kondisi pasien.
i.        Ambil contoh darah untuk pemeriksaan analyzer darah spesifik.
j.        Bila mungkin diperlukan, lakukan stabilisasi keadaan umum dengan pembebasan jalan nafas, pemberian oksigenasi (O2 2 – 4 liter per menit)
k.      Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik <90 mmHg).
1)      Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok (lihat bab tatalaksanan syok).
2)      Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat.
l.        Beri dukungan emosional(moril) dan konseling kontrasepsi pasca keguguran/ancaman keguguran.

2.      Penatalaksanaan khusus abortus inkomplit:  
a.       Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko, rencana tindak lanjut pengeluaran hasil konsepsi yang gugur(evakuasi) dan rasa tidak nyaman selama tindakan evakuasi. Lanjutkan dengan penjelasan unuk informed concent tindakan evakuasi hasil konsepsi yang ditanda tangani oleh pasien dan suami pada blanko persetujuan tindakan. Apabila keluarga dan pasien menolak/ tidak menyetujui, maka pasien dan keluarga wajib mengisi blanko penolakan tindakan yang ditanda tangani.
b.      Kolaborasikan dengan dokter Sp.OG untuk mendapatkan tindakan khusus sesuai umur kehamilan.
1)      Pada usia kehamilan kurang dari 16 minggu:
a)      Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16 minggu: Gunakan jari atau forsep cincin (penster)/ cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari serviks.
b)      Jika perdarahan berhenti, beri misoprostol 400 mcg per oral.
2)      JIka Perdarahan Berat  Dan Usia Kehamilan Kurang Dari 16 Minggu
a)  Lakukan evakuasi isi uterus dengan tindakan kuret tajam (lihat lampiran). Jika tersedia Aspirasi vakum manual (AVM), maka gunakanlah AVM. Karena metode yang dianjurkan adalah AVM.
b)  Jika evakuasi tidak dapat segera
c)   Jika dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu)
3)      Pada usia kehamilan lebih dari 16 minggu:
a)      Berikan infus 20 IU oksitosin dalam 500 ml  NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi. Berikan sampai dengan terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
b)      Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
c)      Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
(1)   Transfusi darah bila Hb kurang dari 8 gr/dl.
(2)   Pemberian terapi obat-obatan per oral setelah tindakan kuretage. Berupa : Obat antibiotika tablet dan obat anti analgetik selama 3 hari, Roboransia disesuaikan dengan kondisi pasien dan Vitamin.
c.       Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
d.      Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. BIla hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.
e.       Waspadalah bila tidak ditemukan adanya jaringan hasil konsepsi pada sampel kuretase! Lakukan evaluasi ulang atau lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk memeriksa kemungkinan adanya kehamilan ektopik


3.      Penatalaksanaan pasca keguguran
a.   Berikan saran(konseling) sebelum pasien pulang, untuk istirahat yang cukup agar mengurangi kelelahan fisik dan psikologis setelah curettage.
b.   Komunikasikan dengan pasangan mengenai rencana selanjutnya. Jangan tenggelam dalam kesedihan dan menyalahkan keadaan.
c.   Rencanakan kehamilan, setidaknya menunggu selesai satu siklus haid. Karena kesuburan akan kembali segera 2 hingga 4 minggu.
d.   Persiapkan kesehatan reproduksi sebelum berencana untuk kehamilan berikutnya.
e.   Minta saran dokter jika ingin hamil kembali.
f.    Perhatikan asupan gizi
g.   Olahraga secara teratur.
h.  Waspadai demam setelah kuret. Apabila ibu demam menggigil, sakit sekitar peut, kram atau sakit punggung, perdarahan berlebihan atau terdapatpengeluaran cairan dari

E.     KEPUSTAKAAN
1.      Aborsi Pro dan Kontra di Kalangan Petugas Kesehatan. Jogjakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM

2.      Pengguguran yang Tidak Aman di Indonesia, SDKI 1997. Jurnal Epidemiologi Indonesia. Volume 5 Edisi I-2001. hal. 14-19.

