A. PENGERTIAN
1.
Partus tak
maju yaitu persalinan yang ditandai tidak adanya pembukaan serviks dalam 2 jam
dan tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam.8
Partus tak maju (persalinan macet) berarti meskipun kontraksi uterus kuat,
janin tidak dapat turun karena faktor mekanis. Kemacetan persalinan biasanya
terjadi pada pintu atas panggul, tetapi dapat juga terjadi pada ronga panggul
atau pintu bawah panggul.
(Saefudin, 2005)
2. Tidak adanya penurunan kepala,
pembukaan, serta putaran paksi yang menunjukkan bahwa persalinan tidak maju dan
perlu dilakukan tindakan
(Oxorn dan Forte, 2010).
B. PENYEBAB PARTUS TAK MAJU
Penyebab partus tak maju yaitu :
1. Disproporsi sefalopelvik
(pelvis sempit atau janin besar)
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan persalinan,
tetapi yang penting ialah hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu.
Besarnya kepala janin dalam perbandingan luasnya panggul ibu menentukan apakah
ada disproporsi sefalopelvik atau tidak.
Disproporsi sefalopelvik adalah ketidakmampuan janin untuk melewati
panggul. Panggul yang sedikit sempit dapat diatasi dengan kontraksi uterus yang
efisien, letak, presentasi, kedudukan janin yang menguntungkan dan kemampuan
kepala janin untuk mengadakan molase. Sebaliknya kontraksi uterus yang jelek,
kedudukan abnormal, ketidakmampuan kepala untuk mengadakan molase dapat
menyebabkan persalinan normal tidak mungkin.28 Kehamilan pada ibu dengan tinggi
badan < 145 cm dapat terjadi disproporsi sefalopelvik, kondisi luas panggul
ibu tidak sebanding dengan kepala bayi, sehingga pembukaannya berjalan lambat
dan akan menimbulkan komplikasi obstetri.31
Disproporsi sefalopelvik terjadi jika kepala janin lebih besar dari pelvis,
hal ini akan menimbulkan kesulitan atau janin tidak mungkin melewati pelvis
dengan selamat. Bisa juga terjadi akibat pelvis sempit dengan ukuran kepala
janin normal, atau pelvis normal dengan janin besar atau kombinasi antara bayi
besar dan pelvis sempit. Disproporsi sefalopelvik tidak dapat didiagnosis
sebelum usia kehamilan 37 minggu karena sebelum usia kehamilan tersebut kepala
belum mencapai ukuran lahir normal.
Disproporsi
sefalopelvik dapat terjadi :
a.
Marginal
(ini berarti bahwa masalah bisa diatasi selama persalinan, relaksasi
sendi-sendi pelvis dan molase kranium kepala janin dapat memungkinkan
berlangsungnya kelahiran pervaginam).
b.
Moderat
(sekitar setengah dari pasien-pasien pada kelompok lanjutan ini memerlukan
kelahiran dengan tindakan operasi).
c.
Definit (ini
berarti pelvis sempit, bentuk kepala abnormal atau janin mempunyai ukuran besar
yang abnormal, misalnya hidrosefalus, operasi diperlukan pada kelahiran ini).
2.
Presentasi yang abnormal
Hal ini bisa terjadi pada dahi, bahu, muka dengan dagu posterior dan kepala
yang sulit lahir pada presentasi bokong.
a.
Presentasi
Dahi
Presentasi Dahi adalah keadaan dimana kepala janin
ditengah antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan
bagian terendah. Presentasi dahi terjadi karena ketidakseimbangan kepala dengan
panggul, saat persalinan kepala janin tidak dapat turun ke dalam rongga panggul
sehingga persalinan menjadi lambat dan sulit.
Presentasi dahi tidak dapat dilahirkan dengan kondisi
normal kecuali bila bayi kecil atau pelvis luas, persalinan dilakukan dengan
tindakan caesarea. IR presentasi dahi 0,2% kelahiran pervaginam, lebih sering
pada primigravida.
b. Presentasi Bahu
Bahu merupakan bagian terbawah janin dan abdomen
cenderung melebar dari satu sisi kesisi yang lain sehingga tidak teraba bagian
terbawah anak pada pintu atas panggul menjelang persalinan. Bila pasien berada
pada persalinan lanjut setelah ketuban pecah, bahu dapat terjepit kuat di
bagian atas pelvis dengan satu tangan atau lengan keluar dari vagina.
