truth


counters

nama

Sunday 30 August 2015

Askeb Persalinan Dan BBL:Persalinan Spontan




A.  PENGERTIAN
1.      Persalinan adalah pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup di dunia luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain disusun dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari dalam tubuh ibu (DepKes RI, 2010).
2.      Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu (JNPK-KR, 2008)
3.      Persalinan spontan adalah persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir.

B.   PENYEBAB Persalinan
1.    Hormonal
a.       Penurunan Progesteron
Fungsi plasenta menurun yang disebabkan oleh penurunan kadar progesteron dan estrogen menurun mendadak. Produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu. Nutrisi janin dari plasenta berkurang. Hal ini juga didukung oleh kenyataa bahwa menstruasi terjadi berulang setiap 4 minggu dan persalinan biasanya mulai pada sekitar minggu ke 40 atau 10 siklus menstruasi.
b.      Teori oksitosin internal
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena itu timbul kontraksi otot-otot rahim.
c.       Teori prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur hamil 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidual dan prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan
2.    Tekanan pada ganglion servikale
Ganglion pleksus Frankenhauser, menjadi stimulasi (pacemaker) bagi kontraksi otot polos uterus. Iskemia otot-otot uterus karena pengaruh hormonal dan beban, semakin merangsang terjadinya kontraksi. Takanan bagian janin pada cervik dan segmen bawah rahim, demikian pula pada flexus nervosus disekitar cervix dan vagina, merangsang permulaan persalinan.
3.    Stresor
Peningkatan beban / stress pada maternal maupun fetal dan peningkatan estrogen mengakibatkan peningkatan aktifitas kortison, prostaglandin, oksitosin, menjadi pencetus rangsangan untuk proses persalinan
4.    Teori peregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu, hingga uterus teregang maksimal. Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai. Seperti pada pasien hydramnion dan gemelli, persalinan sering terjadi lebih cepat.


5.    Teori hipotalamus-pituitari dan glndula suprarenal
Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini di kemukakan oleh Linggin 1973.

C.   FAKTOR YANG BERPERAN DALAM PERSALINAN
1.    Passage (jalan lahir) terdiri dari : jalan lahir, panggul, dan otot-otot dasar panggul
2.    Power : Terdiri dari his dan tenaga mengejan
3.    Passanger : terdiri dari janin, air ketuban dan  plasenta
4.    Respon psikologis
5.    Penolong

D.  TANDA DAN GEJALA
1.      Gejala Awal Persalinan
a.       Lightening, terjadi 2-3 minggu sebelumnya dan merupakan penyebab munculnya sensasi subjektif ibu hamil ketika janin  mulai menempati segmen bawah rahin
b.    Engagement 2-3 minggu sebelum kehamilan cukup bulan pada kehamilan.
c.    Sekresi vagina bertambah banyak.
d.    Turunnya berat badan oleh karena ekskresi cairan tubuh.
e.    Sumbat lender dikeluarkan dari cervix
f.     Ada lendir darah (blood show)
g.    Cervix menjadi lunak dan datar.
h.    Nyeri pinggang yang terus menerus.
i.      Terjadi his palsu dengan bermacam-macam frekuensi.

2.      Tanda Persalinan
a.       Timbulnya his.
1)      Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek. His persalinan mempunyai sifat :
2)      Pinggang terasa sakit yang menjalar ke dapan
3)      Sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar
4)      Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks
5)      Makin beraktivitas kekuatan makin bertambah
b.      Terjadi pengeluaran pervaginam pembawa tanda awal persalinan.
Dengan his persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan :
1)      Pendataran dan pembukaan. Pendataran menyebabkan terjadinya perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah
2)      Pengeluaran lendir  bercampur darah
c.       Pembukaan servik menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas
Pengeluaran cairan. Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran caiaran. Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.


d.      Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks :
1)      Perlunakan serviks
2)      Pendataran serviks
3)      Terjadinya pembukaan serviks

