A. PENGERTIAN
1. Definisi Kehamilan Lewat waktu (PosT Term) adalah
kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu Lengkap. ( ILmu
kebidanan: hal 317).
2. Postmatur menunjukan atau menggambarkan kaadaan janin
yang lahir telah melampauhi batas waktu persalinannya, sehingga dapat menyebabkan
beberapa komplikas. (Buku Pengantar Kuliah Obsetri: hal
450)
3. Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah
294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah
ovulasi. Istilah lewat bulan ( postdate) digunakan karena tidak menyatakan
secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. ( Varney
Helen,2007)
4. Kehamilan postmatur disebut juga
kehamilan serotinus, adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294)
atau lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir (Prawirohardjo, 2008)
B. ETIOLOGI
Etiologi
menurut Nwosu dkk factor-faktor yg menyebabkan post matur hingga stress, sehingga tidak timbulnya His Kurangnya air
ketuban Insufisiensi plasenta ( ILmu Kebidanan: hal.318). Namun ada juga yang
berpendapat Etiologinya masih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalah
hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah
cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang ( Mochtar,
Rustam, 1999).
Diduga
adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air
ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan
lewat waktu. Beberapa teori
yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan postmatur
sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan.
Beberapa teori diajukan antara
lain:
1. Pengaruh progesterone
Penurunan progesterone dalam
kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam
memacu proses biomolekular pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus
terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan
postmatur adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesterone.
2. Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi
persalinan pada kehamilan postmatur memberikan kesan atau dipercaya bahwa
oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam persalinan dan
pelepasan oksitosin dari neurohipofise ibu hamil yang kurang pada usia
kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan.
3. Teori kortisol
Dalam teori ini diajukan bahwa
sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat
peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan
mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar
sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin.
Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan
tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin
tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
4. Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis
dari pleksus frankenhauser akan membangkitan kontraksi uterus. Pada keadaan
dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kehamilan letak, tali
pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab
terjadinya kehamilan postmatur.
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa
seorang ibu yang pernah mengalami kehamilan postmatur mempunyai kecendrungan
untuk melahirkan kehamilan lewat bulan di kehamilan berikutnya.
(Mogren,1999) seperti dikutip Cunningham,
menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postmatur saat
melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan
mengalami kehamilan postmatur.
Selain itu juga terjadinya kehamilan sirotinus antara
lain:
1.
Hipoplasia
hipofise
2.
Anensefalus
3.
Devisiensi
enzim sulfarase plasenta
4.
Hormon
estriol yang rendah
C. TANDA DAN GEJALA.
Tanda bayi Postmatur (Manuaba,
Ida Bagus Gde, 1998)
1.
Biasanya
lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram)
2.
Tulang
dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
3.
Rambut
lanugo hilang atau sangat kurang
4.
Verniks
kaseosa di bidan kurang
5.
Kuku-kuku
panjang
6.
Rambut
kepala agak tebal
7.
Kulit
agak pucat dengan deskuamasi epitel
D. PATOFISIOLOGI
Fungsi plasenta memuncak pada usia
kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari
menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri
spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi
untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin
Sirkulasi uteroplasenta berkurang
sampai 50%.Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi.
Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko
kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55%
intrapartum, 15% postpartum.
E. PENGARUH PADA KEHAMILAN,
PERSALINAN DAN NIFAS
1. Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan :
a. Distosis karena aksi uterus tidak terkoordinir
b. Janin besar
c. Moulding kepala kurang.
Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan
letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan
menaikan angka mordibitas dan mortalitas.
2. Terhadap janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu
tiga kali lebih besar dari kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan
menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi: berat
badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang, sesudah
kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.
F. DIAGNOSA
Tidak
jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis kehamilan
postmatur karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan
terhadap kondisi kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan
postmatur merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Dalam menentukan diagnosis
kehamilan postmatur disamping dari riwayat haid, sebaiknya dilihat pula hasil
pemeriksaaan antenatal.
1. Riwayat haid
Diagnosis
kehamilan postmatur tidak sulit untuk ditegakkan bilamana hari pertama haid
terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti.
Untuk
riawayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan beberapa kriteria diantaranya:
a.
Penderita
harus yakin betul dengan HPHT
b.
Siklus
28 hari dan teratur
c.
Tidak
minum pil antihamil setidaknya 3 bulan
Dengan mengetahui hari pertama menstruasi maka kita
akan dapat menentukan:
a. Perhitungan kemungkinan waktu persalinan menurut Naegle.
b.
Menggunakan
ultrasonografi untuk memperkirakan berat, waktu persalinan, menentukan biofisik
profil janin, kesejahteraan intraureti. USG, Ukuran diameter bipariental,
gerakan janin dan jumlah air ketuban
c.
Pemeriksaan
rontgenologik, dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada bagian distal femur,
bagian proksimal tibia, tulang kuboid, diameter bipariental 9,8 cm atau lebih.
d.
Pemeriksaan
sitologik air ketuban :
Air ketuban diambil dengan amniosentesis, baik
transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan bercampur lemak dari
sel-sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36
minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru nil maka sel-sel
yang mengandung lemak akan berwarna jingga. Bila :
1)
Melebihi 10%
: kehamilan di atas 36 minggu
2) Melebihi 50% : kehamilan di atas 39 minggu
Amnioskopi :
melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya karena dikeruhi
mekonium.
e.
Kardiotografi : mengawasi dan membaca DJJ, karena
insufiensi plasenta.
Selanjutnya
diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus neagle. Berdasarkan
riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan postmatur
kemungkinan adalah sebagai berikut:
1)
Terjadi
kesalahan dalam menentukan tanggal haid
terakhir atau akibat menstruasi abnormal
2)
Tanggal
haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi
3)
Tidak
dan kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung lewat
bulan.
2.
Riwayat
pemeriksaan antenatal
a.
Tes
kehamilan. Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik sesudah terlambat 2
minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu.
b.
Gerak
janin. Pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18-20 minggu. Pada
primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu sedangkan pada
multigravida pada usia kehamilan 16minggu. Petunjuk umum untuk menentukan
persalinan adalah quickening ditambah 22 minggu pada primigravida atau ditambah
24 minggu pada multigravida.
c.
Denyut
Jantung Janin. Dengan Laennec Djj dapat didengar mulai kehamilan 18-20 minggu.
Sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan 10-12 minggu.
3.
Tinggi
Fundus Uteri
Dalam trimester pertama
pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter dapat bermanfaat bila
dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu tinggi
fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.
4.
USG
Ketetapan usia gestasi sebaiknya
mengacu pada hasil pemeriksaan USG pada trimester pertama. Kesalahan
perhitungan dengan rumus naeggle dapat mencapai 20%, bila telah dilakukan
pemeriksaan USG serial terutama sejak trimester pertama, hampir dapat
dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala
tungging (crown-rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari
taksiran partus.
5.
Pemeriksaan
radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan
melihat pusat penulangan. Gambaran epifise femur bagian distal paling dini
dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifise tibia proksimal terlihat
setelah umur kehamilan 36 mingu, epifise kuboid pada kehamilan 40 minggu. Cara
ini sekarang jarang dipakai selain karena dalam pengenalan pusat penulangan
seringkali sulit, juga pengaruh radiologic yang kurang baik terhadap janin.
6.
Pemeriksaan
sitologik air ketuban
Air ketuban diambil dengan
amniosentesis, baik transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan
bercampur lemak dari sel-sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan
mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat
biru nila maka sel-sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga.
Bila :
Melebihi 10% : kehamilan di atas
36 minggu
Melebihi 50% : kehamilan di atas
39 minggu
- Amnioskopi
: melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya karena dikeruhi
mekonium.
- Kardiotografi
: mengawasi dan membaca DJJ, karena insufiensi plasenta
- Uji
Oksitosin (stress test) : yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi
reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang
baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.
10. Pemeriksaan kadar estriol dalam
urin
11. Pemeriksaan PH darah kepala janin
12. Pemeriksaan sitologi vagina
G.
PERMASALAHAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU
Perubahan
pada plasenta adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran
CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim.
Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan
:
1.
Pertumbuhan
janin makin lambat
2.
Terjadi
perubahan metabolisme janin
3.
Air
ketuban berkurang dan makin kental
4.
Sebagian
janin bertambah berat, sehingga memerlukan tindakan operasi persalinan
5.
Berkurangnya
nutrisi dan O2 ke janin
Hal inilah pemicu timbulnya asfiksia dan setiap saat dapat
meninggal dalam rahim. (Manuaba, 1998). Disfungsi plasenta merupakan
faktor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan postmatur dan meningkatnya
resiko pada janin. Penurunan fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan
kadar estriol dan plasental laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasental
laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berikut
6.
Penimbunan
kalsium.
Pada
kehamilan postmatur terjadi peningkatan penimbunan kalsium pada plasenta. Hal
ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin intrauterine yang
dapat meningkat sampai 2-4 kali lipat. Timbunan kalsium plasenta meningkat
sesuai dengan progresivitas degenari plasenta. Namun beberapa vili mungkin
mengalami degenarasi tanpa mengalami klasifikasi
7.
Selaput
vaskulosinisisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang, keadaan ini
dapat menurunkan mekanisme transport plasenta.
8.
Terjadi
proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid,
fibrosis, thrombosis intervili, dan infark vili.
9.
Perubahan
biokimia.
Adanya
insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta dan kadar DNA dibawah
normal, sedangkan konsentrasi RNA meningkat. Transpor kalsium tidak terganggu,
aliran natrium, kalium, dan glukosa menuru. Pengangkutan bahan dengan berat
molekul tinggi seperti asam amino, lemak, dan gama globulin biasanya mengalami
mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin
intrauterine.
H.
PENGARUH SEROTINUS
1.
Pengaruh
pada janin
Pengaruh
kehamilan postmatur terhadap janin sampai saat ini masih diperdebatkan.
Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postmatur menambah bahaya pada janin.
Sedangkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya kehamilan postmatur
terhadap janin terlalu dilebihkan. Kiranya kebenaran terletak diantara
keduanya. Fungsi plasenta mencapai puncak pada kehamilan 38 minggu dan kemudian
mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan
penurunan kadar estriol dan plasental laktogen.
Rendahnya
fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan risiko
3kali. Akibat dari proses penuaan plasenta, pasokan makanan dan oksigen akan
menurun disamping adanya spasme arteri spiralis. Sirkulasi uteroplasenter akan
berkurang dengan 50% menjasi hanya 250 ml/menit.
Beberapa pengaruh kehamilan
postmatur terhadap janin antara lain sebagai berikut:
a.
Berat
janin.
Bila
terjadi perubahan anatomik yang besar pada plaseta, maka terjadi penurunan
berat janin. Dari penelitian vorcherr tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata
pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu.
Namun, seringkali pula plsenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat
janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya usia kehamilan. Zwerdling
menyatakan bahwa rata-rata berat janin lebih dari 3600 gram sebesar 44,5 % pada
kehamilan postmatur, sedangkan pada kehamilan genap bulan sebesar 30,6 %.
Rissiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan
postmatur meningkat 2-4 kali lebih besar dari kehamilan term.
b.
Sindroma
postmaturitas.
Dapat
dikenali pada neonatus dengan ditemukannya beberapa tanda seperti gangguan
pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas (hilangnya lemak
subkutan), kuku tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak lebih keras,
hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, maserasi kulit terutama daerah lipatan
pahadan genitalia luar, warna cokelat kehijauan atau kekuningan pada kulit dan
tali pusat, muka tampak menderita, dan rambut kepala banyak dan teball. Tidak
seluruh neonatus kehamilan postmatur menunjukan tanda postmaturitas tergantung
fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-20% neonatus dengan tanda
postmaturitas pada kehamilan postmatur.
Berdasarkan
derajat insufisensi plasenta yang terjadi, tanda postmaturitas ini dapat dibagi
dalam 3 stadium, yaitu:
- Stadium I : kulit menunjukan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi
berupa kulit kering, rapuh, dan mudah
mengelupas
- Stadium II : gejala diatas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada
kulit
- Stadium III : disertai pewarnaan kekuningan pada kuku,
kulit, dan tali pusat
c.
Gawat
janin
Gawat janin menunjukan
angka meningkat setelah kehamilan 42 minggu atau lebih, sehingga besar terjadi
intrapartum. Umumnya disebabkan oleh:
d.
Makrosomia
Volume bay yang besar mudah menyebabkan terjadinya distosia
pada persalinan, fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai kematian bayi.
e.
Insufisiensi
plasenta
Terjadi karena fungsi plasenta telah berkurang. Dengan
berkurangnya fungsi ploasenta, maka berkuran gpua pemenhan kebuthan pertumbuhan
plasenta dan janin sehinggan dapat dengan mudah berakibat:
1)
Pertumbuhan
janin terhambat
2)
Oligohidramnion
terjadi kompresi tali pusat, keluar mekonium yang kental, perubahan abnormal
jantung janin
3)
Hipoksia
janin
4)
Keluarnya
mekonium yang berakibat dapat terjadi aspirasi mekonium pada janin
f.
Cacat
bawaan
2.
Pengaruh
pada ibu
a.
Morbiditas/
mortalitas ibu
Dapat meningkat sebagai akibat
dari makrosomia janin dan tukang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan
terjadi distosia persalinan, incordinate uterine action, partus lama,
meningkatkan tindakan obstetrik dan persalinan traumatis/perdarahan postpartum
akibat bayi besar.
b.
Aspek
emosi
Ibu dan keluarga menjadi cemas
bilamana kehamilan berlangsung melewati taksiran persalinan.
I.
PENGELOLAAN
Pengelolaan
kehamilan postmatur sampai
saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan kehamilan
postmatur. Beberapa kontroversi dalam pengelolaan kehamilan postmatur, antara
lain adalah:
1.
Ekspektatif.
Apakah sebaiknya dilakukan
pengelolaan secara aktif adalah dilakukan induksi setelah ditegakkan diagnosis
postmatur ataukah sebaiknya dilakukan pengelolaan ekspektatif/menunggu.
Pengelolaan ekspektatif: didasarkan pandangan bahwa persalinan anjuran yang
dilakukan semata-mata atas dasar postmatur mempunyai risiko/ komplikasi cukup
besar terutama risiko persalinan operatif sehingga dianjurkan untuk melakukan
pengawasan serius terhadap kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun
biokimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi
untuk mengakhiri kehamilan.
2. Aktif
a. Bila dilakukan pengelolaan aktif,
apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu.
b. Pengelolaan aktif dengan
melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu untuk
memperkecil risiko janin.
Sebelum
mengambil salah satu langkah
diatas, beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kehamilan postmatur adalah sebagai
berikut:
a. Menentukan apakah kehamilan
memang telah berlangsung lewat bulan atau bukan. Dengan demikian,
penatalaksanaan ditujukan kepada dua variasi dari postmatur ini.
b. Identifikasi keadaan janin
1) Pemeriksaan kardiotokografi
seperti nonstress test (NST) dan contraction stress test dapat mengetahui
keadaan janin sebagai reaksi terhadap gerak janin atau kontraksi uterus.
2)
Beberapa
pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan kadar estriol
3)
Gerakan
janin
4) Amnioskopi
c.
Periksa
kematangan serviks dengan skor bishop.
1)
Karena
sebagian kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera dilaksanakan
baik pada usia 41 minggu maupun 42 minggu bilamana serviks telah matang. Pada
umumnya penatalaksanaan sudah dmulai sejak umur kehamilan mencapai 41 minggu
dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan bertambahnya umur
kehamilan, maka dapat terjadi keadaan yang kurang menguntungkan, seperti janin
tumbuh semakin besar atau sebaliknya. Terjadi kemunduran fungsi plasenta dan
oligohidramnion. Kematian janin neonatus meningkat 5-7% pada persalinan 42
minggu atau lebih.
2)
Bila
serviks belum matang perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan
tidak diakhiri:
a)
NST
dan penilaian kantong amnion. Bila keduanya normal maka kehamilan dapat
dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu 2 kali
b)
Bila
ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertical atau indeks
cairan amnion <5) atau dijumpai deselerasi variable pada NST, maka dilakukan
induksi persalinan
c)
Bila
volume cairan amnion normal dan NST tidak reakti, tes pada kontraksi harus
dilakukan.
d)
Keadaan
serviks harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien dan kehamilan dapat
diakhiri bila serviks matang
3)
Kehamilan
lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.
Pengelolaan selama persalinan
Pemantauan yang baik terhadap ibu
dan kesejahteraan janin.
a) Hindari pengguanaan obat penenang
atau analgetik selama persalinan
b) Awasi jalannya persalinan
c) Persiapan O2 dan bedah sesar bila
sewaktu-waktu terjadi kegawatan janin
d) Cegah terjadinya aspirasi
mekonium dengan segera meresusitasi sesua prosedur pada janin dengan cairan
ketuban bercampur mekonium
e) Segera setelah lahir, bayi harus
segera diperiksa terhadap kemungkinan hipoglikemia, hipovolumik, hipotermi, dan
polisitemia
f) Pengawasan ketat terhadap
neonatus dengan tanda-tanda postmatur
g)
Hati-hati
kemungkinan terjadinya distosia bahu
J. ASUHAN
KEBIDANAN
Sikap bidan dalam penanganan
kehamilan lewat waktu
1. Bidan sebaiknya melakukan
pengawasan kehamilan dapat diperkirakan bahwa kehamilan lewat waktu dengan:
a. Anamnesa
1) Kehamilan belum lahir melewati
waktu 42 minggu
2) Gerak janinnya makin berkurang
dan kadang-kadang berhenti sama sekali.
3) Hasil anamnesa penderita perlu
diperhatikan sebagai dasar permulaan
b.
Hasil
pemeriksaan
Hasil pemeriksaan dapat dijumpai
:
1)
Berat
badan ibu mendatar atau menurun
2)
Air
ketuban terasa berkurang
3)
Gerak
janin menurun
c.
Bagaimana
sikap bidan
1)
Konsultasi
dengan dokter
2)
Menganjurkan
untuk melakukan persalinan di RS
3)
Penderita
dirujuk ke RS untuk mendapat pertolongan yang adekuat
K. KEPUSTAKAAN
1.
Azwar,
A. (1996) Pengantar Administrasi Kesehatan; edisi ketiga, Jakarta, Bina Aksara.
2.
Azwar
A (1996). Peran Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan Ibu di Indonesia. Temu
Nasional JNPK-KR. Semarang.
3.
Deborah,
M. (1991) SafeMotherhood program. Options and issues. Centre for population and
Family Health, New York: Columbia University.
4.
Depkes
RI. (2007) Asuhan Persalinan Bersih dan Aman, Jakarta: Depkes RI.
5.
Depkes
RI. (2006) Pedoman Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal, Jakarta:
6.
Depkes
RI. (2001). Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia
2001-2010, Jakarta.
7.
DepKes
RI (2002). Program Safe Motherhood di Indonesia, Jakarta.
8.
Depkes
RI (2006) Pelatihan Manajemen Kinerja Klinik Perwat dan Bidan. PUSDIKLAT SDM
Kesehatan Jakarta.
9.
Hadijono,
S (2005) Pedoman Managemen Pelayanan Obstetri NeonatalEmergency Komperehensif
24 jam di Tingkat kabupaten/ Kota, Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik Depkes RI.
No comments:
Post a Comment