Presentasi bahu terjadi bila poros yang panjang dari
janin tegak lurus atau pada sudut akut panjangnya poros ibu, sebagaimana yang
terjadi pada letak melintang. Presentasi bahu disebabkan paritas tinggi dengan
dinding abdomen dan otot uterus kendur, prematuritas, obstruksi panggul.
c. Presentasi Muka
Pada presentasi muka, kepala mengalami hiperekstensi
sehingga oksiput menempel pada punggung janin dan dagu merupakan bagian
terendah. Presentasi muka terjadi karena ekstensi pada kepala, bila pelvis
sempit atau janin sangat besar. Pada wanita multipara, terjadinya presentasi
muka karena abdomen yang menggantung yang menyebabkan punggung janin
menggantung ke depan atau ke lateral, seringkali mengarah kearah oksiput.
Presentasi muka tidak ada faktor penyebab yang dapat dikenal, mungkin terkait
dengan paritas tinggi tetapi 34% presentasi muka terjadi pada primigravida.
d.
Posisi
Oksipitalis Posterior Persisten
Dimana sutura sagitalis melintang
atau miring, sehingga ubun – ubun kecil dapat berada dikiri melintang, kanan
melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang atau kanan belakang. Ini
dapat disebabkan karena penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul.
Mekanisme persalinannya bila hubungan antara panggul dengan kepala janin cukup
longgar persalinan dapat dilakukan secara spontan, tetapi pada umumnya akan
lebih lama untuk mengambil tindakan yang tepat maka persalinan yang aman bagi
ibu dan janin adalah sectio caessarea.
3.
Abnormalitas pada janin
Hal ini sering terjadi bila ada kelainan pada janin misalnya
a.
Hidrosefalus
b.
Pertumbuhan janin lebih besar dari
4.000 gram
Janin yang ukurannya berlebihan bahkan kepala dan
bahu akan mengalami kesulitan untuk melewati pintu atas panggul, janin yang
ukurannya melebihi 4250 – 4500 kemungkinan harus dilakukan tindakan sesar
secara selektif (Leveno Dkk, 2009).
c.
Bahu yang lebar.
d.
Kembar siam.
4. Abnormalitas sistem
reproduksi
Abnormalitas sistem reproduksi misalnya tumor pelvis, stenosis vagina
kongenital, perineum kaku dan tumor vagina.
5.
Kelainan
tenaga (Power)
Kelainan pada his atau tenaga
mengejan
a.
Kontraksi
uterus yang tidak efektif
Kontraksi uterus yang tidak efektif menyebabkan
kemajuan persalinan menjadi terhambat atau bahkan persalinan tidak maju sama
sekali. Ini disebabkan karena kelelahan myometrium akibat persalinan yang lama
(Oxorn dan Forte, 2010). Kontraksi uterus yang tidak efektif, ini terjadi
karena adanya disfungsi uterus yang ditandai oleh kontraksi intensitas rendah, jarang, dan biasanya sering
terjadi pada disproporsi fetopelvis yang signifikan (Leveno Dkk, 2009).
Penanganan
asuhan kebidanan untuk
mengatasi kontraksi
uterus yang tidak efektif adalah :
1) Lakukan
asuhan dengan mengistirahatakan uterus,
karena umumnya
pasien kelelahan baik fisik maupun mental. Istirahatkan
pasien satu atau dua jam agar
pasien dapat memulihkan kondisinya.
2) Jika
kejadian ini berada dirumah sakit, Bidan sebaiknya melakukan kolaborasi dengan
dokter penanggung jawab pengobatan. Tindakan ini dialkukan agar padien
mendapatkan program :
a) Teraapi
penenang,
b) Terapi
untuk menimbulkan
dilatasi serviks.
c) Pemberian
infus glukosa dalam
air 5 % sebanyak 1 liter untuk memperbaiki status dehidrasi.
d) Dipacu/induksi
persalinan.
Dengan menambahkan 5 kesatuan oxcytocin
dalam satu liter glukosa dalam air 5 % dan ini diberikan sebagai infuse
intravena. Tetesan dimulai perlahan – lahan, dengan kecepatan sekitar 10
tetes/menit. Tujuannya adalah untuk mencapai kontraksi uterus yang baik setiap
2 atau 3 menit, lamanya 45 sampai 60 detik (Oxorn dan forte, 2010)
e) Pecah ketuban
Tindakan
memecah ketuban dilakukan sebagai induksi persalinan dengan menggunakan Klem Kocher
dan percepat persalinan menggunakan oksitosin. Kemudian kaji kembali kemajuan
persalinan dengan periksa dalam 2 jam setelah drip oksitosin dan diharapkan
terbentuk kontraksi yang baik dan kuat.Jika tidak terjadi kemajuan persalinan
dalam beberapa kali pemeriksaan, lahirkan janin melalui sectio caessarea, dan
apabila kemajuan persalinan terjadi, lanjutkan infuse oksitosin dan periksa
kembali setelah dua jam, dan lanjutkan mengikuti persalinan secara cermat
(Yulianti dan Pamilih, 2005).
