truth


counters

nama

Monday 28 September 2015

Askeb persalinan dan BBL: Konsep Dasar Penyulit Kala III dan IV

A.     Persalinan Dengan Penyulit Kala III Dan IV
1.      Atonia Uteri
Kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi segera setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (massage) fundus uteri, segera setelah lahirnya plasenta.
Penyebab
a.       Partus lama
b.      Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada kehamilan kembar, hidramnion atau janin besar
c.       Multiparitas
d.      Anastesi yang dalam
e.       Anastesi lumbal

2.      Retensio Plasenta
Keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir.
            Penyebab
a.       Plasenta belum lepas dari didnding uterus
1).    Plasenta Adhesiva ( melekat lebih dalam di endometrium)
2).    Plasenta Inkreta (menembus desidua sampai ke myometrium)
3).    Plasenta Akreta (menembus lebih dalam ke myometrium namun belum mencapai serosa)
4).    Plasenta Perkreta (mencapai serosa atau peritoneum dinding rahim)
b.      Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan (disebabkan karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III)
c.       Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta

Faktor Resiko
a.           Plasenta Previa
b.           Riwayat Seksio caesaria
c.           Riwayat Kuretase
d.          Grande Multipara

3.      Emboli Air Ketuban
            Emboli air ketuban menimbulkan syok yang sangat mendadak dan biasanya berakhir dengan kematian. Dengan mendadak penderita menjadi gelisah, sesak nafas, kejang-kejang dan meninggal kemudian. Emboli air ketuban terjadi pada his yang kuat dengan ketuban yang biasanya sudah pecah. Karena his kuat, air ketuban dengan mekonium, rambut lanuago dan vernik kaseosa masuk kedalam sinus-sinus dalam dinding uterus dan dibawa ke paru-paru. Pada syok karena emboli air ketuban sering ditemukan gangguan dalam pembekuan darah.
4.      Robekan Jalan Lahir
            Robekan jalan lahir merupakan peyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh, robekan servik atau vagina.
            Periksalah dengan seksama dan perbaiki robekan pada servik, vagina dan perineum, lakukan uji pembekuan darah sederhana bila perdarahan terus berlangsung. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukan adanya koagulapati.
Ada 4 tingkat robekan yang dapat terjadi pada persalinan:
a          Robekan derajat I
1).    Mengenai mukosa vagina, komisura posterior dan kulit perineum
2).    Pada derajat I tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik
b          Robekan tingkat II
1).     Mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum dan otot perineum
c          Robekan tingkat III mengenai m. sfingter ani
1).    Mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum dan otot sfinter ani
2).     Pada derajat ini pasien segera rujuk ke fasilitas rujukan
d         Robekan tingkat IV mengenai mukosa rektum
1).    Mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfinter ani dan dinding depan rektum
2).   Pada derajat ini pasien segera rujuk ke fasilitas rujukan

Penjahitan laserasi perineum/ episiotomi
a.       Tujuan penjahitan perineum/ episiotomi :
1).    Untuk mendekatkan jaringan-jaringan agar penyembuhan dapat terjadi
2).    Untuk menghentikan perdarahan
b.       Teknik penjahitan
1).    Jelujur
2).    Satu-satu
3).    Subkutikuler/ subkutis
c.       Keuntungan penjahitan jelujur
1).    Sedikit rasa sakit
2).    Mudah dipelajari karena hanya melibatkan satu jenis tehnik penjahitan saja
3).    Jumlah jahitan hanya sedikit

5.   Inversio Uteri
            Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri.
a.   Tingkatan inversio uteri menurut perkembangan inversio uteri:
1).    Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut
2).    Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina
3).    Uterus dengan vagina, semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina
b.   Etiologi
1).    Terjadi karena spontan dan tindakan
Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
a).    Uterus yang lembek, lemah dan tipis
b).    Tarikan tali pusat yang berlebihan
2).    Spontan
a).    Grandemultipara
b).    Atonia uteri
c).    Kelemahan alat kandungan
d).   Tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan)
c.   Dasar diagnosis
1).    Dijumpai pada kala III post partum
2).    Rasa sakit yang hebat sampai syok
3).    Fundus uteri menghilang dari abdomen
4).    Pemeriksaan dalam : fundus uteri didalam rongga rahim dapat dengan plasenta atau tidak
5).    Bila inkomplit daerah symphisis teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak
6).    Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik)
d.  Penatalaksanaan
1).    Bertindak cepat
2).    Kembalikan posisi uterus
3).    Tunda pemberian oksitosin sampai uterus ke posisinya, hal ini dilakukan bersamaan dengan :
a).    Pemberian cairan infus
b).    Bila perlu tranfusi darah
c).    Beri obat nyeri dan antibiotik
6.    Perdarahan Kala IV
Perdarahan yang normal setelah kelahiran mungkin hanya akan sebanyak satu pembalut wanita perjam selama enam jam pertama atau seperti darah haid yang banyak. Jika perdarahan lebih banyak dari ini, maka ibu tersebut hendaknya diperiksa lebih sering dan penyebab-penyebab dari perdarahan berat seharusnya diselidiki. Apakah ada laserasi pada vagina atau servik? Apakah uterus berkontraksi dengan baik? Apakah kandung kencingnya kosong?
7.     Syok Obstetrik
Syok pada waktu kehamilan mengakibatkan syok pula pada janin yang berada dalam kandungan. Peristiwa-peristiwa yang dalam praktek kebidanan dapat menimbulkan syok adalah:
a.       perdarahan
b.      infeksi berat
c.       solusio plasenta
d.      perlukaan dalam persalinan
e.       inversio uteri
f.       emboli air ketuban
g.      wanita hamil lanjut menunjukkan hipotensi sewaktu tidur telentang, peristiwa yang dinamakan supine hypotensive syndrome.