3.      Utomo, Budi et al.Incidence and Social-Psychological Aspects of Abortion in Indonesia: A Community-Based Survey in 10 Major Cities and 6 Districts, Year 2000. Jakarta: Center for Health Research University of Indonesia, 2001.

4.      World Health Organization. Unsafe Abortion: Global and Regional Estimates of Incidence of and Mortality due to Unsafe Abortion with a Listing of Available Country Data. Third Edition. Geneva: Division of Reproductive Health (Technical Support) WHO, 1998.



Askeb Persalinan dan BBL: SC atas indikasi CPD (Cephalopelvic Disproportion) / panggul sempit

A.    PENGERTIAN
1.      Cefalo Pelvic Disproporsi
a.       Cefalo Pelvic Disproporsi  (CPD)  adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan bentuk dan ukuran panggul.
b.      Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidak sesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
c.       Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
d.      Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis digunakan ketika kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat melewati panggul ibu.

Sering kali, diagnosis ini dibuat setelah wanita telah bekerja keras selama beberapa waktu melali proses persalinan, dan itu dimasukkan ke dalam catatan medis wanita sebelum ia bahkan buruh. Sebuah misdiagnosis of CPD account untuk banyak yang tidak perlu dilakukan bedah caesar di Amerika Utara dan di seluruh dunia setiap tahunnya. Diagnosis ini tidak harus berdampak masa depan seorang wanita melahirkan keputusan. Banyak tindakan dapat diambil oleh ibu hamil untuk meningkatkan peluangnya untuk melahirkan melalui vagina.
Panggul sempit dapat didefinisikan secara anatomi dan secara obstetri. Secara anatomi berarti panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya berada di bawah angka normal sebanyak 1 cm atau lebih.
Pengertian secara obstetri adalah panggul yang satu atau lebih diameternya kurang sehingga mengganggu mekanisme persalinan normal.

2.      Sectio Caesarea
a.       Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. Atau sectio caesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dalam rahim.
b.      Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.
(Sarwono Prawirohardjo, 2010).

B.     ANATOMI PANGGUL
1.      Tulang  panggul
Tulang panggul terdiri dari : Os koksa, os sakrum dan os koksigis.
Os koksa dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang – tulang ini satu dengan lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Dibawah terdapat artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum (tl panggul) dan os koksigis (tl.tungging).
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar,misalnya ujung koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis
menonjol ke depan pada saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang.
2.      Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan pelvis minor.
a.       Pelvis mayor
Adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis, disebut juga dengan false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis. Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ –organ abdominal selain itu pelvis mayor merupakan tempat perlekatan otot – otot dan ligamen ke dinding tubuh.
b.      Pelvis minor
Adalah ruangan didalam panggul yang terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung kemih, dan pada wanita terdapat uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis juga kita temui diafragma pelvis yang dibentuk oleh muskulus levator ani dan muskulus koksigeus.
3.      Ukuran Panggul
a.       Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum, linea innominata, serta pinggir atas simfisis.
1)      Konjugata diagonalis
Adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium. Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.
2)      Konjugata vera
Yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm.
3)      Konjugata obstetrika
Merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium.
Selisih antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.
b.      Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
1)      Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement.
2)      Jarak antara kedua spina ini (spina isciadika) yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm.
3)      Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm.
4)      Diameter sagital posterior,  jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.
c.       Pintu Bawah Panggul.
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).

C.     ETIOLOGI CPD (Cephalus Pelvix Disproporsional ).
Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir.
1.      Kelainan ini, dibagi menjadi tiga yaitu:
a.       Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu. kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
b.      Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak dahi, hidrosefalus.
c.       Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang mempersempit jalan lahir. Pola Kelainan Persalinan, Diagnostik, Kriteria dan
d.      Metode Penanganannya
Penanganan khusus panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal.
Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit  secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul.