C.
PATOFISIOLOGI
Tidak ada pembukaan servik alaupun didapatkan
kontraksi uterus yang adekuat, pembukaan servik tidak melewati 3 cm sesudah 8
jam inpartu dan ibu ingin mengejan tetapi tidak ada kemajuan presentasi pada
janin (Suhiroh, 2006).
Partus tak maju merupakan penyulit persalinan dalam
kala I, hal ini terjadi di karenakan adanya 2 faktor yaitu faktor ibu dan
faktor janin, dimana dari faktor ibu adanya penyempitan pintu tengah panggul
yang berbentuk android, tidak adanya penurunan kepala serta putaran paksi yang
disebabkan karena disproporsi antara panggul dan janin, kontraksi uterus yang
tidak adekuat sehingga menghambat kemajuan pembukaan.Dari faktor janin yang
ditimbulkan yaitu adanya kelainan posisi seperti Posisi Oksipitalis Posterior Persisten
atau ubun – ubun kecil janin melintang, presentasi dahi serta berat janin yang
melebihi dari normal >4250 – 4500 (Oxorn dan Forte, 2010).
D.
PENGARUH PARTUS TAK MAJU
1.
Pada Bayi
a.
Perubahan-perubahan
tulang-tulang kranium dan kulit kepala
Akibat tekanan dari tulang-tulang pelvis, kaput
suksedaneum yang besar atau pembengkakan kulit kepala sering kali terbentuk
pada bagian kepala yang paling dependen dan molase (tumpang tindih
tulang-tulang kranium) pada kranium janin mengakibatkan perubahan pada bentuk
kepala.10 Selain itu dapat terjadi sefalhematoma atau penggumpalan darah di
bawah batas tulang kranium, terjadi setelah lahir dan dapat membesar setelah
lahir.
b.
Kematian
Janin
Jika partus tak maju dibiarkan berlangsung lebih dari
24 jam maka dapat mengakibatkan kematian janin yang disebabkan oleh tekanan
yang berlebihan pada plasenta dan korda umbilikus. Janin yang mati, belum
keluar dari rahim selama 4-5 minggu mengakibatkan pembusukan sehingga dapat
mencetuskan terjadinya koagulasi intravaskuler diseminata (KID) keadaan ini dapat
mengakibatkan hemoragi, syok dan kematian pada maternal.
E. TANDA PARTUS TAK MAJU
Pada kasus persalinan macet/tidak maju akan ditemukan tanda-tanda kelelahan
fisik dan mental yang dapat diobservasi dengan :
1.
Dehidrasi
dan Ketoasidosis (ketonuria, nadi cepat, mulut kering)
2. Demam
3. Nyeri abdomen
4. Syok
a. Nadi cepat
b. Anuria
c. Ekteremitas dingin
d. Kulit pucat
e. Tekanan darah turun
Syok dapat disebabkan oleh ruptur uterus atau sepsis
F. DETERMINAN
1. Host
a. Usia
Usia
reproduksi yang optimal bagi seorang ibu untuk hamil dan melahirkan adalah
20-35 tahun karena pada usia ini secara fisik dan psikologi ibu sudah cukup
matang dalam menghadapi kehamilan dan persalinan.
Usia <20
tahun organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan dan perkembangan
kejiwaan belum matang sehingga belum siap menjadi ibu dan menerima
kehamilannya. Usia >35 tahun organ reproduksi mengalami perubahan yang
terjadi karena proses menuanya organ kandungan dan jalan lahir kaku atau tidak
lentur lagi.
Selain itu
peningkatan umur seseorang akan mempengaruhi organ yang vital seperti sistim
kardiovaskuler, ginjal dll (pada umur tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu
yang akan memperberat tugas organ-organ tersebut sehingga berisiko mengalami komplikasi
pada ibu dan janin). Sesuai dengan hasil penelitian di Makassar yang dilakukan
oleh Idriyani tahun 2006 dengan menggunakan desain penelitian case control
study menemukan ibu yang mengalami partus tak maju kemungkinan 1,8 kali lebih
besar berumur < 20 tahun dan > 35 tahun dibandingkan umur 20-35 tahun.
b. Paritas
Paritas 1-3
merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 0
dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal yang lebih tinggi.
Lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian maternal.Ibu hamil yang memiliki
paritas 4 kali atau lebih, kemungkinan mengalami gangguan kesehatan, kekendoran
pada dinding perut dan kekendoran dinding rahim sehingga berisiko mengalami
kelainan letak pada janin, persalinan letak lintang, robekan rahim, persalinan
macet dan perdarahan pasca persalinan.
Sesuai
dengan hasil penelitian di Subang Jawa Barat yang dilakukan oleh Olva tahun
2001 dengan menggunakan desain penelitian case control study menemukan
ibu yang mengalami partus tak maju kemungkinan 1,3 kali lebih besar yang
paritasnya 0 dan > 3 dibandingkan paritas 1-3.
c.
Riwayat Persalinan
Persalinan
yang pernah dialami oleh ibu dengan persalinan prematur, seksio caesarea, bayi
lahir mati, persalinan lama, persalinan dengan induksi serta semua persalinan
tidak normal yang dialami ibu merupakan risiko tinggi pada persalinan
berikutnya.10 Sesuai dengan hasil penelitian di Medan yang dilakukan oleh
Sarumpaet tahun 1998-1999 dengan menggunakan desain penelitian case control
study menemukan ibu yang mengalami komplikasi persalinan kemungkinan 7,3 kali
lebih besar mempunyai riwayat persalinan jelek dibandingkan yang tidak
mempunyai riwayat persalinan jelek. Riwayat persalinan jelek pada kasus didapatkan
partus tak maju 24,6%.
d.
Anatomi Tubuh Ibu Melahirkan
Ibu bertubuh
pendek < 150 cm yang biasanya berkaitan dengan malnutrisi dan terjadinya
deformitas panggul merupakan risiko tinggi dalam persalinan, tinggi badan <
150 cm berkaitan dengan kemungkinan panggul sempit. Tinggi badan Ibu < 145
cm terjadi ketidakseimbangan antara luas panggul dan besar kepala janin.
Sebagian
besar kasus partus tak maju disebabkan oleh tulang panggul ibu terlalu sempit
sehingga tidak mudah dilintasi kepala bayi waktu bersalin. Proporsi wanita
dengan rongga panggul yang sempit menurun dengan meningkatnya tinggi badan,
persalinan macet yang disebabkan panggul sempit jarang terjadi pada wanita
tinggi. Penelitian di Nigeria Utara dari seluruh ibu yang mengalami persalinan
macet, proporsi wanita dengan panggul sempit memiliki tinggi badan < 145 cm
sebesar 40%, tinggi badan 150 cm sebesar 14% dan tinggi badan 160 cm sebesar
1%.
e.
Pendidikan
Ibu dengan
pendidikan yang lebih tinggi lebih memperhatikan kesehatannya selama kehamilan
dibandingkan dengan ibu yang tingkat pendidikannya rendah. Pendidikan ibu
merupakan salah satu faktor penting dalam usaha menjaga kesehatan ibu, anak dan
juga keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu semakin meningkat juga
pengetahuan dan kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan kehamilan dan
persalinan sehingga termotivasi untuk melakukan pengawasan kehamilan secara
berkala dan teratur.
2. Agent
a. Mekanik
Partus tak maju disebabkan faktor mekanik pada persalinan yaitu
terhambatnya jalan lahir janin.
b. Passage
Terhambatnya jalan lahir disebabkan ketidakseimbangan bentuk dan ukuran
panggul (passage). Bentuk dan ukuran panggul yang
sempit menghambat jalan lahir janin, panggul yang sempit dipengaruhi faktor
nutrisi dalam pembentukan tulang panggul, penyakit dan cedera pada tulang
panggul.
c. Janin
(Passager)
Besarnya janin (passenger)
d.
Power (kontraksi uterus)
kontraksi uterus (power).
3.
Enviroment
a.
Keadaan Sosial ekonomi
Derajat sosial ekonomi masyarakat akan menunjukan
tingkat kesejahteraan dan kesempatannya dalam menggunakan pelayanan kesehatan.
Jenis pekerjaan ibu maupun suaminya akan mencerminkan keadaan sosial ekonomi
keluarga. Berdasarkan jenis pekerjaan tersebut dapat dilihat kemampuan mereka
terutama dalam pemenuhan makanan bergizi, khususnya bagi ibu hamil, pemenuhan
kebutuhan makanan bergizi sangat berpengaruh terhadap kehamilannya.
Kekurangan gizi dapat berakibat buruk pada ibu dan
anak, misalnya terjadi anemia, keguguran, perdarahan saat hamil. sesudah hamil,
infeksi dan partus macet. Perbedaan pemukiman antara daerah perkotaan dan
pedesaan ternyata mempengaruhi tinggi rendahnya kematian maternal.