askeb persalinan dan BBL: Konsep Dasar Penyulit Kala I dan Kala II

A.     Konsep Dasar Penyulit Kala I dan Kala II
1.      Konsep Dasar Kelainan Presentasi dan Posisi
a.       Presentasi Puncak Kepala
      Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati jalan lahir berada dalam keadaan fleksi. Dalam keadaan tertentu fleksi kepala tersebut tidak terjadi, sehingga kepala dalam keadaan defleksi. Bergantung pada derajat defleksinya maka dapat terjadi presentasi puncak kepala, presentasi dahi a tau presentasi muka. Presentasi puncak kepala atau disebut juga presentasi sinsiput, terjadi apabila derajat defleksinya ringan, sehingga ubun-ubun besar merupakan bagian terendah. Presentasi dahi, bila derajat defleksinya lebih berat sehingga dahi merupakan bagian yang paling rendah. Presentasi muka bila derajat defleksinya maksimal, sehingga muka janin merupakan bagian yang terendah.
      Pada umumnya presentasi puncak kepala merupakan kedudukan sementara, yang kemudian akan berubah menjadi presentasi belakang kepala. Mekanisme persalinanya hampir sama dengan posisi oksipitalis posterior persisten, sehingga keduanya seringkali dikacaukan satu dengan yang lainnya. Perbedaanya adalah: pada presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal, sehingga lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah simpisis adalahglabela.
b.      Presentasi Dahi
      Presentasi dahi jarang terjadi dari pada presentasi muka, terjadi hanya 1 dari 2000 persalinan. Kepala pada pertengahan antara versi dan ekstensi, dengan diameter mento vertikal 13 cm.

Diagnosis
      Pemeriksaan abdomen kepala sangat tinggi dan diameter sangat besar, teraba lekukan antara oksiput dengan bagian belakang. Pada pemeriksaan vagina, presentasi tinggi dan tidak bisa diraba. Jika dahi dapat teraba, orbital berada pada satu sisi dan fontanel anterior berada pada sisi yang lain. Diagnosis dapat ditegakkan dengan radiografik atau dengan USG.

Manajemen
      Bidan harus dengan cepat menghubungi dokter jika ada suspek atau diagnosa presentasi dahi dalam persalinan, dan seharusnya ibu dirujuk ke RS. Pada semua malpresentasi seringnya terjadi KPD dan resiko prolapsus tali pusat lebuh besar. Oleh karena itu pemeriksaan pervaginam dilakukan sesegera mungkin untuk mendeteksi prolapsus tali pusat. Jika presentasi dahi didiagnosis segera dalam persalinan dapat mengubah presentasi muka menjadi ekstensi penuh atau fleksi pada presentasi verteks. Jika presentasi dahi menetap dan fetus dalam ukuran normal tidak mungkin terjadi kelahiran pervaginam dan SC harus segera dilakukan. Manuver jarang dilakukan pada presentasi muka, tindakan yang paling aman untuk ibu dan bayi adalah dengan menggunakan SC.
c.       Presentasi Muka
      Presentasi Muka jarang terjadi kira-kira 1 dalam 500 kelahiran. Kepala dan tulang belakang ekstensi tetapi lutut fleksi sehingga letak fetus dalam uterus dalam bentuk huruf S. Oksiput berlawanan dari bahu dan muka secara langsung yang berada dibagian os. Internum.