2.      Kesempitan panggul lainnya
Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya.  Kesempitan panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu:
a.       Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine.
Seperti :
1)      Panggul Naegele
2)      Panggul Robert
3)      Split pelvis
4)      Panggul asimilasi.


b.      Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi :
1)      Rakitis
2)      Osteo malasia
3)      Neoplasma
4)      Fraktur
5)      Atrofi
6)      Nekrosis
7)      Penyakit pada sendi sakroiliaka
8)      Sendi sakrokoksigea.
c.       Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang
1)      Kifosis
2)      Skoliosis
3)      Spondilolistesis
d.      Kelainan panggul karena kelainan pada kaki
1)      Koksitis
2)      Luksasio koksa
3)      Atrofi /elumpuhan satu kaki.

Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya.

e.       Penyempitan Pintu panggul
1)      Pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila :
a)      Diameter anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual
yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm.
b)      Diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm.
Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm.
c)      Diameter transversal kurang dari 12 cm. Distosia akan lebih berat pada kesempitan kedua diameter dibandingkan sempit hanya pada salah satu diameter.
d)     Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit bagi janin bila melewati pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior kurang dari 10 cm. Wanita dengan tubuh kecil kemungkinan memiliki ukuran panggul yang kecil, namun juga memiliki kemungkinan janin kecil.
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali.
Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit. Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas panggul menyebabkan kepala janin megapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas.
2)      Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul.
Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea. Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul.
Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri roentgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran persalinan apalagi bila diikuti dengan ukuran diameter sagitalis posterior pendek.

3)      Penyempitan Pintu Bawah Panggul
a)      Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya.
b)      Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang.
c)      Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.
d)     Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum.
e)      Kesempitan panggul tengah juga dapat dikarenakan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.

4)      Perkirakan Kapasitas Panggul Sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan anamnesa. Misalnya pada tuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang normal tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul sempit adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalama dengan tangan dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul serta memberi gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun pelvimetri luar tidak memiliki banyak arti.
Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan mempunyai tingkat ketelitian yang tidak dapat dicapai secara klinis. Pemeriksaan ini dapat memberikan pengukuran yang tepat dua diameter penting yang tidak mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter transversal pintu atas dan diameter antar spina iskhiadika.
Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi terutama bagi janin sehingga jarang dilakukan. Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi pajanan radiasi, tingkat keakuratan lebih baik dibandingkan radiologis, lebih mudah, namun biayanya mahal. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan dengan MRI dengan keuntungan antara lain tidak ada radiasi, pengukuran panggul akurat, pencitraan janin yang lengkap. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena biaya yang mahal.
Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran pangul yang sebenarnya, luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya akomodasi yaitu volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan spontan. Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan pemeriksaan dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr.
Pada metode Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas kearah rongga panggul dan tangan yang lain diletakkan pada kepala untuk menentukan apakah kepala menonjol di atas simfisis atau tidak. Metode Muller Munro Kerr dilakukan dengan satu tangan memegang kepala janin dan menekan kepala ke arah rongga panggul, sedang dua jari tangan yang lain masuk ke vagina untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut dan ibu jari yang masuk ke vagina memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan simfisis.
3.      Janin yang besar
a.       Berat badan normal bayi
Normal berat neonatus pada umumnya 4000gram dan jarang ada yang melebihi 5000gram.
b.      Berat badan neonatus lebih dari 4000gram dinamakan bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000gram adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi 4500 gram adalah 0,4%.
Biasanya untuk berat janin 4000-5000 gram pada panggul normal tidak terdapat kesulitan dalam proses melahirkan.
Janin besar biasanya juga dapat dijumpai pada ibu yang mengalami diabetes mellitus, postmaturitas, dan pada grande multipara. Selain itu, yang dapat menyebabkan bayi besar adalah ibu hamil yang makan banyak, hal tersebut masih diragukan.
Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah merupakan suatu hal yang mudah. Kadang-kadang bayi besar baru dapat kita ketahui apabila selama proses melahirkan tidak terdapat kemajuan sama sekali pada proses persalinan normal dan biasanya disertai oleh keadaan his yang tidak kuat.
Sehingga tindakan yang dilakukan adalah
1)  Lakukan pemeriksaan yang teliti untuk mengetahui apakah terjadi sefalopelvik disproporsi.
2)  Lakukan pemeriksaan ultrasonic juga dapat mengukur secara teliti apabila terdapat bayi dengan tubuh besar dan kepala besar.

Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan dalam proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat memasuki pntu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus.
Janin dapat meninggal selama proses persalinan dapat terjadi karena terjadinya asfiksia dikarenakan selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya macet dalam melahirkan bagian janin yang lain. Sedangkan penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke bawah dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan muskulus sternokleidomastoideus.
Sebenarnya panggul hanya merupaka salah satu faktor yang menentukan apakah anak dapat lahir spontan atau tidak, disamping banyak faktor lain yang memegang peranan dalam prognosa persalinan.
Bila konjugata vera 11 cm, dapat dipastikan partus biasa, dan bila ada kesulitan persalinan, pasti tidak disebabkan oleh faktor panggul.
4.      Ukuran panggul Dalam
Berikut ukuran panggul dalam :
a.       Untuk CV kurang dari 8,5 cm dan anak cukup bulan tidak mungkin melewati panggul tersebut.
b.      CV 8,5 – 10 cm dilakukan partus percobaan yang kemungkinan berakhir dengan partus spontan atau dengan ekstraksi vakum, atau ditolong dengan secio caesaria sekunder atas indikasi obstetric lainnya
c.       CV = 6 - 8,5 cm dilakukan SC primer
d.      CV= 6 cm dilakukan SC primer mutlak.
5.      Faktor lain dari panggul
Disamping hal-hal tersebut diatas juga tergantung pada :
a.       His atau tenaga yang mendorong anak.
b.      Besarnya janin, presentasi dan posisi janin
c.       Bentuk panggul
d.      Umur ibu dan anak berharga
e.       Penyakit ibu

D.    INDIKASI SECTIO CAESARIA
1.      Operasi Sectio Caesaria dilakukan jka kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan Sectio Caesaria proses persalinan normal lama/kegaalan proses persalinan normal (Dystasia) (Mochtar,2008).
2.      Indikasi Sectio Caesaria pada ibu, meliputi : Disproporsi kepala panggul (CPD/ FPD), Rupture uteri mangancam, Partus lama (prolonged labor), Partus tak maju (obstructed labor), Distosia serviks, Pre-eklamsi dan hipertensi, Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, Distosia jaringan lunak, Disfungsi uterus (Tucker, 2012).
3.      Indikasi Sectio Caesaria pada janin, meliputi : janin besar, gawat janin, janin dalam posisi sungsang atau melintang, fetal distress, kelainan letak, dan hydrocephalus (Tucker, 2012).

E.     JENIS OPERASI SECTIO CAESARIA
1.      Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a.   Sectio caesarea transperitonealis
1)  SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan:
a)  Mengeluarkan janin dengan cepat.
b)  Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
c)   Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal Kekurangan
d)  Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
e)   Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
2)  SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim) Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
a)  Penjahitan luka lebih mudah
b)  Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
c)   Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
d)  Perdarahan tidak begitu banya
e)   Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil.

Kekurangan :
a)      Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat
b)      Menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak.
c)      Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
b.   SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.

F.      JENIS SAYATAN SECTIO CAESAREA DAPAT DILAKUKAN SEBAGAI BERIKUT
1.  Sayatan memanjang (longitudinal)
Insisi abdomen vertical digaris median, kemudian insisi uterus juga vertical digaris median. Dilakukan pada keadaan pada keadaan yang tidak memungkinkan insisi di segmen bawah uterus misalnya akibat perlekatan pasca opersi sebelumnya atau pasca infeksi, atau ada tumor disegmen bawah uterus, atau janin bsar letak lintang, atau plasenta previa dengan inersi di dinding depan segmen bawah uterus. Komplikasinya adalah pendarahan yang terjadi akan sangat banyak karena jaringan segmen atau korpus uteri sangat vaskuler (Tucker, 2012).
2.  Sayatan melintang (Transversal)
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim (SBR). Sayatan melintang dimulai dari ujung pinggir selangkangan (simpisis) diatas batas rambut sepanjang sekitar 10 – 14 cm. keuntungannya adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil rsiko menderita rupture uteri (robek utri) dikemudian hari.
Hal ini karena pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih sempurna. Keemahannya keluhan pada kandung kemih post operas sering terjadi (Tucker, 2012).
3.  Sayatan huruf T (T insicion)

G.    ISTILAH DALAM SECTIO CAESASREA
1.  Seksio Sesarea Primer ( Efektif )
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit (CV kecil dari 8 cm).