Kemiskinan, ketidaktahuan, kebodohan, transportasi
yang sulit, ketidakmampuan membayar pelayanan yang baik, kurangnya fasilitas
pelayanan kesehatan, jarak rumah yang jauh untuk mendapatkan bantuan tenaga
ahli juga mempengaruhi persalinan, kebiasaan kawin muda, kepercayaan masyarakat
dan praktik tradisional, pantangan makanan tertentu pada wanita hamil merupakan
faktor ikut berperan.
b.
Ketersediaan Tenaga Ahli dan Rujukan
Angka kematian maternal yang tinggi disuatu negara
sesungguhnya mencerminkan rendahnya mutu pelayanan. Pelayanan kesehatan
mempunyai peran yang sangat besar dalam kematian materal. Faktor tersebut
meliputi : kurangnya kemudahan untuk pelayanan kesehatan maternal, asuhan medik
yang kurang dan kurangnya tenaga yang terlatih.
Petugas kesehatan yang tidak terlatih untuk mengenali
persalinan macet (partograf tidak digunakan). Kegagalan dalam bertindak
terhadap faktor risiko dan penundaan dalam merujuk ke tingkat pelayanan yang
lebih tinggi (misalnya untuk seksio caesarea) merupakan fakor partus tak maju.
G. KOMPLIKASI
PADA PARTUS TAK MAJU
1. Komplikasi pada ibu
a. Ketuban pecah dini
Apabila pada panggul sempit, pintu atas panggul tidak tertutup dengan
sempurna oleh janin ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil.27 Bila kepala
tertahan pada pintu atas panggul, seluruh tenaga dari uterus diarahkan ke
bagian membran yang menyentuh os internal, akibatnya ketuban pecah dini lebih
mudah terjadi.
b. Pembukaan serviks yang
abnormal
Pembukaan serviks terjadi perlahan-lahan atau tidak sama sekali karena
kepala janin tidak dapat turun dan menekan serviks. Pada saat yang sama, dapat
terjadi edema serviks sehingga kala satu persalinan menjadi lama. Namun
demikian kala satu dapat juga normal atau singkat, jika kemacetan persalinan
terjadi hanya pada pintu bawah panggul. Dalam kasus ini hanya kala dua yang
menjadi lama. Persalinan yang lama menyebabkan ibu mengalami ketoasidosis dan
dehidrasi.
Seksio caesarea perlu dilakukan jika serviks tidak berdilatasi. Sebaliknya,
jika serviks berdilatasi secara memuaskan, maka ini biasanya menunjukan bahwa
kemacetan persalinan telah teratasi dan kelahiran pervaginam mungkin bisa
dilaksanakan (bila tidak ada kemacetan pada pintu bawah panggul).
c. Bahaya ruptur uterus
Ruptur uterus, terjadinya disrupsi dinding uterus, merupakan salah satu
dari kedaruratan obstetrik yang berbahaya dan hasil akhir dari partus tak maju
yang tidak dilakukan intervensi. Ruptur uterus menyebabkan angka kematian ibu
berkisar 3-15% dan angka kematian bayi berkisar 50%.
Bila membran amnion pecah dan cairan amnion mengalir keluar, janin akan
didorong ke segmen bawah rahim melalui kontraksi. Jika kontraksi berlanjut,
segmen bawah rahim akan merengang sehingga menjadi berbahaya menipis dan mudah
ruptur. Namun demikian kelelahan uterus dapat terjadi sebelum segmen bawah
rahim meregang, yang menyebabkan kontraksi menjadi lemah atau berhenti sehingga
ruptur uterus berkurang.
Ruptur uterus lebih sering terjadi pada multipara jarang terjadi, pada
nulipara terutama jika uterus melemah karena jaringan parut akibat riwayat
seksio caesarea. Ruptur uterus menyebabkan hemoragi dan syok, bila tidak
dilakukan penanganan dapat berakibat fatal.
Antisipasi
yang dapat dilakukan apabila terjadi rupture uteri diantaranya yaitu :
1) Lakukan kolaborasi dengan dokter
SpOG
2) Berikan injeksi pethidin 50 mg
untuk melemahkan kontraksi dan mengurangi nyeri
3) Berikan infuse NaCl atau glukosa
untuk mengatasi dehidrasi
4) Berikan infuse cairan kristaloid
atau RL untuk mengganti cairan yang hilang
5) Lakukan transfusi darah
6) Lakukan histerektomi jika
rupture uteri benar-benar terjadi (
Prawirohardjo, 2009).
d. Fistula
Jika kepala janin terhambat cukup lama dalam pelvis maka sebagian kandung
kemih, serviks, vagina, rektum terperangkap diantara kepala janin dan
tulang-tulang pelvis mendapat tekanan yang berlebihan. Akibat kerusakan
sirkulasi, oksigenisasi pada jaringan-jaringan ini menjadi tidak adekuat
sehingga terjadi nekrosis, yang dalam beberapa hari diikuti dengan pembentukan
fistula.