Penyebab
      Pada presentasi muka primer sebelum persalinan berlangsung fetus seringnya abnormal. Pada anensephalus yang biasa terjadi, vertek tidak ada. Fetus goitre, kepala tidak dapat versi biasanya tonus otot ekstensor tonus berlebuhan dan bertahan dalam sikap ekstensi pada beberapa setelah lahir.
      Presentasi muka sekunder yang berkembang dalam persalinan sering tidak diketahui sebabnya. Pada posisi oksipito pesterior defleksi diameter biparietal mungkin mempunyai kesulitan dalam menjauhi diameter sacro cotyloid dari pelvis maternal. Diameter bitemporal lebih cepat turun, kepala ekstensi dan muka terlihat. Uterus yang berada disisi samping (uterus obliq). Kekuatan kontraksi uterus berjalan kearah kepala bagian frontal supaya kepala ekstensi dan masuk kerongga pelvis. Presentasi muka juga lebih sering terjadi pada flat pelvis, dalam rongga pelvis dan pada prematuritas dan dimana terjadi polihidramnion atau kehamilan ganda.

Diagnosis
      Presentasi muka tidak mudah didiagnosis dalam kehamilan. Hal ini seharusnya diperhatikan jika ada lekukan yang dalam antara kepala dengan bagian belakang. Bunyi jantung terdengar melalui dinding dada anterior pada sisi dimana lutut teraba. Suaranya terdengar jelas pada posisi mento anterior. Pada posisi mento posterior bunyi jantung janin lebih sulit terdengar karena dada pada posterior. Ultrasound dalam kehamilan dapat digunakan untuk memastikan diagnosis presentasi muka.
      Diagnosis dapat ditegakan dengan pemeriksaan vagina, dengan palpasi yang lembut akan teraba orbital dan mulut dengan gusi. Adanya gusi dan mulut dalam presentasi muka harus dibedakan dari anus pada presentasi bokong. Biasanya fetus akan membantu diagnosis dengan menghisap jari tangan pemeriksa saat dilakukan pemeriksaan. Presentasi muka didiagnosa dengan menentukan posisi dagu apakah anterior atau posterior. Presentasi muka posterior, yang tidak bisa berputar ke posisi anterior, akan menyebabkan obstruksi persalinan. Kemajuan persalinan menjadi  sangat sulit pada pemeriksaan pervaginam untuk membedakan muka karena muka menjadi oedemmeriks. Pemeriksaan harus hati-hatiuntuk menghindari trauma pada mata.

Manajemen
      Pada posisi mento anteerior seringnya proses persalinan berjalan normal. Pada kala II kelahiran normal diantisipasi dengan menggunakan episiotomi meskipun diameter sub mento bregmatika 9,5 cm. Sub mento vertikal 11,5 cm yang dapat merobek perineum saat kelahiran. Jika kelahiran normal terjadi ekstensi dipertahankan dengan menekan sinsiput hingga dagu berada di bawah simpisis pubis, kepala difleksikan sehingga memungkinkan verteks dan oksiput melewati perineum. Posisi mento lateral dan mento posterior lebih berbahaya. Kelahiran spontan tidak akan terjadi, kemungkinan persalinan obstruksi dan dibutuhkan penatalaksanaan dengan segera.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada presentasi muka, meliputi;
1.      Prolapsus tali pusat
2.      Obstruksi persalinan, karena;
a.       Muka tidak berbentuk dan oleh karena CPD yang tidak dapat ditangani
b.      Presentasi muka posterior presisten mengakibatkan obstruksi persalinan
3.      Kelahiran operasi  mungkin dibutuhkan
4.      Trauma perineum berat dapat terjadi karena, meskipun diameter sub mento bregmatik hanya 9,5 cm, sub mento vertikal 11,5 cm akan memperlebar vagina dan perineum. Bentuk tengkorak fetus abnormal disebabkan perdarahan intrakranial.
5.      Muka memar dan oedem

d.      Posisi Oksipitalis Posterior Persisten
      Keadaan dimana ubun-ubun kecil tidak berputar ke depan, sehingga tetap dibelakang. Keadaan ini dinamakan posisi oksiput posterior persisten.
Etiologi
      Salah satu sebab terjadinya posisi oksipitalis oksiput posterior persisten ialah usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul. Misalnya: apabila diameter anterior posterior lebih panjang dai diameter transfersa seperti pada panggul antropoid atau segmen depan menyempit seperti pada panggul android, maka ubun-ubun kecil akan mengalami kesulitan memutar ke depan. Sebab-sebab lain adalah otot-otot dasar panggul yang sudah lembek pada multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat, sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala janin, untuk memutar ke depan.


Mekanisme Persalinan
      Bila hubungan antara panggul dengan kepala janin cukup longgar persalianan pada posisi oksipitalis posterior persisten dapat berlangsung secara spontan tetapi pada umumnya lebih lama. Kepala janin akan lahir dalam keadaan muka di bawah simpisis dengan mekanisme sebagai berikut.
      Setelah kepala mencapai dasar panggul dan ubun-ubun besar berada di bawah shimpisis dengan ubun-ubun besar tersebut sebagai hipomoklion, oksiput akan lahir melalui perineum diikuti bagian kepala yang lain. Kelahiran janin dengan ubun-ubun kecil di belakang menyebabkan regangan yang besar pada vagina dan perineum, hal ini disebabkan karena kepala yang sudah dalam keadaan fleksi maksimal tidak dapat menambah fleksinya lagi. Selain itu seringkali fleksi kepala tidak dapat maksimal, sehingga kepala lahir melalui pintu bawah panggul dengan sirkumferensia frontooksipitalis yang lebih besar dibandingkan dengan sirkumferensia sub oksipitooksipitalis, kedua keadaan tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada vagina dan erineum yang luas.

Prognosis
      Jalannya pada proses persalinan posisi oksiput posterior sulit diramalkan hal ini disebabkan karena kemungkinan timbulnya kesulitan selalu ada. Persalinan pada pada umumnya berlangsung lebih lama, kemungkinan kerusakan jalan lahir lebih besar. Sedangkan kematian peeinatal perinatal lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan dimana ubun-ubun kecil berada di depan.

Penanganan
      Menghadapi persalinan dengan UUK di belakang sebaiknya dilakuka pengawasan persalinan yang seksama dengan harapan terjadinya persalinan spontan. Tindakan untuk mempercepat jalanya  persalinan dilakukan apabila kala II terlalu lama atau ada tanda-tanda bahaya terhadap janin.
      Pada presentasi belakang kepala kadang-kadang kala II mengalami kemacetan dengan kepala janin sudah berada di dasar panggul dan posisi UUK melintang. Keadaan ini dinamakan posisi lintang tetap rendah (deep tranverse arrest).

2.      Konsep Dasar Distosia Kelainan Tenaga Atau His
a.       His Hipotonik
      Kelainan dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat dan jarang daripada biasa, keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama hal ini dinamakan dengan inersia uteri sekunder.
      Diagnosis inersia uteri paling sulit dalam fase laten. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah dimulai. Untuk sampai pada kesimpulan ini diperluakan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi terjadi perubahan pada servik yaitu pendataran atau pembukaan servik

Penanganan
      Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan servik, presentasi serta posisii janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul. Apabila ada disproporsi chepalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk melakukan SC. KU pasien sementara diperbaiki, dan kandung kencing serta rectum dikosongkan, apabila kepala atau bokong janin sudah masuk ke dalam panggul, penderita di sarankan untuk berjalan-jalan terlebih dahulu. Untuk merangsang his selain dengan pemecahan ketuban bisa diberikan oksitosin, 5 satuan oksitosin dimasukan ke dalam larutan glukosa 5% dan diberikan secara infus IV (dengan kecepatan kira-kira 12 tetes permenit yang perlahan dapat dinaikan sampai kira-kira 50 tetes. Kalau 50 tetes tidak dapat berhasil bisa dengan memeberikan dosis lebih tinggi dengan cara pasien harus di awasi dengan ketat dan tidak boleh ditinggalkan. Oksitosin yang diberikan dengan suntikan IM akan dapat menimbulkan incoordinate uterin action.

b.      His Hipertonik (his terlampau kuat)
      Walaupun pada golongan koordinate hipertonik uterin contraction bukan merupakan penyebab distosia namun bisa juga merupakan kelaianan his. His ng terlalu kuat atau terlalu efisien menyebabkan persalinan selessai dalam waktu yang sangat singkat (partus presipitatus): sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya servik uteri, vagina dan perineum. Sedangkan pada bayi dapat mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu sangat singkat.
      Batas antara bagian atas dan segmen bagian bawah atau lingkaran retraksi menjadi sangat jelas dan meninggi. Lingkaran tersebut dinamakan dengan lingkaran retraksi patologis (lingkaran bandl).

Penanganan
      Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat diilakukan karena biasanya bayi sudah lahir tanpa ada seseorang yang menolong. Kalau seorang wanita pernah emengalami partus presipitatus kemungkinan besar kejadian ini akan berulang pada persaliann selanjutnya. Oleh karena itu sebaiknya wanita di rawat sebelum persalinan, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik, danepisiotomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari ruptur perineum tingkat III.


c.       His yang tidak terkoordinasi
      His disini sifatnya berubah-ubah tonus otot uterus meningkat juga di luar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dan mengadakan pembukaan. Disamping itu tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His ini disebut sebagai incoordinate hipertonik uterin contraction

Penanganan
      Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus. Usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin. Akan tetapi persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dan kalau pembukaan belum lengkap, perlu dipertimbangkan SC.

Etiologi dari kelainan tenaga atau His
      Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida khususnya primigravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan yang bersifat inersia uteri. Faktor herediter mungkin memegang peranan yang sangat penting dalam kelainan his. Satu sebab yang penting dalam kelalinan his, khususnya inersia uteri adalah bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya pada kelainan letak janin atau pada kelainan CPD. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion juga dapat merupakan penyebab inersia uteri. Gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional misalnya; uterus bikornis unikolis, dapat pula mengakibatkan kelainan his. Tetapi pada sebagian kasus penyebab kelainan inersia uterus tidak diketahui.

3.      Distosia Kelainan Alat Kandungan (Traktus Genitalis)
a.       Vulva
Kelainan yang dapat menyebabkan distosia yaitu edema, stenosis dan tumor
1)      Edema
Bisa timbul waktu hamil, biasanya sebagai gejala preeklampsi tetapi dapat pula mempunyai sebab lain misalnya gangguan gizi. Pada persalinan lama pada penderita di biarkan meneran terus, dapat timbul edema pada vulva.
2)      Stenosis pada vulva
Biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang, yang meyebabkan ulkus-ulkus dan yang sembuh dengan parut-parut yang dapat menimbulkan kesulitan. Walaupun dapat di atasi dengan melakukan episiotomi yang cukup luas.
3)      Tumor
Tumor dalam bentuk neoplasma jarang ditemukan di vulva, lebih sering terdapat kondiloma akuminata, kista atau abses glandula bartolin. Abses yang pecah pada waktu persalinan dapat meyebabkan infeksi purperalis.
b.      Vagina
      Stenosis vagina kongenital jarang terjadi lebih sering ditemukan septum vagina yang memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap dalam bagian kanan dan bagian kiri. Septum lengkap biasanya tidak menimbulkan distosia karena bagian vagina yang satu umumnya cukup lebar, baik untuk koitus maupun untuk lahirnya janin.
      Tumor apada vagina dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam. Adanya tumor vagina dapat pula menyebabkan persalinan pervaginam dianggap mengandung terlampau banyak resiko. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor, perlu dipertimbangkan apakah persalianan dapat berlangsung pervaginam atau harus diselesaikan dengan SC

c.       Uterus/servik
1)      Servik uteri
            Kondisi dimana struktur servik abnormal mungkin disebabkan karena kongenital atau didapat. Kelainan kongenital, jaringan parut servik, stenosis atau servik tidak berkembang. Distosia karena kelainan yang didapat disebabkan karena fibrosis dan infeksi, pembedahan dan radiasi. Meskipun kontraksi uterus normal, servik tidak membuka dan terasa kaku dan keras, oleh karena itu persalinan pervaginam tidak dapat dilakukan dan dianjurkan untuk SC.
            Konglutination orivisii eksterni ialah keadaan yang jarang didapat, disini dalam kala I uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga merupakan lembaran kerjas di bawah kepala janin. Diagnosis dibuat dengan menemukan lubang kecil yakni ostium uteri eksternum ditengah-tengah lapisan tipis tersebut. Dengan jari dimasukan kedalam lubang itu pembukaan dapat diperlebar dengan mudah dan dalam waktu yang tidak lama pembukaan dapat menjadi lengkap dengan sendirinya.
2)      Uterus
Distosia karena mioma uteri dapat terjadi;
a).    apabila letak mioma uteri menghalangi lahirnya janin pervaginan
b).    apabila berhubungan dangan adanya mioma uteri terdapat kelainan letak janin
c).    mioma uteri menyebabkan inersia uteri dalam persalinan
            Apabila mioma uteri merupakan halangan bagi lahirnnya janin pervaginan perlu dilakukan SC. SC dilakukan secara SCTP. Akan tetapi kadang-kadang dihubungkan dengan lokasinya perlu dilakukan SC klasik. Miomektomi sesudah SC tidak dianjurkan karena bahaya berdarahan banyak dan tertinggalnya luka-luka yang tidak rata pada miometrium yang memudahkan terjadinya infeksi puerpurial. Dalam masa puerpurium mioma uteri dapat mengecil malahan bisa menjadi lebih kecil dari padasebelum hamil. Puerpurium perlu diawasi dengan baik karena kemungkinan bahaya nekrosis selalu ada, jika pengobatan konserfatif tidak berhasil dipertimbangkan histrektomi. Profilaksis dianjurkan ajar pemberian oksitosin yang dapat menggangu peredaran darah ke miomata yang kemudian menjadi nekrotik dan mudah terinfeksi.

4.      Distosia Karena Kelainan Letak Janin
a.       Bayi besar
Yang dinamakan bayi besar adalah bila berat badannya lebih dari 4000gr.