2.  Seksio Sesarea Sekunder
 Mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan seksio sesarea.
3.  Seksio Sesarea ulang ( repeat caecarean section )
Ibu pada kehamilan lalu mengalami seksio sesarea (previous caesarean section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.
4.  Seksio Sesarea Histerektomi ( caecarean section hysterectomy )
Suatu operasi dimana setelah dilahirkan dengan seksio sesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena sesuatu indikasi.

5.  Operasi Porro (Porro operation)   
Suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati) dan langsung dilakukan histerektomi, misalnnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.

H.    KONTRA INDIKASI SECTIO CAESARIA
Pada umumnya seksio sesarea tidak dilakukan pada : (Prawihardjo, 2012)
1.      Janin mati
2.      Syok, anemia berat sebelum diatasi
3.      Kelainan congenital berat.

I.       KOMPLIKASI OPERASI SECTIO CAESARIA
1.      Infeksi puerpuralis
a.       Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b.      Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.
c.       Berat, dengan peritonitis,sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi  infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama. Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit dan antibiotic yang adekuat dan tepat.
2.      Perdarahan
Disebabkan karena :
a.       Banyak pembuluh darah terputus dan terbuka
b.      Atonia uteri
c.       Perdarahan pada placental bed
3.      Luka kandung kemih, emboliu paru dan keluhan kemih bila reperitonialisasi terlalu  tinggi.
4.      Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mandatang (Mokhtar, 2008).

J.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      USG, untuk menetukan letak impiantasi plasenta.
2.      Pemeriksaan hemoglobin
3.      Pemeriksaan Hema tokrit

K.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic dapat diperoleh dengan melakukan pemeriksaan: pemantauan janin terhadap kesehatan janin, pemantauan Elekterokardiogram, elektrolit, hemoglobin/hematokrit, golongan darah, urinalis, amniosintesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi, pemeriksaan sinar X sesaui indikasi, ultrasound (Tucker, 2012).





L.     PERSIAPAN TEMPAT DAN ALAT
1.      Alat
a.       Tidak steril terdiri dari :
1)      Alas meja dan meja operasi
2)      Mesin suntion
3)      Mesin diathermi
4)      Lampu operasi
5)      Standart infuse
6)      Tempat sampah
b.      Set alat steril
1)      Washing Dressing Forcep (Desinfeksi Klem) 1 buah
2)      Towel klem (Duk klem) 5 buah
3)      Dissecting Forcep (pinset anatomis) 3 buah
4)      Tissue Forcep (pinset anatomis) 3 buah
5)      Sclap Blade dan Handle (hand Fast Mess) 1 buah
6)      Delicate hemoastatic forceps pean (mousquito klem pean bengkok kecil) 6 buah
7)      Delicate hemostatic Forcep pean (mosquito klem pean bengkok tanggung)
8)      Retractor Us Army (Langeenbeck) 2 buah
9)      Delicate hemoastatic forceps Kocher (klem kocher) 2 buah
10)  Metzenboum Scissor (gunting metzenboum) 1 buah
11)    Surgical Scissor (gunting jaringan kasar bengkok) 1 buah
12)  Surgical Scissor (gunting benang lurus) 1 buah
13)  Needle holder (nald foeder) 2 buah
14)  Surgical Needle : round body, taper, cutting
15)  Polypus dan Ovum Forcep (Ring Klem) 6 buah
16)  Mikuliz (Peritonium Klem) 4 buah
17)  Abdominal retractors Fristch (Haak berdaun dalam)
18)  Retractors kokher (Haak tajam gigi 4) 1 buah
19)  Canule Suction (ujung suntion) 1 buah
c.       Persiapan Linen Steril
1)      Duk Besar             : 8 buah
2)      Duk kecil   6 buah
3)      Sarung Meja mayo 1 buah
4)      Schort        6 buah
5)      Selang suction 1 buah
6)      Kabel couter 1 buah
7)      Bengkok 2 buah dan kom 2 buah
8)      Perlak karet 1 buah dan handuk kecil 4 buah
9)      Bahan Habis Pakai
a)      Parago mess 22, 1 buah
b)      Handscoon
c)      Cairan normal saline
d)     Catgut plain
e)      Cutgat chromic