Fistula dapat berubah vesiko-vaginal (diantara kandung kemih dan vagina),
vesiko-servikal (diantara kandung kemih dan serviks) atau rekto-vaginal (berada
diantara rektum dan vagina). Fistula umumnya terbentuk setelah kala II
persalinan yang sangat lama dan biasanya terjadi pada nulipara, terutama di
negara-negara yang kehamilan para wanitanya dimulai pada usia dini.
e.
Infeksi
intrapartum
Bahaya yang
serius akan mengancam ibu dan bayi apalagi jika ketuban sudah pecah, bakteri
didalam cairan amnion akan menembus desidua serta pembuluh korion sehingga akan
terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin, ini
terjadi karena akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
f.
Sepsis
puerferalis
Sepsis puerferalis adalah infeksi pada traktus genetalia yang dapat terjadi
setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42
hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat gejala-gejala : nyeri
pelvis, demam 38,50c atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja cairan
vagina yang abnormal, berbau busuk dan keterlambatan dalam kecepatan penurunan
ukuran uterus.
Infeksi merupakan bagian serius lain bagi ibu dan janinya pada kasus partus
lama dan partu tak maju terutama karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya
infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang-ulang.
2.
Komplikasi
pada Janin
a. Kaput Suksedaneum
Keadaan
ini terjadi akibat
dari panggul yang tidak normal pada saat terjadinya persalinan.
b. Moulase
Penumpukan
tulang kepala akibat terhimpitnya kepala
janin. Ini
terjadi akibat tekanan his yang kuat, lempeng – lempeng tulang tengkorak saling
bertumpang tindih satu sama yang lain di sutura – sutura besar (Cunningham Dkk,
2005).
c. Cedera
Fetal distress atau gawat janin adalah ditemukannya
denyut jantung janin di atas 160/menit atau di bawah 100/menit, denyut jantung
tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang kental pada awal persalinan.
d. Kematian janin dalam kandungan
(IUFD).
Tindakan
antisipasi yang
dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut diatas adalah dengan persalinan perabdominal jika
persalinan pervaginam tidak terjadi secara aktif (Prawirohardjo, 2009).
e. Asfiksia
Akibat partus tak maju atau partus
lama dikarenakan adanya gangguan pada uteroplacental selama kontraksi rahim
yang lama dan kuat. Penanganan yang bisa dilakukan apabila terjadi asfiksia
yaitu lakukan resusitasi pada janin (Oxorn dan William, 2010).
H.
INTERVENSI ASUHAN PARTUS TAK MAJU
Asuhan
kebidanan yang seharusnya dilakukan untuk mencegah kemungkinan terburuk dari
pertus tak maju adalah:
1. Melakukan
pengawsan dengan tepat sesuai dengan prosedur pelaksanaan.
2. Menemukan
sedini mungkin keadaan diagnosis partus tak maju dari pencatatan pada
partograft
3. Miringkan ibu ke sebelah kiri
untuk memperbaiki sirkulasi plasenta
4. Beri
ibu oksigen sesuai kebutuhan pencegahan terjadinya hipoksia janin yang dapat
menyebabkan asfiksia intra uteri dan asfiksia newborn/bayi baru lahir. Beri ibu oksigen dengan kecepatan
6-8 liter/menit dengan tujuan untuk membantu memperlancar pertukaran sirkulasi
udara dari plasenta ke janin.
5. Melakukan kolaborasi dengan
dokter SpOG
Lakukan
segera kolaborasi dengan dokter SpOg agarmendapatkan program :
a. Persalinan secara pervaginam
dengan cara melakukan induksi persalinan menggunakan oksitosin atau misoprostol
(dosis misoprostol 25 μg pervaginam setiap 6 jam)
b. Dan
atau tindakan operasi section caesaaria segera jika keadaan menunjukan
kegawatan janin.
6. Melakukan kolaborasi dengan
dokter spesialis anak
Lakukan
segera kolaborasi dengan dokter anak, apabla ditemukan keadaan:
a. Keagawatan
janin pada pada proses persalinan
b. Dapat
dimungkinakan akan terjadinya asfiksia neonatorum karena proses persalinan yang
jelek dan atau karena keadaan hipolsia intra uteri.
c. Lakukan
tindakan kolaborasi ini sebelum bayi dilahirkan
7. Hadirkan
dokter spesialis anak pada saat proses persalinan
8. Hadirkan
tenaga terlatih resusitasi neonatus pada saat terjadinya persalinan sdengan kemungkinan
terjadinya kegawatan janin.
