1.
Seborrhea
a. Definisi
Kata “dermatitis”
berarti adanya inflamasi pada kulit .Bentuk khusus dari dermatitis adalah
ekzema. Adapun dermatitis seboroik adalah infeksi jamur superfisial pada kulit,
menyerang daerah kulit yang banyak terdapat kelenjar sebasea dan merupakan
salah satu penyakit kulit akibat respon imunitas peradangan yang abnormal
terhadap jamur malassezia.(Ismail,1991)Atau dapat juga di artikan bahwa
dermatitis seboroik adalah segolongan kelainan kulit yang didasari oleh factor
konstitusi dan bertempat predileksidi tempat-tempat seboroik.Penyakit ini dapat
menyerang bayi sampai dewasa .Paling banyak di derita bayi pada usia 3 bulan
dan dewasa pada usia30 sampai 60 tahun. Bentuk dan kondisi yang lebih buruk
sering kali di derita pada bayi dan orang orang dengan daya tahan tubuh yang
rendah / imunodefesiensi.
b. Epidemiologi
Dermatitis seboroik
dapat menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada
umur 30 hingga 60 tahun. Insiden memuncak pada umur 18–40 tahun. DS lebih
sering terjadi pada pria daripada wanita. perempuan. Prevalensi semakin
berkurang pada setahun berikutnya dan sedikit menurun apabila umur lebih
(Djuanda,2002)
c. Patogenesis
Patogenesis yang
sebenarnya belum diketahui secara pasti berdasarkan tempat prediksi. Kelainan
ini diduga akibat disfungsi kelenjar sebasea .Selain itu erat kaitannya dengan
pengaruh hormone sisa kehamilan ibuknya .Karena itu dermatitis seboroik bias
sembuh dalam waktu 8-12 bulan yaitu saat jumlah hormone tersebut
berkurang.Kelainan ini biasanya akan berulang pada dewasa muda.
Beberapa faktor
(misalnya tingkat hormon, infeksi jamur, defisit nutrisi, dan faktor
neurogenik) berhubungan dengan keadaan ini. Adanya masalah hormonal mungkin
dapat menjelaskan mengapa keadaan ini muncul pada bayi, hilang secara spontan,
dan muncul kembali setelah puberitas. Pada bayi dijumpai hormon transplasenta
meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar
hormon ini menurun. Juga didapati bahwa perbandingan komposisi lipid di kulit
berubah. Jumlah kolesterol, trigliserida, parafin meningkat dan kadar sequelen,
asam lemak bebas dan wax ester menurun.
Keadaan ini diperparah
dengan peningkatan keringat. Stres emosional memberikan pengaruh yang jelek
pada masa pengobatan. Obat–obat neuroleptik seperti haloperidol dapat
mencetuskan dermatitis seboroik serta faktor iklim. Lesi seperti DS dapat
nampak pada pasien defesiensi nutrisi, contohnya defesiensi besi, defesiensi
niasin, dan pada penyakit Parkinson. DS juga terjadi pada defesiensi
pyridoxine. Penelitian–penelitian melaporkan adanya suatu jamur lipofilik,
pleomorfik, Malasssezia ovalis (Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien
dengan lesi pada kulit kepala. P. ovale dapat didapatkan pada kulit kepala yang
normal.(Siregar,2002).
d. Gejala
klinis
Dermatitis seboroik
adalah suatu penyakit dengan gambaran berbagai variasi klinis. Secara garis
besar gejala klinis DS bisa terjadi pada bayi dan orang dewasa. Pada bayi ada 3
bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan tengkuk) dan
generalisata (penyakit Leiner) yang terbagi menjadi familial dan non-familial.
Sedangkan pada orang dewasa, berdasarkan daerah lesinya DS terjadi pada kulit
kepala (pitiriasis sika dan inflamasi), wajah (blefaritis marginal,
konjungtivitis, pada daerah lipatan nasolabial, area jenggot, dahi, alis),
daerah fleksura (aksilla, infra mamma, umbilicus, intergluteal, paha), badan
(petaloid, pitiriasiform) dan generalisata (eritroderma, eritroderma
eksoliatif). Distribusinya biasanya bilateral dan simetris berupa bercak
ataupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritema ringan dan sedang, skuama
berminyak dan kekuningan.(Ismail ,1991).
