A.
PENGERTIAN
1. Ketuban pecah dini adalah keadaan
pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu.
2. Ketuban
pecah dini dibedakan menurut umur
kehamilan ada dua bagian
: (Harry oxorn,2010)
3. KPD saat pre term (KPDP) adalah ketuban pecah pada
usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
4. Ketuban pecah dini memanjang merupakan ketuban pecah
dini selama lebih dari 24 jam yang berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
infeksi intra amnion.
Menurut waktu terjadinya
dibedakan menjadi dua (2001)
1. Periode
laten, atau yang bisebut “ kejadin
Ketuban Pecah Dini” adalah Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi
rahim.
2. Early
ruptura of membran adalah
ketuban pecah pada fase laten persalinan.
B.
ETIOLOGI
1.
Servik
inkompeten
2.
Tekanan
intra uteri yang meninggi
a.
Kehamilan
kembar
b.
Polihidramnion
(cairan ketuban berlebih)
c.
Trauma
3.
Kelainan
letak
4.
Pengaruh
dari luar yang melemahkan selaput ketuban, infeksi
5.
Faktor
lain
a.
Pendular
abdomen
b.
Faktor
keturunan
Diantaranya
disebabkan serum ion Cu rendah,Vitamin C rendah,dan kelainan genetika.
(8,14).
c.
Faktor
golongan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak
yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban. (13)
d. Sefalopelvik
disproporsi.
C. FAKTOR
PREDISPOSISI.
1. Sosial Ekonomi
Keadaan
sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan antenatal.
2.
Multi
grafida
3.
Merokok16,17
Cadmium
yang terhirup melalui asap rokok,masuk kedalam cairan amnion dan akan bekerja
pada sel epitel amnion untuk menginduksi pembetukan metalotionein dalam jumlah
besar.Akibatnya terjadi defisiensi Cu² yang membatasi aktifitas lisil oksidase
dan akhirnya menghambat kemampuan sel mesenkim untuk membentuk kolagen.17
4.
Perdarahan
antepartum.(solusio plasenta,plasenta previa)
5.
Riwayat
KPD sebelumnya.
D.
PATOFISIOLOGI
Normal
selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan. Bisa juga
belum pecah sampai saat mengedan, sehingga kadang perlu dipecahkan (amniotomi). 16 Jika bagian presentasi janin
tidak masuk dengan tepat,bagian cairan dari hindwater akan masuk kedalam
forewaterdan menyebabkan membrane menonjol pada servik. Kadang-kadang membran
ini tidak ruptur sekalipun sudah berada pada kala dua dan terlihat pada vulva
seperti kantong yang menonjol melindungi kepala janin pada saat lahir,hal ini disebut dengan “Caul”. (9. 15,16,17)
Membran
yang menonjol cenderung akan mengalami rupture dini, dan jika forewater teraba
setelah robekan cairan amniotic diduga bahwa hindwater telah rupture.16
High virulensi : Bacteroides
Low virulensi : Lactobacillus
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion,
fibroblast, jaringa retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi
jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi interleukin -1
(iL-1) dan prostaglandin.Jika
ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan
prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi
kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah
pecah spontan.
Setelah membrane pecah, bidan
harus memastikan apakah tali pusat tidak prolaps dengan mendengarkan jantung janin melalui satu kontraksi.
Masa fisiologis optimal bagi
membran untuk mengalami ruptur spontan
adalah pada akhir kala satu persalinan setelah servix berdilatasi penuh
dan tidak ada lagi yang menopang kantong
Forewater .
Mekanisme
terjadinya ketuban pecah dini dimulai dengan terjadi pembukaan prematur
serviks. Ketuban yang terkait dengan pembukaan mengalami devaskularisasi,
nekrosis, dan dapat diikuti pecah spontan. Jaringan ikat yang menyangga
ketuban, makin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan
infeksi yang mengeluarkan enzim proteolitik, kolagenase (Manuaba,2009).