Diagnosis
      Pemeriksaan yang teliti adanya DKP (disporposi cepalo pelvik) perlu dilakukan. Besarnya kepala dan tubuh janin dapat diukur dengan menggunakan alat ultrasonik.

Prognosis
      Pada panggul normal janin dengan berat badan kurang dari 4500gr pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran terjadi karena distosia bahu dapat menyebabkan kesukaran kelahiran sehingga bayi dapat meninggal akibat asfiksia. Selain itu penarikan kepala kebawah terlalu kuat dalam pertolongan distosia bahu berakibat perlukaan pada nervus brachialis dan musculus sterno kleido mastoideus.

Penanganan
      Pada CPD karena janin besat, SC perlu dipertimbangkan. Untuk melahirkan bahu hendaknya dilakukan episiotomi mediolateral yang luas, hidung serta mulut janin dibersihkan, kemudian kepala ditarik curam kebawah secara hati-hati dengan kekuatan yang terukur. Bila tidak berhasil digunakan perasat muller. Pada keadaan dimana janin telah mati sebelum bahu dilahirkan dapat dilakukan kleidotomi pada salah satu atau kedua klafikula. Untuk mengurangi kemungkinan perlukaan jalan lahir.
b.      Hydrocephalus
      Kepala sangat besar yang disebabkan karena peningkatan jumlah cairan serebrospinal yang meluas ke otak. Tulang kranial lembut, fontanel besar dan sutura lebar. Keadaan ini dapat menyebabkan obstruksi persalinan jika tidak didiagnosa dengan segera. Pada palpasi abdomen kepala teraba besar dan dibagian atas pinggir mungkin teraba bokong. Diagnosis dapat ditetapkan dengan USG, radiogragik atau denga pemeriksaan vagina. Pada banyak kasus fetus tidak dapat dilahirkan pervaginam dan SC dibutuhkan. Pada beberapa kasus pembedahan  berhasil dengan baik dengan cara insersi katuk jantung dan kateter dari ventrikel ke vena jugularis dan sisi kanan jantung. Dengan cara demikian dapat mengurangi cairan sereberal.
 
Prognosis
      Apabila tidak segera dilakukan pertolongan, bahaya rupture uteri akan mengancam. Rupture uteri pada hidrosephalus dapat terjadi sebelum pembukaan servik lengkap, karena tengkorak yang besar ikut meregangkan segmen bawah rahim.

c.       Anencephalus
      Anensephalus adalah kondisi dimana tulang tengkorak tidak ada dan hampir tidak ada perkembangan otak, yang terbuka dan tampak masa gelap dan merah. Inseden anensephalus kira-kira 1 dalam 1000 kelahiran. Spina bivida sering menyertai anensephalus. Fetus mempunyai mata yang besar dan menonjol dan bahu lebar; muka tampak saat proses persalinan. Biasanya 50% dari kehamilan karena polihidramnion. Hanya 25% bayi yang dapat hidup, biasanya perempuan dan hampir semua mati dalam seminggu pertama kelahiran.
d.      Kembar siam
adalah keadaan anak kembar yang tubuh keduanya bersatu. Hal ini terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna. Kemunculan kasus kembar siam diperkirakan adalah satu dalam 200.000 kelahiran. Yang bisa bertahan hidup berkisar antara 5% dan 25%, dan kebanyakan (75%) berjenis kelamin perempuan.
Istilah kembar siam berawal dari pasangan kembar siam terkenal Chang dan Eng Bunker (1811-1874) yang lahir di Siam (sekarang Thailand). Kasus kembar siam tertua yang tercatat adalah Mary dan Eliza Chulkhurst dari Inggris yang lahir di tahun 1100-an.
e.       Gawat janin
      Fetal distress disebabkan oleh kekurangan oksigen (hipoksia didalam uterus). Disalam banyak kasus hal ini banyak menyebabkan kerusakan intrakranial yang menyebabkan cerebral palsi dan kadang-kadang terjadi IUFD atau kematian neonatus. Pada waktu lahir bayi mungkin asfiksia dan membutuhkan resusitasi dengan segera.
      Mekanisme dimana hipoksia menyebabkan kerusakan otak atau kematian belum diketahui, tetapi beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu;
1)      Insufisiensi aliran darah uterus
2)      Insufisiensi aliran darah umbilikus
3)      Berkurangnya oksigenasi maternal
      Derajat dan Lamanya hipoksia, umur kehamilan dan berat fetus akan mempengaruhi produk kehamilan.
a)      Faktor yang mempengaruhi fetal distress akut
(1)   Kondisi uterus
Kontraksi uterus hipertonik yang lama dan kuat adalah abnormal dan uterus dalam keadaan istirahat yang lama dapat mempengaruhi sirkulasi utero plasenta, ketika kontraksi sehingga mengakibatkan hipoksia fetus.
(2)   Kompresi tali pusat
Kompresi tali pusat akan menggangu sirkulasi darah fetus dan dapat mengakibatkan hipoksia. Tali pusat dapat tertekan pada prolapsus, lilitan tali pusat,
(3)   Kondisi tali pusat
Plasenta terlepas, terjadi solusio plasenta hal ini berhubungan dengan kelainan fetus.
(4)   Depresi pusat sistem pernafasan
Depresi sistem pernafasan pada BBL sebagai akibat pemberian analgetuk pada ibu dalam persalinan dan perlukaan pada proses kelahiran menyebabkan hipoksia.