E.   TAHAP PERSALINAN
1.    Persalinan Kala I
Di mulai dari timbulnya his dan wanita mengeluarkan lendir yang bercampur darah (blood show) sampai dengan pembukaan lengkap (10 cm)
a.    Proses kala I
Proses kala I terbagi dalam 2 fase yaitu :
1)   Fase Laten
Berlangsung selama 8 jam, servik membuka sampai 3 cm.
2)   Fase Aktif.
a)    Fase akselerasi, pembukaan 3 – 4 cm. (dalam waktu 2 jam)
b)   Fase dilatasi maksimal, pembukaan 4-9 cm (berlangsung selama 2 jam, pembukaan berlangsung sangat cepat).
c)    Fase deselerasi, pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap (pembukaan menjadi lambat, berlangsung dalam waktu 2 jam).
b.    Lama kala I
Berdasarkan survey Friedman :
1)  Primigravida : berlangsung 12 jam. Dengan perhitungan pembukaan primigravida  1cm/jam
2) Multigravida sekitar 8 jam.
Pada multigravida 2 cm/jam. Dengan penghitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan
c.    His
Pada kala I his belum begitu kuat, yaitu 10 – 15 menit. Lambat laun his bertambah kuat, intervalnya menjadi pendek, kontraksi menjadi lebih kuat dan lebih lama. Lendir bertambah banyak bercampur darah.
d.    Yang harus diperhatikan pada kala I
1)   Persalinan
Perhatikan tanda dan gejala sebagai berikut :
a) Kontraksi uterus, tidak progresif – teratur
b) Kecepatan pembukaan serviks kurangdari atau sama dengan 1 cm/jam.
c)  Serviks tidak dipenuhi bagian bawah janin.
2)   Kondisi ibu
Perhatikan kondisi ibu dengan seksama:
a)    Denyut nadi (adakah peningkatan selama proses persalinan dan saat pasien datang). Jika terjadi peningkatan deyut nadi, petugas perlu mecurigai adanya keadaan dehydrasi atau ibu benar-benar mengalami kesakitan yang amat sangat.
b)   Penurunan tekanan darah. Jika terjadi penurunan tekanan darah, kaji apakah ada proses perdarahan yang terjadi.
c)    Aseton urin.
Jika ditemukan kadar aseton dalam urine ibu, maka petugas wajib mencurigai kemungkinan keadaan kurangnya asupan nutrisi. Maka petugas segera melaporkan keadaa ini segera dikolaborasikan kepada dokter penanggung jawab agar pasien segera mendapatkan bantuan berupa pemberian cairan infuse dextrose seccara intra vena. Bila memang diperlukan.
3)   Kondisi bayi
a)    Lakukan pemeriksaan Denyut jantung janin. Bila ditemukan jumlah frekuensi DJJ < 100 atau >180 kali/menit, maka petugas wajib mencurigai adanya kemungkinan gawat janin.
b)   Kaji posisi janin. Jika bayi dalam posisi selain oksiput anterior dengan fleksi sempurna, maka curigai adanya mall posisi/malpresentasi janin.
e.    Hal-hal yang tidak perlu dilakkan pada kala I
1)   Kateterisasi kandung kemih rutin: dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kemih. Lakukan hanya jika ada indikasi.
2)   Posisi terlentang: dapat mengurangi detak jantung dan penurunan aliran darah uterus sehingga kontraksi melemah
3)   Mendorong abdomen: menyakitkan bagi ibu, meningkatkan risiko ruptura uteri
4)   Mengedan sebelum pembukaan serviks lengkap: dapat menyebabkan edema dan/atau laserasi serviks
5)   Enema
6)   Pencukuran rambut pubis
7)   Membersihkan vagina dengan antiseptik selama persalinan

2.    Persalinan Kala II (Pengeluaran janin)
Kala II persalinan adalah masa pembukaan lengkap sampai dengan lahirnya bayi. Disebut juga kala pengeluaran atau keluarnya bayi dari uterus melalui vagina.
a.  Perubahan yang terjadi pada kala II :
1)   Kontraksi uterus/his
a)    Lebih kuat, amplitudo 40 – 60 mmHg.
b)   Lebih lama, 50-60 detik untuk satu his.
c)    Lebih sering, lebih dari 3 kali dalam 10 menit.
2)   Fetus.
Penyaluran O2  pada plasenta akan berkurang. Hal ini dapat menyebabkan :
a)    Hipoksia
b)   DJJ tidak teratur
c)    Kepala masuk rongga panggul, dasar panggul tertekan, sehingga timbul refleks mengedan.
3)   Otot penyokong kala II
Karena ibu mengedan, maka otot-otot pada dinding perut akan berkontraksi. Mengedan optimal dilakukan dengan cara :
a)      Paha ditarik dekat lutut
b)   Badan fleksi
c)    Dagu menyentuh dada
d)   Gigi bertemu gigi
e)    Tidak mengeluarkan suara
4)   Dasar panggul / organ panggul :
a)    Vagina menjadi lebih luas
b)   Otot-otot dasar panggul meregang
c)    Kandung kemih terdorong ke arah pubis
d)   Uretra teregang
e)    Rectum tertekan
b.  Gejala utama kala II/ pengeluaran janin
1)      His. Setiap his datang, maka akan timbul rasa ingin BAB dan kesakitan pada ibu. His Semakin kuat dengan interval 2-3 menit dengan durasi 50-100 detik. Kekuatan his dan mengejan lebih mampu mendorong kepala janin sehingga terjadi kepala membuka pintu dan meningkatkan reflek mengedan.
2)      Anus tertekan. Timbul akibar keberadaan kepala  janin didasar panggul, sehingga menekan permukaan anus, dan anuspun tampak tertekan dari luar.
3)      Perinium menonjol. Hal ini ditimbulkan oleh proses penurunan bagian terendah janin melewati pintu bawah panggul dan menekan perineum.

3.    Persalinan kala III (Pelepasan Plasenta)
Setelah kala kontraksi uterus berhenti sekitar 5-10 menit dengan lahir sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan karena sifat kontraksi. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda dibawah ini :
a.  Uterus menjadi bundar
b.  Uterus terdorong keatas, plasenta dilepas ke segmen bawah rahim
c.  Tali pusat bertambah panjang
d. Terjadi perdarahan

4.    Persalinan Kala IV (Pengawasan)
Kala IV adalah kala pengawasa yang dimaksudkan untuk melakukan pengawasan (observasi) karena perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam setelah persalinan. Observasi yang dilakukan berupa pengawasan dan pemeriksaan terhadap :
a.  Tingkat kesadaran penderita
b.  Kontraksi uterus
c.  Pemeriksaan vital sign
d.  Terjadinya perdarahan (normal) jika tidak melebihi (400-500 cc)


F.    KEMAJUAN PERSALINAN
Kemajuan persalinan ditentukan oleh :
1.    Meningkatnya intensitas, frekuensi dan durasi kontraksi uterus ( his ) yang diperoleh melalui palpasi abdomen , pemasangan transduser eksterna; atau insersi kateter intra uterin
2.    Dilatasi servik
3.    Pendataran servik

G.  MEKANISME PERSALINAN
Mekanisme persalinan yang kita kenal sekarang pertama kali  diuraikan oleh William Smelline diabad ke depalan belas. Mekanisme persalinan adalah cara penyesuaian diri dan lewatnya janin melalui panggul ibu.
Mekaisme persalinan pasa presentasi kepala dapat dijabar dengan urutan proses sebagai berikut:
1. Pada presentasi kepala, kepala melintang pada pintu atas panggul dengan oksiput kiri. Sebelum Engagemen terjadi Asinklitismus, dimana bagian terendah janin adalah os parietalis.
2. Bila yang menjadi bagian terendah adalah os parietalis anterior disebut asinklitismus anterior.
3. Pada awal persalinan sikap janin dalam keadaan flexi namun leher masih belum fleksi sempurna sehingga diameter terendah adalah diameter fronto oksipitalis.

Dengan semakin majnya persalina, maka flexi kepala semakin bertambah. Leher sudah flexi sempurna sehingga diameter terendah adalah Sub oksipito bregmatik.
Ada enam gerakan dengan overlapping yang jelas.  Uraian berikut ini adalah untk kedudukan UUK kiri depan.
1.    Penurunan (Engagement)
Engagemen adalah desensus dari diameter terendah kepala janin melalui PAP. Bagian terendah kepala adalah vertex, berada setinggi Spina Ischiadica.
Turunnya kapala dapat dibagi dalam :
a.    Masuknya kepala dalam pintu atas panggul.
1)   Masuknya kepala pada pintu atas pangul pada primigravida terjadi pada bulan terakhir kehamilan, tetapi pada multigravida baru terjadi pada permulaan persalinan. Masuknya kepala kedalam pintu atas panggul biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan.
2)   Kalau sutura sagitalis terdapat di tengah – tengah jalan lahir, ialah tepat di antara symphysis dan promontorium, maka dikatakan kepala dalam “ synclitismus “.
3)   Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati symphysis atau agak ke belakang mendekati promontorium, maka “ asynclitismus “.
4)   Jika sutura sagitalis mendekati symphysis dan os parietal belakang lebih rendah dari os parietal depan “ asynclitismus anterior “ dan Jika sutura sagitalis mendekati promontorium dan os parietal depan lebih rendah dari os parietal belakang “ asynclitismus posterior “
b.    Majunya Kepala
Pada primigravida majunya kepala terjadi pada kala II, sedangkan pada multigravida majunya kepala dan masuknya kepala terjadi bersamaan. Yang menyebabkan majunya kepala ialah :
1.    Tekanan cairan intrauterine.
2.    Tekanan langsung oleh fundus pada bokong
3.    Kekuatan mengejan
4.    Melurusnya badan anak oleh perubahan bentuk rahim.

Penurunan yang meliputi Engagement  pada diameter oblique kanan panggul. Berlangsung terus menerus selama persalinan normal pada waktu janin melalui jalan lahir. Gerakan gerakan lainnya menyertai peurunan ini. Pada primigravida sebelum persalinan mulai sudah harus terjadi penurunan  kepala yag jelas. Namun jika ada disproporsi dan segmen bawah rahim sudah terbentuk dengan baik.
Pada multipara penuruan kepala tidak akan terjadi sampai persalinan betul-betul berjalan baik. Penurunan disebabkan oleh karena tekanan kontraksi uterus ke bawah, dan pada kala II dibantu oleh daya meneran ibu dan sedikit oleh gaya berat.