Membran
tersebut kadang kala sudah ruptur beberapa hari sebelum persalinan dimulai atau selama kala satu.Jika
terdapat bagian presentasi yang tidak baik letaknya didalam servik dan forwater
tidak terpisah secara efektif,membran ini akan ruptur secara dini
(KPD).Namun,pada umumnya tidak ada alasan yang menyebabkan terjadinya hal
tersebut.
E.
PENILAIAN KLINIK
Pada
pemeriksaan didapat :
1.
Pengeluaran
cairan yang berisi lanugo dan servik caseosa, mekonium atau berbau busuk bila
sudah terinfeksi.
2.
Inspekulo
Dengan
cara melihat dan memperhatikan apakah memang air ketuban keluar dari servik
atau apakah ada bagian yang sudah pecah.
3.
Menggunakan
kertas lakmus warna merah muda, bila berubah menjadi biru berarti itu air
ketuban, bila kertas lakmus biru berubah menjadi merah berarti itu urin.
4.
Pemeriksaan
PH.
Jika
pada pemeriksaan PH fornik posterior
pada Prematur Rouptur Of Memebrane PH adalah basa (air ketuban) Pemeriksaan
hispatologi air ketuban Aborzation dan sitologi air ketuban
F.
DIAGNOSIS
Diagnosis
ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan inspekulo.
1.
Anamnesis
Didapatkan
penderita merasa keluar cairan yang banyak secara tiba-tiba.
2.
Pemeriksaan inspekulo
a.
Lakukan
satu kali pemeriksaan inspekulo dengan spekulum steril untuk melihat adanya
cairan yang keluar dari serviks atau menggenang di forniks posterior. Jika
tidak ada, gerakkan sedikit bagian terbawah janin, atau minta ibu untuk
mengedan/batuk.
b.
Pemeriksaan
dalam sebaiknya tidak dilakukan kecuali akan dilakukan penanganan aktif
(melahirkan bayi) karena dapat mengurangi latensi dan meningkatkan kemungkinan
infeksi. Terutama pada kehamilan yang belum cukup bulan.
c.
Pastikan
bahwa cairan
tersebut adalah cairan amnion dengan memperhatikan:
1)
Bau
cairan ketuban yang khas.
2)
Tes
Nitrazin: lihat apakah kertas lakmus berubah dari merah menjadi biru. Harap
diingat bahwa darah, semen, dan infeksi dapat menyebabkan hasil positif palsu
3)
Gambaran
pakis yang terlihat di mikroskop ketika mengamati sekret servikovaginal yang
mengering
d.
Tidak
ada tanda-tanda in partu
Setelah
menentukan diagnosis ketuban pecah dini, perhatikan tanda-tanda korioamnionitis.
3. Pemeriksaan
dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan
selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan
tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam
persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu
pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan
flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi
patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya diulakaukan kalau KPD yang sudah dalam
persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan pemeriksaan ini dibatasi sedikit mungkin.
4. Ultrasonografi
Ultrasonografi
dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau melokalisasi
kantong cairan amnion pada amniosintesis.
5. Amniosintesis
Cairan
amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin.
6. Pemantauan janin
Kesejahteraan
janin dipantau dengan cara pemeriksaan auskultasi setiap 30 menit sekali.Jika
keadaan janin mengalami fetal distres, pemantauan janin menggunakan CTG.
7. Protein C-reaktif
Peningkatan
protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis.
G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu
diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina
ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina
ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
a.
Tes Lakmus (tes Nitrazin)
Jika
krtas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban
(alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan
tes yang positif palsu.(1,7,8,913)
b.
Mikroskopik (tes pakis), dengan
meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan
mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis. (1,8,9)
2.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan
ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada
kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi
kesalahn pada penderita oligohidromnion(10,12) . Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan
caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan
pemeriksaan sedehana.
H.
TATALAKSANA DI RUMAH SAKIT
1.
Tatalaksana Umum pada kasus KPD di Rumah Sakit :
a. Konfirmasikan umur kehamilan. Jika ada dg USG.
b.
Melakukan inspekulo, untuk memastikan dan
menilai cairan yg keluar (jumlah, bau, dan
warna) dan bedakan dengan urine.
c.
Jika ibu
mengeluh perdarahan pada akhir kehamilan (>22mg) jangan lak. Px dalam secara
digital.
d.
Tentukan
tanda-tanda inpartu.
e.
Tentukan ada
tidaknya infeksi
f.
Pantau
Temperatur suhu tubuh.
Lakukan pemeriksaan Auskultasi denyut jantung janin untuk
mengesampingkan adanya tanda takikardia janin atau tanda lain memburuknya kondisi janin yang berkaitan dengan infeksi.
Bila perlu pemantauan dilakukan
dengan penggunaan kardiotokografi. Ketuban
pecah dini dapat menyebabkan peningkatan insiden deselerasi variable pada
kardiotokografi(CTG) yang dapat menyebabkan peningkatan angka seksio caesaria. Artificial rupture of membrane
AFRM pada ibu yang kemajuan persalinan nya lambat atau mengalami abnormalitas
pada CTG.
g.
Pertahankan kondisi dingin pada perut dan bagian
belakang perut ibu, agar apabila terjadi peningkatan suhu tubuh, bayi dalam
kandungan tidak semakin memburuk denyut jantungnya karena suhu didaerah perut
yang panas.
Jika bayi dalam posisi presentasi bokong, maka
pertahakan selaput ketuban tetap dalam keadaan utuh. Terutama pada keadaan fase
awal.
2. Tatalaksana
Khusus Di RS
rujukan, lakukan tatalaksana sesuai dengan usia kehamilan:
a.
Jika usia kehamilan lebih dari atau sama dengan >34 minggu:
Lakukan
induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak ada kontraindikasi. Indikasi melakukan Induksi persalinan pada ketuban
pecah dini adalah sebagai berikut :
1)
Pertimbangan
waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan waktu apakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000 gram.
2) Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat
lebih dari 38°c, dengan pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi
melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban.
b.
Pada kehamilan Pre Term
Non Intervensi/Konservatif/Menunggu terjadinya persalinan
spontan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif
dengan pemberian kortikosteroid pada pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah
agar tercapainya pematangan paru,(5,7,8,9,15) jika selama menunggu
atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi,
maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan.
Asuhan yang diperlukan selama proses perawatan adalah
a.
Baringkan
pasien dalam
posisi trendelenberg
b.
Tidak
perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan
kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu.
c.
Terapi medis
1)
Therapi konservatif
Pemberian obat-obatan utero nelaksen atau tocolitic agent
diberikan dengan
tujuan menunda proses persalinan. (1,15,12)
2)
Aktif/ dengan intervensi
a)
Jika usia kehamilan 24-33 minggu:
(1)
Bila
terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan kematian janin, lakukan persalinan
segera.
(2)
Berikan
deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau betametason 12 mg IM tiap
24 jam selama 48 jam.
(3)
Lakukan
pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin.
(4)
Bayi
dilahirkan di usia kehamilan 34 minggu, atau di usia kehamilan 32-33 minggu,
bila dapat dilakukan pemeriksaan kematangan paru dan hasil menunjukkan bahwa
paru sudah matang (komunikasikan dan sesuaikan dengan fasilitas perawatan bayi
preterm).
b)
Jika usia kehamilan <24 minggu:
(1)
Pertimbangan
dilakukan dengan melihat risiko ibu dan janin.
(2)
Lakukan
konseling pada pasien. Terminasi kehamilan mungkin menjadi pilihan.
(3)
Jika
terjadi infeksi (korioamnionitis), lakukan tatalaksana korioamnionitis.
I.
KOMPLIKASI KETUBAN PECAH DINI
1. Pada ibu
a. Infeksi intrapartum (korioamnionitis)
Ketuban
pecah dini pada pra persalinan sering kali sulit untuk di diagnosa. Jika tidak ada tanda lain
persalinan tetapi riwayat ketuban pecah cukup meyakinkan atau keluar cairan, pemeriksaan digital harus
dihindari karena akan meningkatkan resiko infeksi asendens. Pada kebanyakan kasus masalah
infeksi pada ibu tidak serius dan segera
bisa diatasi dengan pemberian antibiotik serta pengosongan rahim.
b. Emboli air ketuban
Keluarnya
cairan ketuban /amnion menembus dinding uterus atau tempat plasenta kedalam
sirkulasi maternal, yang
memicu terjadinya syock anafilaktik yang mengancam jiwa ibu.
Tubuh berespon dalam
dua fase. Fase
awal adalah salah satu vaso spasme
paru yang menyebabkan hipoksia, oedema
paru dan kolaps cardio vascular. Fase kedua adalah terjadinya
gagal ventrikel kiri, yang disertai perdarahan dan gangguan koaglasi dan lebih lanjut lagi, perdarahan yang tidak
dapat dikendalikan. Hal ini penyebab utama tingginya angka kematian ibu
dan kesakitan ibu.
Resiko masuknya cairan amnion
berkaitan dengan terpajannya sirkulasi maternal terhadap cairan amnion walaupun
hanya sedikit.Masuknya cairan amnion dalam sirkulasi maternal dapat bersifat laten,dan
terjadi akibat robekan pada selaput ketuban. Kemungkinan masuknya cairan
amnion kedalam sirkulasi dibawah tekanan juga dapat terjadi,
meskipun aktifitas
uterus hipertonik yang terlihat dalam beberapa kasus merupakan akibat dari
hipoksia uterus yang terjadi pada fase pertama, bukan sebagai precursor kondisi
tersebut. Hipertonus
uterus terjadi sebagai respon terhadap kolaps kardiovaskular
dan mencegah masuknya cairan amnion kedalam sirkulasi maternal.
Barier antara sirkulasi maternal
dan kantong
amnion dapat rusak jika terjadi abruption plasenta, saat dasar plasenta mengalami
kerusakan. Emboli dapat
terjadi saat persalinan spontan, saat
operasi section caesaria dan tidak dapat dicegah dengan section caesaria.
Embolisme merupakan kondisi yang sulit diprediksi dan sulit untuk dicegah.
2.
Pada
Janin
a.
Persalinan
preterm
Sekitar 20%
bayi-bayi yang dilahirkan setelah setelah ketuban pecah dini mempunyai berat
kurang dari 2500 gram.
b. Infeksi
Penyebab
kematian janin yang lahir dari ibu dengan ketuban pecah dini yang paling utama
adalah infeksi. Semakin lama periode laten, semakin lama kala satu persalinan
dan semakin besar insiden infeksi. Insiden naik secara bermakna setelah periode
laten melebihi 48 jam. Janin dapat terinfeksi meskipun tidak terlihat
tanda-tanda infeksi pada ibu. Tempat yang paling sering mengalami infeksi
adalah traktus respiratorius..
Kebanyakan
pneumonia yang terjadi dalam 2 minggu pertama kehidupan berasal dari dalam
rahim.
c. Mal presentasi
Keadaan ini
sering dijumpai ,khususnya presentasi bokong.
d. Prolaps tali pusat
Kejadian ini
sering didapat, terutama pada bayi-bayi prematur. Jika ketuban pecah dan keluar
sejumlah cairan, plasenta dan tali pusat akan tertekan diantara dinding uterus
dan janin selama kontraksi dan suplai O2 ke janin akan berkurang.
e. Mortalitas perinatal
Angka
kejadian mortalitas keseluruhan adalah 5% ; pada bayi prematur sekitar 30%.
Semakin lama periode laten, semakin tinggi mortalitasnya. Malpresentasi juga
meningkatkan mortalitas dan infeksi intra uterin memperburuk prognosis.
f. Oligohidramnion
Resiko pada
janin berupa hipoplasia paru dan deformitas kompresi tungkai yang kerap
dikaitkan dengan periode oligohidramnion yang memmanjang akibat pecah ketuban.
g. Fetal distres.
Menjaga
integritas membrane dapat megoptimalkan suplai O2 ke janin dan dapat mencegah
terjadinya infeksi intra uterus dan infeksi janin, khusunya pada persalinan
yang lama.
J.
PENCEGAHAN
Pencegahan
KPD diutamakan untuk menghindari faktor risikonya, dapat dilakukan dengan :
Pemeriksaan kehamilan yang rutin lakukan pemeriksaan paling sedikit 3 kali dalam satu
kehamilan. Pemeriksaan 16 minggu, 28 minggu, dan 32 minggu. Dengan pemeriksaan
yang baik, tumbuh kembang janin dalam rahim dapat terdeteksi. Begitu pun banyak
sedikitnya air ketuban dapat dideteksi.
2.
Kebiasaan hidup
sehat
Yang di maksud dengan pola hidup sehat adalah hal yang biasa dilakukan
seseorang setiap harinya, seperti:
a.
Mengonsumsi makanan yang sehat
b.
Minum cukup
c.
Olahraga teratur
d.
Tidak merokok.
e. Membiasakan diri membersihkan daerah kemaluan dengan
benar, yakni dari depan ke belakang, jangan sekali-kali melakukan dengan
gerakan sebaliknya. Lakukan setiap merasa tidak nyaman
didaerah ini. Terutama setelah berkemih atau buang
air besar. Usahakan daerah vagina selalu bersih,
untuk menghindari infeksi.
3. Memeriksakan diri ke dokter bila ada sesuatu yang
tidak normal di aderah kemaluan, misalnya keputihan yang berbau atau berwarna
tidak seperti biasanya.
4. Jika telah dinyatakan ketuban telah pecah dan
kehamilan dapat dipertahankan, maka untuk sementara waktu, hindari dan berhenti
melakukan hubungan seksual bila ada indikasi yang menyebabkan ketuban pecah dini,
seperti mulut rahim yang lemah.
5. Mengonsumsi 100 mg vitamin C secara teratur saat usia
kehamilan lebih dari 20 minggu.
6. Atur
istirahat yang cukup.
Istirahatlah
sesuai anjuran dokter. Jangan merasa diri wanita super dengan melakukan semua
kegiatan. Ingatlah, setiap kehamilan selalu berbeda. Jika Anda melihat teman
lain tetap “perkasa” saat hamil, Anda tidak harus menjadi demikian.
Bila cairan
ketuban merembes, gunakanlah pembalut yang dapat menyerap air ketuban. Pada minggu-minggu terakhir kehamilan sebaiknya
gunakan pembalut tipis pada celana dalam agar membuat Anda merasa bersih dan
segar. Sebab, pada umumnya pengeluaran cairan dari vagina akan lebih banyak.
Penggunaan pembalut ini pun berguna untuk memudahkan Anda membedakan cairan
ketuban dengan cairan lain dari bau serta warnanya.
K.
DASAR HUKUM TATALAKSANA KETUBAN PECAH DINI BAGI BIDAN
Landasan hukum yang dipakai seorang bidan dalam melakukan
asuhan kebidanan bersalin dengan ketuban pecah dini, adalah:
1. KEPMENKES RI No.
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan:
a. Pasal 16 ayat 1 yang berbunyi
pelayanan kebidanan kepada ibu, meliputi:
1) Penyuluhan dan konseling
2)
Pemeriksaan
fisik
3)
Pelayanan
antenatal pada kehamilan normal
4)
Pertolongan
pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens,
hiperemesis gravidarum tingkat 1, preeklamsi ringan, dan anemi ringan
5)
Pertolongan
persalinan normal
6)
Pertolongan
persalinan abnormal yang mencakup letak sungsang, partus macet, kepala di dasar
panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum,
laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre
term
7)
Pelayanan
ibu nifas normal
8)
Pelayanan
ibu nifas abnormal mencakup retensio plasenta, renjatan, dan infeksi ringan
9)
Pelayanan
dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan
tidak teratur dan penundaan haid
b.
Pasal
18, yaitu bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16
berwenang untuk:
1)
Memberikan
suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas
2)
Episiotomi
3)
Penjahitan
luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II
4)
Pemberian
infus
5)
Pemberian
suntikan intramuskular uterotonika, antibiotika dan sedativa.
2.
Peran
dan Fungsi serta Kompetensi Bidan dalam KEPMENKES RI No. 900/Menkes/SK/VII/2002.
Kompetensi
bidan yang sesuai dengan kasus ini dalam memberikan asuhan kebidanan adalah:
peran sebagai pelaksana dalam tugas mandiri pada poin D, bahwa seorang bidan
harus mempu memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan
dengan melibatkan klien/keluarga, diantaranya:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan
kebidanan kebidanan pada klien dalam masa persalinan
b. Menentukan diagnosa dan kebutuhan
asuhan kebidanan dalam masa persalinan
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan
bersama klien sesuai dengan prioritas masalah
d. Melaksanakan asuhan kebidanan
sesuai dengan rencana yang telah disusun
e. Mengevaluasi bersama klien asuhan
yang telah diberikan
f. Membuat rencana tindakan pada ibu
masa persalinan tersaing dengan prioritas
g. Membuat asuhan kebidanan
3.
Kepmenkes RI Nomor
369.MENKES/SK/III/2007.Tentang STANDAR PROFESI
BIDAN
Ketrampilan
yang harus dimiliki oleh bidan dalam menjalankan praktek klinik yang
berkaitan dengan Asuhan selama persalinan dan kelahiran Ketuban pecah dini merupakan kompetensi ke-3, Ketrampilan Dasar nomer 13 pada poin h. Disana menyebutkan, mengidentifikasi
penyimpangan kehamilan normal dan melakukan penanganan yang tepat termasuk
merujuk ke fasilitas pelayanan tepat dari : Ketuban pecah sebelum waktunya.
4. BAB
I PERMENKES nomor : 1464/MENKES/PER/X/2010
Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
a. Pasal 9, Bidan dalam
menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
1) Pelayanan kesehatan ibu;
2)
Pelayanan kesehatan anak; dan
3)
Pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
b. Pasal 10
Pelayanan
kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa
pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa
antara dua kehamilan.
Pelayanan
kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
1)
Pelayanan konseling pada masa pra hamil.
2)
Pelayanan antenatal pada kehamilan normal.
3)
Pelayanan persalinan normal;
4)
Pelayanan ibu nifas normal;
5)
Pelayanan ibu menyusui; dan
6) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
c. Pasal 11
Pelayanan kesehatan
anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak
balita, dan anak pra sekolah.
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana
dimaksud pada ayat berwenang untuk:
1) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk
resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1,
perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 - 28 hari), dan perawatan tali
pusat;
2) Penanganan
hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuknya.
3) Penanganan
kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
4) Pemberian
imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
5) Pemantauan
tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
6) Pemberian
konseling dan penyuluhan;
7) Pemberian
surat keterangan kelahiran;
8) Pemberian
surat keterangan kematian.
KEPUSTAKAAN
1. Depkes
RI. (2007) Asuhan Persalinan Bersih dan Aman, Jakarta: Depkes RI.
2. Depkes
RI. (2004) Maternal Neonatal Health, Jakarta: Depkes RI.
3. Depkes
RI. (2006) Pedoman Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal, Jakarta:
4. Depkes
RI. (2001). Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia
2001-2010, Jakarta.
5. DepKes
RI (2002). Program Safe Motherhood di Indonesia, Jakarta.
6. Depkes
RI (2006) Pelatihan Manajemen Kinerja Klinik Perwat dan Bidan. PUSDIKLAT SDM
Kesehatan Jakarta.
7.
Hadijono, S (2005) Pedoman Managemen
Pelayanan Obstetri NeonatalEmergency Komperehensif 24 jam di Tingkat kabupaten/
Kota, Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI.
No comments:
Post a Comment