1)
Pada bayi, ada tiga bentuk khas yang terjadi,
yaitu :.
a)
Secara klinis, cradle cap muncul pada minggu
ketiga sampai minggu keempat dua gambarannya berupa eritema dengan skuama
seperti lilin pada kulit kepala. Bagian frontal dan parietal berminyak dan
sering menjadi krusta yang menebal tanpa eritema. Skuama dengan mudah dapat
dihilangkan dengan sering menggunakan sampo yang mengandung sulfur, asam
salisil, atau keduanya (misalnya sampo Sebulex atau sampo T-gel).
b)
Dermatitis seboroik pada bayi dapat meluas ke
wajah, badan.
c)
Bentuk generalisata yang dikenal dengan nama
penyakit Leiner atau eritroderma desquativum. Penyakit ini ada dua bentuk,
familial dan non-familial,ini jarang terjadi.
2)
Dermatitis
seboroik pada orang dewasa juga memberikan gambaran yang berminyak dengan
eritema, krusta, dan skuama, dan meliputi kulit kepala, wajah, aurikularis,
daerah fleksura, dan badan.
a)
Pada kulit kepala, merupakan tempat tersering
dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuningan sehingga rambut saling
lengket dan kadang–kadang dijumpai krusta (Pityriasis steatoides), dandruff/
Pitiriasis sika (skuama kering dan berlapis–lapis dan sering lepas sendiri)
adalah manifestasi awal DS pada umumnya. Diawali dengan noda kecil dan secara
cepat menyerang kulit kepala. Tahap berikutnya eritema perifolikuler dan skuama
yang meluas menjadi bercak yang berbatas tegas dan diskret atau meliputi
sebagian besar kulit kepala dan di luar batas tumbuh rambut pada bagian frontal
kepala (disebut korona seboroik). Jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok,
sehingga terjadi alopesia dan rasa gatal.
b)
Pada daerah wajah, skuama berlapis dapat dilihat
bercak skuama yang kuning. Kelopak mata eritema dan granular (blefaritis
marginal) yang sering dijumpai pada wanita dan kadang–kadang injeksi
konjungtiva. Kelopak mata daerah kekuningan, skuama halus, batasnya tidak
jelas, dan kadang–kadang disertai rasa gatal. Jika menyerang glabella, terdapat
kulit yang pecah dan bagian tengahnya mengerut disertai skuama halus dengan
dasar yang eritema. Pada lipatan nasolabial dan alae nasi terdapat skuama
kekuningan dan kadang–kadang disertai fissure. Pada laki–laki, folikulitis
dapat terjadi pada kelopak mata bagian atas. Hal ini sering dijumpai pada
laki–laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya. Seboroik muka di daerah
jenggot disebut sikosis barbe.
c)
Pada daerah badan yang mengenai daerah
preseternal, interskapula, ketiak, inframamma, umbilicus, krural (lipatan paha,
perineum, dan nates) beberapa bentuk DS dapat terjadi, yang paling sering
adalah bentuk petaloid dan sering terlihat pada dada bagian depan dan daerah
interskapular. Lesi awal kecil, papul folikular yang berwarna merah kecoklatan
ditutupi dengan skuama yang berminyak, tapi lesi yang lebih sering adalah papul
folikular dan bercak multipel dengan skuama halus di tengah dan skuama
berminyak serta papul merah gelap di bagian pinggir. Pada badan, bentuk lainnya
adalah pitiriasiform yang terdiri dari papulosquamous oval, disertai pitiriasis
rosea.
d) Bentuk yang terakhir
adalah generalisata, yaitu eritroderma dan eritroderma eksfoliatif.