M.   TATALAKSANA DAN PENANGANAN
1.      Asuhan kebidanan
a.       Perawatan Pre Operasi Seksio Sesarea
1)  Persiapan Kamar Operasi
a)  Kamar operasi telah dibersihkan dan siap untuk dipakai
b)  Peralatan dan obat-obatan telah siap semua termasuk kain operasi
2)    Persiapan Pasien
a)      Pasien telah dijelaskan tentang prosedur operasi.
b)      Informed consent telah ditanda tangani oleh pihak keluarga pasien
c)   Perawat member support kepada pasien.
d)  Daerah yang akan di insisi telah dibersihkan (rambut pubis di cukur dan   sekitar abdomen telah dibersihkan dengan antiseptic).
e)   Pemeriksaan tanda-tanda vital dan pengkajian untuk mengetahui penyakit yang pernah di derita oleh pasien.
f)   Pemeriksaan laboratorium (darah, urine).
g)   Pemeriksaan USG.
h)  Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi

b.      Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea.
1)      Analgesia
a)      Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg Meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin.
b)      Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan adalah 50 mg.
c)      Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg Meperidin.
d)     Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.

2)       Tanda-tanda Vital
a)      Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa.

3)      Terapi cairan dan Diet
a)      Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian, jika output urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua.

4)      Vesika Urinarius dan Usus
a)      Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada
b)      Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga.
5)      Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.
6)      Perawatan Luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
7)      Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia.
8)      Perawatan Payudara.
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

2.      Tatalaksana Medis.
Berikut tatalaksana Medis yang dapat dilakukan dengan bermacam-macam alternative:
a.       Persalinan Percobaan
1)      Lakukan penilaian ukuran panggul
2)      Cari hubungan antara kepala janin dan panggul
3)      Perkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginan dengan selamat.
4)      Umur keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage

Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan. Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi penyulit persalinan percobaan. Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya dengan kekuatan terukur.
Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depandimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan menggerakkan dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri, penolong menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya.
Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan bahu depan. Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour karena baru dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian.Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya,
keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea.

b.      Seksio Sesarea.
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.

c.       Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.

d.      Kraniotomi dan Kleidotomi
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran kepala janin dengan cara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan isi tengkorak, sehingga janin dapat dengan mudah lahir pervaginam. Kraniotomi, terdiri atas perforasi kepala janin, yang biasanya diikuti oleh kranioklasi.


e.       Kleidotomi
Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala dilahirkan, akan tetapi dialami kesulitan untuk melahirkan bahu karena terlalu lebar. Setelah janin meninggal, tidak ada keberatan untuk melakukan kleidotomi (memotong klavikula) pada satu atau kedua klavikula.
Dibawah perlindungan spekulum dan tangan kiri penolong dalam vagina, klavikula dan jika perlu klavikula belakang digunting, dan selanjutnya kelahiran anak dengan berkurangnya lebar bahu tidak mengalami kesulitan. Apabila tindakan dilakukan dengan hati-hati, tidak akan timbul luka pada jalan lahir. Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea

N.    PERSANGKAAN PANGGUL SEMPIT
Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
1.      Primipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36
2.      Pada primipara ada perut menggantung
3.      Pada multipara persalinan yang dulu – dulu sulit
4.      kelainan letak pada hamil tua
5.      kelainan bentuk badan (Cebol, scoliose,pincang dan lain-lain)
6.      osborn positip

O.    PROGNOSA
Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai factor
1.      Bentuk panggul
2.      Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan
3.      Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul
4.      Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala
5.      Presentasi dan posisi kepala
6.      His

P.      DAFTAR PUSTAKA
1.      Carpenito L. J, 2001, Diagnosa keperawatan, Jakarta : EGC

2.      Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta : EGC

3.      Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri, Jakarta : EGC


4.      Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo