truth


counters

nama

Sunday 31 May 2015

Askeb Kehamilan: Serotinus



A.     PENGERTIAN
1.      Definisi Kehamilan Lewat waktu (PosT Term) adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu Lengkap. ( ILmu kebidanan: hal 317).

2.      Postmatur menunjukan atau menggambarkan kaadaan janin yang lahir telah melampauhi batas waktu persalinannya, sehingga dapat menyebabkan beberapa komplikas. (Buku Pengantar Kuliah Obsetri: hal 450)

3.      Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan ( postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007)

4.      Kehamilan postmatur disebut juga kehamilan serotinus, adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294) atau lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir (Prawirohardjo, 2008)

B.     ETIOLOGI
Etiologi menurut Nwosu dkk factor-faktor yg menyebabkan post matur hingga stress, sehingga tidak timbulnya His Kurangnya air ketuban Insufisiensi plasenta ( ILmu Kebidanan: hal.318). Namun ada juga yang berpendapat Etiologinya masih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalah hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999).
Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu. Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan postmatur sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan.
Beberapa teori diajukan antara lain:
1.      Pengaruh progesterone
Penurunan progesterone dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postmatur adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesterone.





2.      Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postmatur memberikan kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofise ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan.

3.      Teori kortisol
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.

4.      Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan membangkitan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kehamilan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postmatur.

5.      Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang pernah mengalami kehamilan postmatur mempunyai kecendrungan untuk melahirkan kehamilan lewat bulan di kehamilan berikutnya.
(Mogren,1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postmatur saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postmatur.
Selain itu juga terjadinya kehamilan sirotinus antara lain:
1.        Hipoplasia hipofise
2.        Anensefalus
3.        Devisiensi enzim sulfarase plasenta
4.        Hormon estriol yang rendah

C.     TANDA DAN GEJALA.
Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998)
1.   Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram)
2.   Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
3.   Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
4.   Verniks kaseosa di bidan kurang
5.   Kuku-kuku panjang
6.   Rambut kepala agak tebal
7.   Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel

D.     PATOFISIOLOGI
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin
Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum.

E.      PENGARUH PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS
1.      Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan :
a.       Distosis karena aksi uterus tidak terkoordinir
b.      Janin besar
c.       Moulding kepala kurang.
Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikan angka mordibitas dan mortalitas.
2.      Terhadap janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih besar dari kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi: berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.

F.      DIAGNOSA
Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis kehamilan postmatur karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap kondisi kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan postmatur merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Dalam menentukan diagnosis kehamilan postmatur disamping dari riwayat haid, sebaiknya dilihat pula hasil pemeriksaaan antenatal.


1.      Riwayat haid
Diagnosis kehamilan postmatur tidak sulit untuk ditegakkan bilamana hari pertama haid terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti.
Untuk riawayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan beberapa kriteria diantaranya:
a.       Penderita harus yakin betul dengan HPHT
b.      Siklus 28 hari dan teratur
c.       Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan

Dengan mengetahui hari pertama menstruasi maka kita akan dapat menentukan:
a.   Perhitungan kemungkinan waktu persalinan menurut Naegle.
b.   Menggunakan ultrasonografi untuk memperkirakan berat, waktu persalinan, menentukan biofisik profil janin, kesejahteraan intraureti. USG, Ukuran diameter bipariental, gerakan janin dan jumlah air ketuban
c.   Pemeriksaan rontgenologik, dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada bagian distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid, diameter bipariental 9,8 cm atau lebih.
d.   Pemeriksaan sitologik air ketuban :
Air ketuban diambil dengan amniosentesis, baik transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan bercampur lemak dari sel-sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru nil maka sel-sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga. Bila :
1)      Melebihi 10% : kehamilan di atas 36 minggu
2)      Melebihi 50% : kehamilan di atas 39 minggu
Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya karena dikeruhi mekonium.
e.   Kardiotografi : mengawasi dan membaca DJJ, karena insufiensi plasenta.
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus neagle. Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan postmatur kemungkinan adalah sebagai berikut:
1)    Terjadi kesalahan dalam  menentukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi abnormal
2)    Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi
3)    Tidak dan kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung lewat bulan.
2.      Riwayat pemeriksaan antenatal
a.       Tes kehamilan. Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik sesudah terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu.
b.      Gerak janin. Pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18-20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu sedangkan pada multigravida pada usia kehamilan 16minggu. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan adalah quickening ditambah 22 minggu pada primigravida atau ditambah 24 minggu pada multigravida.
c.       Denyut Jantung Janin. Dengan Laennec Djj dapat didengar mulai kehamilan 18-20 minggu. Sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan 10-12 minggu.
3.      Tinggi Fundus Uteri
Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.
4.      USG
Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan USG pada trimester pertama. Kesalahan perhitungan dengan rumus naeggle dapat mencapai 20%, bila telah dilakukan pemeriksaan USG serial terutama sejak trimester pertama, hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala tungging (crown-rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran partus.
5.      Pemeriksaan radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifise femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifise tibia proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 mingu, epifise kuboid pada kehamilan 40 minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai selain karena dalam pengenalan pusat penulangan seringkali sulit, juga pengaruh radiologic yang kurang baik terhadap janin.
6.      Pemeriksaan sitologik air ketuban
Air ketuban diambil dengan amniosentesis, baik transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan bercampur lemak dari sel-sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru nila maka sel-sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga.
Bila :
Melebihi 10% : kehamilan di atas 36 minggu
Melebihi 50% : kehamilan di atas 39 minggu
  1. Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya karena dikeruhi mekonium.
  2. Kardiotografi : mengawasi dan membaca DJJ, karena insufiensi plasenta
  3. Uji Oksitosin (stress test) : yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.
10.       Pemeriksaan kadar estriol dalam urin
11.       Pemeriksaan PH darah kepala janin
12.       Pemeriksaan sitologi vagina





G.     PERMASALAHAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU
Perubahan pada plasenta adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :
1.    Pertumbuhan janin makin lambat
2.    Terjadi perubahan metabolisme janin
3.    Air ketuban berkurang dan makin kental
4.    Sebagian janin bertambah berat, sehingga memerlukan tindakan operasi persalinan
5.    Berkurangnya nutrisi dan O2 ke janin
Hal inilah pemicu timbulnya asfiksia dan setiap saat dapat meninggal dalam rahim. (Manuaba, 1998). Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan postmatur dan meningkatnya resiko pada janin. Penurunan fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasental laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berikut
6.    Penimbunan kalsium.
Pada kehamilan postmatur terjadi peningkatan penimbunan kalsium pada plasenta. Hal ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin intrauterine yang dapat meningkat sampai 2-4 kali lipat. Timbunan kalsium plasenta meningkat sesuai dengan progresivitas degenari plasenta. Namun beberapa vili mungkin mengalami degenarasi tanpa mengalami klasifikasi
7.    Selaput vaskulosinisisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang, keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transport plasenta.
8.    Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis, thrombosis intervili, dan infark vili.
9.    Perubahan biokimia.
Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta dan kadar DNA dibawah normal, sedangkan konsentrasi RNA meningkat. Transpor kalsium tidak terganggu, aliran natrium, kalium, dan glukosa menuru. Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam amino, lemak, dan gama globulin biasanya mengalami mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin intrauterine.

H.     PENGARUH SEROTINUS
1.      Pengaruh pada janin
Pengaruh kehamilan postmatur terhadap janin sampai saat ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postmatur menambah bahaya pada janin. Sedangkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya kehamilan postmatur terhadap janin terlalu dilebihkan. Kiranya kebenaran terletak diantara keduanya. Fungsi plasenta mencapai puncak pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen.
Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan risiko 3kali. Akibat dari proses penuaan plasenta, pasokan makanan dan oksigen akan menurun disamping adanya spasme arteri spiralis. Sirkulasi uteroplasenter akan berkurang dengan 50% menjasi hanya 250 ml/menit.
Beberapa pengaruh kehamilan postmatur terhadap janin antara lain sebagai berikut:
a.    Berat janin.
Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plaseta, maka terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian vorcherr tampak bahwa sesudah  umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu. Namun, seringkali pula plsenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya usia kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata berat janin lebih dari 3600 gram sebesar 44,5 % pada kehamilan postmatur, sedangkan pada kehamilan genap bulan sebesar 30,6 %. Rissiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan postmatur meningkat 2-4 kali lebih besar dari kehamilan term.



b.    Sindroma postmaturitas.
Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas (hilangnya lemak subkutan), kuku tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, maserasi kulit terutama daerah lipatan pahadan genitalia luar, warna cokelat kehijauan atau kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita, dan rambut kepala banyak dan teball. Tidak seluruh neonatus kehamilan postmatur menunjukan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-20% neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan postmatur.
Berdasarkan derajat insufisensi plasenta yang terjadi, tanda postmaturitas ini dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
-    Stadium I       : kulit menunjukan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit   kering, rapuh, dan mudah mengelupas
-    Stadium II      : gejala diatas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit
-    Stadium III     : disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat
c.    Gawat janin
Gawat janin menunjukan angka meningkat setelah kehamilan 42 minggu atau lebih, sehingga besar terjadi intrapartum. Umumnya disebabkan oleh:
d.    Makrosomia
Volume bay yang besar mudah menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan, fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai kematian bayi.
e.    Insufisiensi plasenta
Terjadi karena fungsi plasenta telah berkurang. Dengan berkurangnya fungsi ploasenta, maka berkuran gpua pemenhan kebuthan pertumbuhan plasenta dan janin sehinggan dapat dengan mudah berakibat:
1)    Pertumbuhan janin terhambat
2)    Oligohidramnion terjadi kompresi tali pusat, keluar mekonium yang kental, perubahan abnormal jantung janin
3)    Hipoksia janin
4)    Keluarnya mekonium yang berakibat dapat terjadi aspirasi mekonium pada janin
f.     Cacat bawaan
2.      Pengaruh pada ibu
a.       Morbiditas/ mortalitas ibu
Dapat meningkat sebagai akibat dari makrosomia janin dan tukang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi distosia persalinan, incordinate uterine action, partus lama, meningkatkan tindakan obstetrik dan persalinan traumatis/perdarahan postpartum akibat bayi besar.
b.      Aspek emosi
Ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan berlangsung melewati taksiran persalinan.

I.        PENGELOLAAN
Pengelolaan kehamilan postmatur sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan kehamilan postmatur. Beberapa kontroversi dalam pengelolaan kehamilan postmatur, antara lain adalah:
1.    Ekspektatif.
Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif adalah dilakukan induksi setelah ditegakkan diagnosis postmatur ataukah sebaiknya dilakukan pengelolaan ekspektatif/menunggu. Pengelolaan ekspektatif: didasarkan pandangan bahwa persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar postmatur mempunyai risiko/ komplikasi cukup besar terutama risiko persalinan operatif sehingga dianjurkan untuk melakukan pengawasan serius terhadap kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.
2.    Aktif
a.       Bila dilakukan pengelolaan aktif, apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu.
b.      Pengelolaan aktif dengan melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko janin.
Sebelum mengambil salah satu langkah diatas, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kehamilan postmatur adalah sebagai berikut:
a.    Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan kepada dua variasi dari postmatur ini.
b.    Identifikasi keadaan janin
1)      Pemeriksaan kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan contraction stress test dapat mengetahui keadaan janin sebagai reaksi terhadap gerak janin atau kontraksi uterus.
2)      Beberapa pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan kadar estriol
3)      Gerakan janin
4)      Amnioskopi
c.    Periksa kematangan serviks dengan skor bishop.
1)      Karena sebagian kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 minggu maupun 42 minggu bilamana serviks telah matang. Pada umumnya penatalaksanaan sudah dmulai sejak umur kehamilan mencapai 41 minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan bertambahnya umur kehamilan, maka dapat terjadi keadaan yang kurang menguntungkan, seperti janin tumbuh semakin besar atau sebaliknya. Terjadi kemunduran fungsi plasenta dan oligohidramnion. Kematian janin neonatus meningkat 5-7% pada persalinan 42 minggu atau lebih.
2)      Bila serviks belum matang perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak diakhiri:
a)      NST dan penilaian kantong amnion. Bila keduanya normal maka kehamilan dapat dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu 2 kali
b)      Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertical atau indeks cairan amnion <5) atau dijumpai deselerasi variable pada NST, maka dilakukan induksi persalinan
c)      Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reakti, tes pada kontraksi harus dilakukan.
d)      Keadaan serviks harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien dan kehamilan dapat diakhiri bila serviks matang
3)      Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.
Pengelolaan selama persalinan
Pemantauan yang baik terhadap ibu dan kesejahteraan janin.
a)   Hindari pengguanaan obat penenang atau analgetik selama persalinan
b)   Awasi jalannya persalinan
c)   Persiapan O2 dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan janin
d)  Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera meresusitasi sesua prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekonium
e)   Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap kemungkinan hipoglikemia, hipovolumik, hipotermi, dan polisitemia
f)    Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmatur
g)   Hati-hati kemungkinan terjadinya distosia bahu

J.       ASUHAN KEBIDANAN
Sikap bidan dalam penanganan kehamilan lewat waktu
1.      Bidan sebaiknya melakukan pengawasan kehamilan dapat diperkirakan bahwa kehamilan lewat waktu dengan:
a.       Anamnesa
1)  Kehamilan belum lahir melewati waktu 42 minggu
2)  Gerak janinnya makin berkurang dan kadang-kadang berhenti sama sekali.
3)  Hasil anamnesa penderita perlu diperhatikan sebagai dasar permulaan
b.      Hasil pemeriksaan
Hasil pemeriksaan dapat dijumpai :
1)    Berat badan ibu mendatar atau menurun
2)    Air ketuban terasa berkurang
3)    Gerak janin menurun
c.       Bagaimana sikap bidan
1)      Konsultasi dengan dokter
2)      Menganjurkan untuk melakukan persalinan di RS
3)      Penderita dirujuk ke RS untuk mendapat pertolongan yang adekuat

K.     KEPUSTAKAAN
1.      Azwar, A. (1996) Pengantar Administrasi Kesehatan; edisi ketiga, Jakarta, Bina Aksara.

2.      Azwar A (1996). Peran Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan Ibu di Indonesia. Temu Nasional JNPK-KR. Semarang.

3.      Deborah, M. (1991) SafeMotherhood program. Options and issues. Centre for population and Family Health, New York: Columbia University.

4.      Depkes RI. (2007) Asuhan Persalinan Bersih dan Aman, Jakarta: Depkes RI.

5.      Depkes RI. (2006) Pedoman Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal, Jakarta:

6.      Depkes RI. (2001). Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010, Jakarta.

7.      DepKes RI (2002). Program Safe Motherhood di Indonesia, Jakarta.

8.      Depkes RI (2006) Pelatihan Manajemen Kinerja Klinik Perwat dan Bidan. PUSDIKLAT SDM Kesehatan Jakarta.

9.      Hadijono, S (2005) Pedoman Managemen Pelayanan Obstetri NeonatalEmergency Komperehensif 24 jam di Tingkat kabupaten/ Kota, Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI.






No comments:

Post a Comment