2.    Flexi
Sebelum persalinan dimulai sudah terjadi flexi sebagian oleh karena ini merupakan sikap alamiah janin dalam uterus. Desensus berlanjut dan oksiput berputar dalam rongga panggul kearah depan – menjadi diameter obliq kanan sehingga oksiput bergerak kearah depan ke foramen obturatum kiri. Sehingga ubun-ubun kecil menjadi kiri depan. Posisi ubun-ubun kiri depan sebagain disebabkan oleh adanya colon sigmoid pada kuadran kiri posterior paggul. Tahanan terhadap penurunan kepala menyebabkan bertambahnya flexi. Occiput turun mendahului sinsiput, UUk lebih rendah daripada bregma, dan dagu janin mendekati dadanya.  Biasanya ini terjadi di PAP, tetapi mugkin pula baru sempurna setelah bagian terendah mencapai dasar panggul.
Efek daripada flexi adalah untuk merubah diameter terendah daripada occipitofrontalis (11.0 cm).  menjadi sub occipito breghmatica (9,5 cm) yang lebih kecil dan lebih bulat. Oleh karena persesuaian antara kepala janin dengan panggul ibu mungkin ketat, pengurangan 1,5 cm diameter terendah.
3.    Putaran paksi dalam
Sebagian besar  panggul mempunyai PAP yang berbentuk oval melintang. Daimeter anteroposterior PTP sedikit lebih panjang daripada diameter transversa. PBP berbentuk oval anteroposterior seperti kepala janin. Sumbu panjang kepala janin harus sesuai dengan sumbu panjang panggul ibu. Karenanya kepala janin yang masuk PAP pada diameter transversa atau oblique harus berputar kearah diameter anteroposterior supaya dapat lahir.
Paksi dalam terjadi sempurna ketika kepala mencapai dasar panggul atau segera sesudahnya. Putaran paksi dalam yang awal sering terjadi pada multipara dan pada pasien-pasien dengan kontraksi uterus yang efisien. Umumnya putaran paksi dalam terjadi pada kala II. Desensus berlanjut da oksiput mencapai dasar panggul.
Oksiput berputar kedepan. Bagia janin yang pertama kali menyentuh dasar panggul mengalami pemutaran ke anterior pada gerakan putaran paksi dalam. Rotasi sejauh 45 derajat dari posisi oblique disebut sebagai Rotasi anterior atau pemutaran pendek.Inilah yang maksud dengan putaran paksi dalam.
4.    Extensi
Pada dasarnya disebabkan oleh dua kekuatan :
a.    Kontraksi uterus yang menimbulkan tekanan kebawah
b.    Dasar panggul yang memberikan tahanan
Perlu diperhatikan bahwa dinding depan panggul (pubis) panjangnya hanya 4 cm-5 cm sedangkan dinding belakang (sacrum) 10 -15 cm. Dengan demikian sinsiput harus menempuh jarak yang lebih panjang daripada occiput. Dengan demikian turunnya kepala  terjadilah penonjolan perineum diikuti dengan kepala membuka pintu (crowning). Occiput lewat melalui PAP pelan-pelan dan tengkuk menjadi titik putar di angulus subpubicus. Kemudian dengan proses extensi yang cepat sinsiput menelurus sepanjang sacrum dan berturut-turut lahirlah bregma, dahi,hidung, mulut dan dagu melalui perineum.
Desensus dan persalinan kepala menyebabkan masuknya bahu kedalam rongga panggul. Saat lahir kepala dalam posisi oblique dari garis bahu. Diameter Bi sacromial adalah jarak antara prosesus acromion (11 cm).
5.    Restitusi
Restitusi adalah berputarnya kepala bayi pada posisi natural untuk menyesuaikan dengan bahu. Desensus berlanjut da bahu berputar agar diameter bi sacromial berada pada posisi sntero posterior di PBP. Pada waktu kepala mencapai dasar panggul maka bahu memasuki panggul. Oleh karena panggul tetap berada pada diameter oblique sedangkan kepala berputar kedepan, maka leher berputar.
Begitu kepala dilahirkan dan bebas dari panggul maka leher berputar kembali dan kepala mengadakan restitusi kembali 45° (OA menjadi LOA) sehingga hubunganya dengan bahu dan kedudukannya dalam panggul menjadi normal kembali.
6.    Putara paksi luar
Desensus berlanjut dan bahu berputar agar diameter bisacromial berada pada posisi antero posterior di PBP. Gerakan desensus dan rotasi ini menyebabkan pemutaran kepala sehingga oksiput berada didekat paha kiri ibu. Bahu depan sekarang berada dibawah simpisis dan degan gerakan latero fleksi, lahirlan bahu posterior dan seluruh tbh akan lahir.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa selama proses persalinan, janin melakukan serangkaian gerakan untuk melewati panggul

H.  TATALAKSANA
Pertolongan persalinan Spontan
1.    Tatalaksana kala I
a.       Beri dukungan dan dengarkan keluhan ibu
b.      Menerima pasien dengan keluarga dengan sopan dan ramah.
c.       Menanyakan kartu pemeriksaan, mengambil dan menganalisa kartu ibu.
d.      Menanyakan tentang tanda-tanda persalinan dan keluhan yang ibu rasakan.
e.       Mempersiapkan tempat persalinan yang aman dan nyaman.
f.       Menyiapkan status dan alat tulis.
g.       Menyiapkan tempat duduk untuk observasi disebelah kanan pasien.
h.      Mengosongkan kandung kemih pasien
i.        Menanyakan kepada pasien kapan terakhir buang air besar dan mempersilahkan pasien untuk menngosongkan rektum.
j.        Menggantikan pakaian pasien dengan pakaian yang sudah disiapkan di tempat bersalin.
k.      Jika ibu tampak gelisah/kesakitan:
1)      Biarkan ia berganti posisi sesuai keinginan, tapi jika di tempat tidur sarankan untuk miring kiri.
2)      Biarkan ia berjalan atau beraktivitas ringan sesuai kesanggupannya
3)      Anjurkan suami atau keluarga memjiat punggung atau membasuh muka ibu
4)      Ajari teknik bernapas
l.        Jaga privasi ibu. Gunakan tirai penutup dan tidak menghadirkan orang lain tanpa seizin ibu.
m.    Izinkan ibu untuk mandi atau membasuh kemaluannya setelah buang air kecil/besar
n.      Jaga kondisi ruangan sejuk. Untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir, suhu ruangan minimal 250C dan semua pintu serta jendela harus tertutup.
o.      Beri minum yang cukup untuk menghindari dehidrasi dan sarankan ibu berkemih sesering mungkin.
p.      Pantau parameter berikut secara rutin dengan menggunakan partograf.
q.      Lakukan penilaian dan intervensi selama kala I
Tabel penilaian dan intervensi kala I persalinan
Parameter
Frekuensi pemeriksaan
Kala I
Kala II
Tekanan darah
Tiap 4 jam
Tiap 4 jam
Suhu
Tiap 4 jam
Tiap 2 jam
Nadi
Tiap 30-40 menit
Tiap 30-60 menit
Denyut jantung janin
Tiap 1 jam
Tiap 30 menit
Kontraksi uterus
Tiap 1 jam
Tiap 30 menit
Pembukaan servik
Tiap 4 jam
Tiap 4 jam
Penuruan kepala
Tiap 4 jam
Tiap 4 jam
Warna cairan ketuban
Tiap 4 jam
Tiap 4 jam
r.        Pasang infus intravena untuk pasien dengan:
1)      Kehamilan lebih dari 5
2)      Hemoglobin ≤9 g/dl atau hematokrit ≤27%
3)      Riwayat gangguan perdarahan
4)      Sungsang
5)      Kehamilan ganda
6)      Hipertensi
7)      Persalinan lama
s.       Isi dan letakkan partograf di samping tempat tidur atau di dekat pasien
t.        Lakukan pemeriksaan kardiotokografi jika memungkinkan
u.      Lakukan pencatatan partograph.
v.      Melibatkan suami untuk mensupport ibu.
w.     Lakukan pendkes sesuai masalah ibu.
x.      Pantau kemajuan persalinan
y.      Persiapkan rujukan jika terjadi komplikasi

2.    Tatalaksana kala II
Tatalaksana pada kala II, III, dan IV tergabung dalam 58 langkah APN yaitu:
a.   Menjelaskan kondisi ibu, tindakan dan tujuan serta hasil tindakan kepada ibu dan keluarga.
b.   Kenali tanda dan gejala kala dua
1)      Memeriksa tanda berikut:
a)      Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
b)      Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/atau vaginanya.

c)      Perineum menonjol dan menipis.
d)      Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
2)      Siapkan Pertolongan Persalinan
3)      Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial.
a)      Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir steril/DTT siap dalam wadahnya
b)      Semua pakaian, handuk, selimut dan kain untuk bayi dalam kondisi bersih dan hangat
c)      Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan termometer dalam kondisi baik dan bersih
d)      Patahkan ampul oksitosin 10 unit dan tempatkan spuit steril sekali pakai di dalam partus set/wadah DTT
e)      Untuk resusitasi: tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk atau kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm diatas tubuh bayi.
f)       Persiapan bila terjadi kegawatdaruratan pada ibu: cairan kristaloid, set infus
4)      Kenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih, sepatu tertutup kedap air, tutup kepala, masker, dan kacamata.
5)      Lepas semua perhiasan pada lengan dan tangan lalu cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih kemudian keringkan dengan handuk atau tisu bersih.
6)      Pakai sarung tangan steril/DTT untuk pemeriksaan dalam.
7)      Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin 10 unit dan letakkan kembali spuit tersebut di partus set/wadah DTT atau steril tanpa mengontaminasi spuit.

c.   Pastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik
1)      Bersihkan vulva dan perineum, dari depan ke belakang dengan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.
2)      Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Lakukan amniotomi bila selaput ketuban belum pecah, dengan syarat: kepala sudah masuk ke dalam panggul dan tali pusat tidak teraba.
3)      Dekontaminasi sarung tangan dengan mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelahnya.
4)      Periksa denyut jantung janin (DJJ) segera setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 kali/menit). Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
d.   Siapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran
1)      Beritahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
a)      Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.
b)      Bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan dia merasa nyaman. Anjurkan ibu untuk cukup minum.
c)      Lakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan  yang kuat untuk meneran.
d)      Perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai


e)  Nilai denyut jantung janin setiap kontraksi uterus selesai.