Deteksi fetus melalui pemeriksaan Antenatal
Pemeriksaan
Pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi fetus meliputi:
1).    USG untuk menilai pertumbuhan fetus
2).    Profil biofisikal
Pemeriksaan fisik pada fetus menggunakan USG parameter yang digunakan untuk menilai meliputi; gerakan pernafasan fetus, gerakan fetus, tonus fetus indeks cairan amnion dan NST
3).    Non stress tes (NST)
Eksternal kardiotokograf (CTG)
Kriteria yang seharusnya diamati meliputi 2 hal atau lebih, yaitu: denjut jantung janin, mengalami penurunan sedikitnya 15 denyutan permenit menetap sedikitnya 15 detik dalam 20 menit.
4).    Dopler

Tanda fetal distress dalam persalinan
1).    Denyut jantung
a).     Takikardi diatas 160 bpm atau bradikardi dibawah 120 bpm
b).    Deselerasi lebih dini
Ketika denyut jantung turun lebih dari 15 bpm pada saat kontraksi deselerasi menggambarkan kontraksi dan biasanya tidak dianggap masala serius.
c).    Deselerasi yang berubah-ubah
Deselerasi yang berubah-ubah hal ini sangat sulit dijelaskan. Ini dapat terjadi pada awal atau akhir penurunan denyut jantung dan bentuknya tidak sama. hubungan antara peningkatan asidosis fetus dengan dalam dan lamanya deselerasi adalah adanya abnormalitas denyut jantung janin.
d).   Deselerasi lambat
Penurunan denyut jantung janin menunjukkan tingkat deselerasi paling rendah tetapi menunjukkan kontraksi padaa tingkat yang paling tinggi. Deselerasi yang lambat menyebabkan penurunan aliran darah uterus dan pengurangan transver oksigen selama kontraksi. Penurunan tersebut mempengaruhi oksigenasi serebral fetus. Jika pola tersebut terjadi disertai dengan abnormalitas denyut jantung janin harus di pikirkan untuk ancaman yang serius dalam kesejahteraan fetus.
e).    Tidak adanya denyut jantung
Ini mungkin disebabkan oleh karena hipoksia kronis atau berat dimana sistem syaraf otonom tidak dapat merespon stress
f).     Mekonium campur air ketuban
2).    Mekonium
            Adanya mekonium terjadi kira-kira pada 20% dari semua kelahiran dan aspirasi terjadi 1-3% dari semua bayi hidup yang dilahirkan. Kecenderungan penyebabnya karena relaksasi spinter anus yang disebabkan oleh karena hipoksia usus yang mengakibatkan aliran darah keorgan vital berkurang. Adanya mekonium dalam cairan ketuban berhubungan dengan peningkatan resiko neonatus dan meningkatkan kesakitan dan kematian neonatus.
3).    Asfiksia
a).     Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umunya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan
b).    Penyebab asfiksia
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi kurang. Hipoksia bayi didalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir
c).     Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini :
(1). Faktor ibu
(a).  Preeklamsia dan eklamsia
(b). Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solution plasenta)
(c).  Partus lama atau partus macet
(d). Demam selama persalinan
(e).  Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
(f).  Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
(g). Faktor yang menyebabkan penurunan  sirkulasi utero-plasenter yang berakibat menurunnya pasokan oksigen ke bayi sehingga dapat menyebabkan asfiksia bayi baru lahir :
(2). Faktor tali pusat
(a).  Lilitan tali pusat
(b). Tali pusat pendek
(c).  Simpul tali pusat
(d). Prolapsus tali pusat
(3). Faktor bayi
(a).  Bayi premature (sebelum 37 minggu kehamilan)
(b). Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
(c).  Kelainan bawaan (congenital)
(d). Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya resiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor resiko menjadi sulit dikenali atau tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan

5.      Distosia Kelainan Jalan Lahir
a.       Kesempitan Pintu Atas Panggul
      Pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10 cm, atau diameter tranversa kurang dari 12 cm. Kesempitan pada konjugata vera (panggul picak) umumnya lebih menguntungkan daripada kesempitan pada semua ukuran (panggul sempit seluruhnya). Oleh karena pada panggul sempit karena kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini servik uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri serta lambannya pendataran dan pembukaaan servik. Apabila pada panggul sempit pintua atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala janin, ketuban bisa pecah oleh pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinya prolapsusu funikuli. Pada panggul picak turunya belakang kepala bisa tertahan dengan akibat terjadinya defleksi kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya ditemukan rintanagn pada semua ukuran;kepala memasuki rongga panggul dengan hiperfleksi. Selanjutnya moulage kepala janin dipengaruhi oleh jenis asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada asinklitismus posterior oleh karena pada mekanisme terakhir gerakan os. Parietale yang terletak paling bawah tertahan oleh simphisis, sedang  pada asinklistismus anterior os parietale posterior yang terletak paling bawah tertahan oleh simphisis, sedangkan pada asinklitismus anterior os parietale anterior dapat bergerak lebih leluasa ke belakang.
b.      Kesempitan Pintu Tengah Panggul
      Dengan sakrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen iskiadikum mayor cukup luas, dan spina iskiadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri rontgenologi, ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu kita waspadai terhadap kemunkinan kesukaran pada persalinan, apalagi bila diameter sagitalis posterior pendek pula. Pada panggul tengah yang sempit lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterir persisten atau presentasi ekpala dalam posisi lintang tetap (tranverse arrest).
c.       Kesempitan Pintu Bawah Panggul
      Pintu bawah panggil tidak merupakan bidang yang datar tetapi, terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Apabila ukuran yang terkhir ini lebih kecil daripada biasa, maka sudut arkus pubis mengecil pula (<80 0). Agar supaya dalam hal ini kepala janin dapat lahir, diperlukan ruanagan yang lebih besar pada bagian belakang pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis poterior yang cukup panjang persalinan pervaginam dapat dilaksankan, walaupun dengan perlukaan luas pada perineum. Dengan distansia tuberum bersama dengan diameter sagitalis posterior <15 cm, timbul kemacetan pada kelahiran janinukuran biasa. 
6.      Solutio Plasenta
Solutio plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat melekatnya yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan
Lakukan uji pembekuan darah, kegagalan terbentuknya pembekuan darah setelah 7 menit atau terbentuknya bekuan darah lunak yang mudah terpecah menunjukkan adanya koagulopati, transfusi darah segar
Jika terjadi perdarahan hebat, lakukan persalinan segera jika :
Pembukaan serviks lengkap, persalinan dengan ekstraksi vakum
Pembukaan serviks belum lengkap, persalinan dengan seksio sesarea
Jika perdarahan ringan atau sedang  tindakan tergantung denyut jantung janin (DJJ) :
DJJ normal atau tidak terdengar, pecahkan ketuban dengan kocher, jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin, jika serviks kenyal, tebal dan tertutup lakukan seksio sesarea
DJJ abnormal kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit
Lakukan persalinan pervaginam segera
Jika persalinan pervaginam tidak memungkinkan, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
Ruptur Uteri
Perdarahan dapat terjadi intraabdominal atau melalui vagina kecuali jika kepala janin menutupi rongga panggul, perdarahan dari rupture uteri pada ligamentum latum tidak akan menyebabkan perdarahan intraabdominal
Perbaiki kehilangan darah dengan pemberian infuse I.V cairan sebelum tindakan pembedahan
Lakukan seksio sesarea dan lahirkan plasenta segera setelah kondisi stabil
Jika uterus dapat diperbaiki dengan risiko operasi lebih rendah daripada resiko pada histerektomi dan ujung rupture uterus tidak nekrosis lakukan histerorafi, tindakan ini akan mengurangi waktu dan kehilangan darah saat histerektomi, jika uterus tidak dapat diperbaikki lakukan histerektomi supravaginal atau histerektomi total jika didapatkan robekan sampai serviks dan vagina

Perdarahan Pasca persalinan
Perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin didefinisikan sebagai perdarahan pasca persalinan
Penilaian risiko pada saat antenatal tidak dapat memperkirakan akan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penanganan aktif kala tiga sebaiknya dilakukan pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri, semua ibu pasca persalinan harus dipantau dengan ketat untuk mendiagnosa perdarahan pasca persalinan
Penanganan umum :
1.      Mintalah bantuan, segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat
2.      Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu termasuk TTV
3.      Pastikan bahwa kontrtaksi uterus baik :
4.      Lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah
5.      Berikan 10 unit oksitosin I.M
6.      Pasang infuse cairan I.V
7.      Lakukan kateterisasi
8.      Periksa kelengkapan plasenta
9.      Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina dan perineum
10.  Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah

11.  Setelah perdarahan teratasi, periksa kadar Haemoglobin