a.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah pemeriksaan
histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada penyakit lain,
seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi
tergantung dari stadium penyakit. Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis
dan akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan
perivaskuler. Pada DS akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat
infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah sedikit pada perivaskuler
superfisial, spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia psoriasiform ringan,
ortokeratosis dan parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta adanya skuama
dan krusta yang mengandung netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini
merupakan gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan
limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena
pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang telah disebutkan di atas
yang hamper sama dengan gambaran psoriasis. (Siregar,2002).
b.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisis. Pada berbagai gejala dari gambaran klinis yang ditemukan pada dermatitis
seboroik juga dapat dijumpai pada dermatitis atopik atau psoriasis, sehingga
diagnosis sangat sulit untuk ditegakkan oleh karena baik gambaran klinis maupun
gambaran histologi dapat serupa. Oleh sebab itu, perlu ketelitian untuk
membedakan DS dengan penyakit lain sebagai diferensial diagnosis. Psoriasis
misalnya yang juga dapat ditemukan pada kulit kepala, kadang disamakan dengan
DS, yang membedakan ialah adanya plak yang mengalami penebalan pada liken
simpleks.(Ismail,1991).
c.
Diagnosis banding
1) Psoriasis Vulgaris ini
berbeda dengan DS karena terdapat skuama yang tebal, kasar, dan berlapis-lapis,
disertai tanda tetesan lilin, Kobner dan Auspitz. Tempat predileksinya juga
berbeda, psoriasis sering terdapat di ekstremitas bagian ekstensor terutama
siku, lutut, kuku dan daerah lumbosakral. Jika psoriasis mengenai scalp, maka
sukar dibedakan dengan DS. Perbedaannya ialah skuamanya lebih tebal dan putih,
seperti mika.
2) Pitiriasis rosea ialah
penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan lesi inisial
berbentuk eritema dan skuama halus. Lesi awal berupa herald patch, umumnya di
badan, soliter, bentuk oval dan terdiri atas eritema serta skuama halus dan
tidak berminyak di pinggir. Lesi berikutnya lebih khas yang dapat dibedakan
dengan DS, yaitu lesi yang menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat
predileksinya juga berbeda, lebih sering pada badan, lengan atas bagian
proksimal dan .paha atas, jarang pada
kulit kepala. Gambaran Pitiriasis Rosea
3) Tinea kapitis adalah
kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofit
dan biasanya menyerang anak–anak. Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai dengan
lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis
yang lebih berat, yaitu kerion. Bercak-bercak seboroik pada kulit kepala yang
berambut kadang-kadang membingungkan. Biasanya lesi DS pada kulit kepala lebih
merata dan mempunyai lesi kulit yang simetris distribusinya. Pada tinea kapitis
dan tinea kruris, eritema lebih menonjol di pinggir dan pinggirannya lebih
aktif dibandingkan di tengahnya. Pada pemeriksaan didapatkan KOH positif dimana
terlihat hifa yang bersekat, bercabang, serta spora.
4) Liken simpleks kronikus
adalah peradangan kulit kronis yang gatal, sirkumskrip ditandai dengan kulit
tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenfikasi). Tidak biasa terjadi
pada anak tetapi pada usia ke atas, berbeda dengan DS yang sering juga terjadi
pada bayi dan anak-anak. Timbul sebagai lesi tunggal pada daerah kulit kepala
bagian posterior atau sekitar telinga. Tempat predileksi di kulit kepala dan
tengkuk, sehingga kadang sukar dibedakan dengan DS. Yang membedakannya ialah
adanya likensifikasi pada penyakit ini.
5) Dermatitis Atopik adalah
keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal. Biasanya terjadi
pada bayi atau anak-anak. Skuama kering dan difus, berbeda dengan DS yang
skuamanya berminyak dan kekuningan. Selain itu, pada dermatitis atopik dapat
terjadi likenfikasi.
6) SLE adalah penyakit yang
basanya bersifat akut, multisistemik dan menyerang jaringan konektif dan
vaskular. SLE sulit dibedakan dengan DS, oleh karena pada SLE juga dapat
dijumpai skuama. Yang dapat membedakan ialah lesi SLE berbentuk seperti
kupu-kupu, tersering di area molar dan nasal dengan sedikit edema, eritema dan
atrofi. Terdapat gejala demam, malaise, serta tes antibodi-antinuklear.
7) Rosasea adalah penyakit
kulit kronis pada derah sentral wajah (yang menonjol/ cembung). Gambaran
histopatologi terdapat daerah ektasia vaskular, edema dermis dan diorganisasi
jaringan konektif dermis. Ditandai dengan kemerahan pada kulit dan
talangiektasis, disertai episode peradangan yang memunculkan erupsi, papul, pustul
dan edema.
8) Kandidosis adalah
penyakit jamur yang di sebabkan oleh spesies candida, biasanya candida
albicans.Kadang sulit dibedakan dengan DS jika mengenai lipatan paha dan
perianal. Lesi dapat berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik dan basah. Perbedaannya
ialah pada kandidiasis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas
dengan satelit-satelit di sekitarnya. Predileksinya juga bukan pada
daerah-daerah yang berminyak, tetapi lebih sering pada daerah yang lembab.
Selain itu, pada pemeriksaan dengan larutan KOH 10 %, terlihat sel ragi,
blastospora atau hifa semu.
d. Pengobatan
Secara umum, terapi
bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan keratolitik dan sampo, menghambat
pertumbuhan jamur dengan pengobatan anti jamur, mengendalikan infeksi sekunder
dan mengurangi eritema dan gatal dengan steroid topikal. Pasien harus
diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering kambuh. Harus
dihindari faktor pencetus, seperti stres emosional, makanan berlemak, dan
sebagainya.
1)
Pengobatan topikal ini dapat mengontrol
dermatitis seboroik dan dandruff kronik pada stadium awal. Terapi yang dapat
digunakan, contohnya fluocinolone, topikal steroid solution. Pada orang dewasa
dengan DS dalam keadaan tertentu menggunakan steroid topikal satu atau dua kali
seminggu, di samping penggunaan sampo yang mengandung sulfur atau asam salisil
dan selenium sulfide 2%, 2 – 3 kali seminggu selama 5 – 10 menit. Atau dapat
diberikan sampo yang mengandung sulfur, asam salisil, zing pirition 1 – 2 %.
Steroid topikal potensi rendah dapat efektif mengobati DS pada bayi dan dewasa
pada daerah fleksura maupun DS recalcitrant persistent pada dewasa. Topikal
golongan azol dapat dikombinasikan dengan regimen desonide (satu dosis per hari
selama dua minggu) untuk terapi pada wajah. Dapat juga diberikan salap yang
mengandung asam salisil 2%, sulfur 4% dan ter 2%. Pada bayi dapat diberikan
asam salisil 3% - 5% dalam minyak mineral.
2)
Sistemik
Dapat diberikan anti
histamin ataupun sedatif. Pemberian dosis rendah dari terapi oral bromida dapat
membantu penyembuhan. Terapi oral yang menggunakan dosis rendah dari preparat
hemopoetik yang mengandung potasium bromida, sodium bromida, nikel sulfat dan
sodium klorida dapat memberikan perubahan yang berarti dalam penyembuhan DS dan
dandruff setelah penggunaan setelah 10 minggu. Pada keadaan yang berat dapat
diberikan kortikosteroid sistemik, dosis prednisolon 20 – 30 mg sehari, jika
ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan. Kalau ada infeksi sekunder dapat
diberikan antibiotik.
3)
Obat Alternatif
Terapi alami saat ini menjadi semakin populer. Tea tree oil
(Melaleuca oil) adalah minyak esensial yang berasal dari Australia. Terapi ini
dapat efektif bila digunakan setip hari dalam bentuk sampo 5 %.
e. Prognosis
Dermatitis seboroik dapat sembuh sendiri dan merespon pengobatan
topikal dengan baik. Namun pada sebagian kasus yang mempunyai faktor
konstitusi, penyakit ini agak sukar untuk disembuhkan, meskipun terkontrol.
No comments:
Post a Comment