I.
PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat
agar tetap sehat atau tidak sakit.
Untuk menghindari risiko partus tak maju dapat dilakukan dengan:
a.
Memberikan
informasi bagi ibu dan suaminya tentang tanda bahaya selama kehamilan dan
persalinan.
b. Pendidikan kesehatan reproduksi sedini mungkin kepada
wanita usia reproduksi pra-nikah.
c. Meningkatkan program keluarga berencana bagi ibu usia
reproduksi yang sudah berkeluarga.
d. Memperbaiki perilaku diet dan peningkatan gizi.
e. Antenatal Care dengan yang teratur untuk mendeteksi dini kelainan pada ibu hamil terutama
risiko tinggi
f. Mengukur tinggi badan dan melakukan pemeriksaan
panggul pada primigravida.
g. Mengajurkan untuk melakukan senam hamil.
h. Peningkatan pelayanan medik gawat darurat.
i.
Menyediakan
sarana transportasi dan komunikasi bagi ibu-ibu yang melahirkan dirumah (Maternity
Waiting Home) apabila terjadi komplikasi, sehingga harus di rujuk ke
fasilitas yang lebih baik.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan
yang tepat untuk mencegah timbulnya komplikasi, yaitu :
Diagnosis dini partus tak maju meliputi:
a.
Pemeriksaan Abdomen
Tanda-tanda
partus tak maju dapat diketahui melalui pemeriksaan abdomen sebagai berikut :
1) Kepala janin dapat diraba diatas rongga pelviss karena
kepala tidak dapat turun
2) Kontraksi uterus sering dan kuat (tetapi jika seorang
ibu mengalami kontraksi yang lama dalam persalinanya maka kontraksi dapat
berhenti karena kelelahan uterus)
3) Uterus dapat mengalami kontraksi tetanik dan bermolase
(kontraksi uterus bertumpang tindih) ketat disekeliling janin.
4) Cincin Band/Bandles ring
Cincin ini
ialah nama yang diberikan pada daerah diantara segmen atas dan segmen bawah
uterus yang dapat dilihat dan diraba selama persalinan. Dalam persalinan
normal, daerah ini disebut cincin retraksi. Secara normal daerah ini seharusnya
tidak terlihat atau teraba pada pemeriksaan abdomen, cincin bandl adalah tanda
akhir dari persalinan tidak maju. Bentuk uterus seperti kulit kacang dan
palpasi akan memastikan tanda-tanda yang terlihat pada waktu observasi.
b. Pemeriksaan Vagina
Tanda-tandanya sebagai berikut :
1) Bau busuk dari drainase mekonium
2) Cairan amniotik sudah keluar
3) Kateterisasi akan menghasilkan urine pekat yang dapt
mengandung mekonium atau darah
4) Pemeriksaan vagina
Edema vulva (terutama jika ibu telah
lama mengedan), vagina panas dan mengering karena dehidrasi, pembukaan serviks
tidak komplit. Kaput suksedaneum yang besar dapat diraba dan penyebab
persalinan macet antara lain kepala sulit bermolase akibat terhambat di pelvis,
presentasi bahu dan lengan prolaps.
c. Penggunaan Pencatatan Partograf
Persalinan macet dapat juga diketahui jika pencatatan pada partograf
menunjukan :
1) Kala I persalinan lama (fase aktif) disertai kemacetan
sekunder
2) Kala II yang lama
Pada keadaan kala II lama,
dapat menimbulkan gawat janin, yang
ditandai dengan:
a) Frekuensi jantung janin < dari 120 permenit.
b) Bau busuk
dari drainase mekonium.
c)
Frekuensi jantung janin normal 120-160
permenit.
3) Pembukaan serviks yang buruk
Walaupun kontraksi uterus yang kuat, tetapi
tidak terjadi kemajuan pembukaan serviks uteri.
Pada keadaan partus tak maju yang dapat dideteksi dengan pencegarahan
sekunder, sebaiknya dilakukan penanganan secepat
mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi, partus tak maju berisiko
mengalami infeksi sampai ruptur uterus dan biasanya ditangani dengan tindakan
bedah, seksio caesarea, ekstraksi cunam atau vacum oleh sebab itu harus dirujuk
kerumah sakit.
d.
Pencegahan Tersier
Pencegahan
tersier dilakukan dengan mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat dan
kematian, maka sebaiknya dilakukan asuhan kebidanan berupa asuhan:
1) Rehidrasikan pasien untuk mempertahankan volume plasma
normal dan menangani dehidrasi, ketosis dengan memberikan natrium laktat 1
liter dan dekstrosa 5% 1-2 liter dalam 6 jam.
2) Pemberiaan antibiotik untuk mencegah sepsis puerperalis
dan perawatan intensif setelah melahirkan.
J.
LANDASAN HUKUM BIDAN DALAM TATALAKSANA PARTUS TAK MAJU
1.
Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007.
Berdasarkan Kompetensi ke-4 dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 hukum kewenangan
bidan dalam memberikan pertolongan pada partus tak maju boleh melakukan
tindakan :
a. Proses pemeriksaan penurunan
janin melalui pelvic selama persalinan dan kelahiran
b.
Memberikan
suntikan intramuskuler meliputi :uterotonika, antibiotik dan sedative.
c.
Indikasi
tindakan kedaruratan kebidanan seperti distosia bahu, asfiksia neonatal,
retensio plasenta, perdarahan karena Antonia uteri, dan mengatasi renjatan.
d.
Mencatat
waktu dan mengkaji kontraksi uterus (lama, kekuatan dan frekuensi).
e.
Melakukan
pemeriksaan panggul (pemeriksaan dalam) secara lengkap dan akurat meliputi
pembukaan, penurunan kepala, bagian terendah, presentasi posisi keadaan
ketuban, dan proporsi panggul dengan bayi.
f.
Melakukan
pemantauan persalinan dengan menggunakan partograf.
g.
Mengidentifikasi
secara dini kemungkinan pola persalinan abnormal dan kegawat daruratan dengan
intervensi yang sesuai dan atau melakukan rujukan dengan tepat waktu.
h.
Melakukan
amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm sesuai dengan indikasi.
i.
Memasang
infus, mengambil darah untuk pemeriksaan hemoglobin (HB) dan hematrokit (HT).
j.
Memeriksa
robekan vagina, serviks dan perineum.
k.
Memberikan
pertolongan persalinan abnormal : letak sungsang, partus macet kepala di dasar
panggul, ketuban pecah dini tanpa infeksi, posterm dan preterm.
l.
Memindahkan
ibu untuk tindakan tambahan / kegawat daruratan dengan tepat waktu sesuai
dengan indikasi.
m.
Memberikan
oksitosin dengan tepat waktu untuk induksi dan akselerasi persalinan dan
penanganan perdarahan post partum.
2.
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin
dan penyelenggaraan praktik bidan pada Pasal
10.
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 berwenang untuk :
a.
Episiotomy
b. Penjahitan luka jalan lahir
tingkat 1 dan 2
c. Penanganan kegawat – daruratan,
dilanjutkan dengan perujukan
d. Pemberian tablet Fe pada ibu
hamil
e. Pemberian vitamin A dosis tinggi
pada ibu nifas
f.
Fasilitas/
bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu eksklusif
g. Pemberian uterotonika manajemen
aktif kala tiga pada postpartum
h. Penyuluhan dan konseling
i.
Bimbingan
pada kelompok ibu hamil
j.
Pemberian
surat keterangan kematian dan
k. Pemberian surat keterangan cuti
bersalin
Berdasarkan Hukum Kewenangan Bidan yang diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010
dengan indikasi partus tak maju bidan boleh melakukan pertolongan pada huruf c
yaitu penanganan kegawat daruratan yang dilanjutkan dengan perujukan, dan pada
huruf g yaitu pemberian uterotonika manajemen aktif kala III pada postpartum.
K. KEPUSTAKAAN
1.
Depkes RI. (2007) Asuhan Persalinan Bersih dan Aman, Jakarta:
Depkes RI.
2.
Depkes RI. (2004) Maternal Neonatal Health, Jakarta: Depkes
RI.
3.
Depkes RI. (2006) Pedoman Sistem Rujukan Maternal dan
Neonatal, Jakarta:
4.
Depkes RI. (2001). Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy
Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010, Jakarta.
5.
DepKes RI (2002). Program Safe Motherhood di Indonesia,
Jakarta.
6.
Depkes RI (2006) Pelatihan Manajemen Kinerja Klinik Perwat
dan Bidan. PUSDIKLAT SDM Kesehatan Jakarta.
7.
Hadijono, S (2005) Pedoman Managemen Pelayanan Obstetri
NeonatalEmergency Komperehensif 24 jam di Tingkat kabupaten/ Kota, Jakarta:
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI.
No comments:
Post a Comment