f)  Segera hubungi dokter Spesialis obsteri dan gynekologi jaga pemegang tanggung jawab pasien, jika :

 
 
Posisi ½ duduk
-       Bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit 2jam meneran (Primigravida) dan atau 60 menit (1jam) meneran (untuk multi gravid).
-       Jika dokter spesialis tidak ada/tidak dapat dihubungi, cari dokter lain atau rujuk segera pasien.
2)      Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit
Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi
14)  Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, letakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
15)  Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
16)  Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
17)  Pakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
8)   Membantu Lahirnya Kepala
18)  Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan kering, sementara tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala
- Anjurkan ibu meneran sambil bernapas cepat dan dangkal.
19)  Periksa lilitan tali pusat dan lakukan tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi.

Memeriksa lilitan tali pusat
-        Jika lilitan tali pusat dileher bayi masih longgar, selipkan tali pusat lewat kepala bayi.
-        Jika lilitan ketat, klem tali pusat didua titik, lalu guntung diantaranya. Jangan lupa untuk tetap lidungi leher dan kepala bayi.
Menggunting tali pusat

20)  Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.









9)   Membantu Lahirnya Bahu
21)  Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi.
a)    Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul


Melahirkan bahu depan
di bawah arkus pubis seperti pada gambar berikut.
b)   Gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang seperti gambar berikut :
Melahirkan bahu belakang







10)    Membantu Lahirnya Badan dan Tungkai
22)  Setelah kedua bahu lahir, geser tangan yang berada di bawah ke arah perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan yang berada di atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
23)  Setelah tubuh dan lengan bayi lahir, lanjutkan penelusuran tangan yang berada di atas ke punggung, bokong, tungkai dan kaki bayi. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk di antara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).

11)    Penanganan Bayi Baru Lahir
24)  Lakukan penilaian selintas dan jawablah tiga pertanyaan berikut untuk menilai apakah ada asfiksia bayi:
a)      Apakah kehamilan cukup bulan?
b)      Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?
c)      Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
Bila ada jawaban “TIDAK”, bayi mungkin mengalami asfiksia.Segera lakukan resusitasi bayi baru lahir (lihat bab 3.3) sambil menghubungi dokter spesialis anak. Bila dokter spesialis anak tidak ada, segera persiapkan rujukan. Pengisapan lendir jalan napas pada bayi tidak dilakukan secara rutin
25)  Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru lahir normal. Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu
a)      Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya KECUALI BAGIAN TANGAN TANPA MEMBERSIHKAN VERNIKS.
b)      Ganti handuk basah dengan handuk yang kering
c)      Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas dada atau perut ibu
26)  Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam uterus (hamil tunggal).

3.    Tatalaksana kala III
12)                   Manajemen Aktif Kala III
27)  Beritahukan kepada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin untuk membantu uterus berkontraksi baik.
28)  Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikan oksitosin 10 unitIM di sepertiga paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin!).

Jika tidak ada oksitosin:
a)      Rangsang puting payudara ibu atau minta ibu menyusui untuk menghasilkan oksitosin alamiah.
b)      Beri ergometrin 0,2 mg IM. Namun TIDAK BOLEH diberikan pada pasien preeklampsia, eklampsia, dan hipertensi karena dapat memicu terjadi penyakit serebrovaskular.
29)  Dengan menggunakan klem, 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat pada sekitar 3 cm dari pusat (umbilikus) bayi (kecuali pada asfiksia neonatus, lakukan sesegera mungkin). Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
30)  Potong dan ikat tali pusat.
a)      Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian gunting tali pusat di antara 2 klem tersebut (sambil lindungi perut bayi).
b)      Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan simpul kunci.
c)      Lepaskan klem dan masukkan dalam larutan klorin 0,5%.
Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan cairan/bahan apapun ke puntung tali pusat
31)  Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
32)  Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan pasang topi pada kepala bayi.

Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
33)  Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
34)  Letakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di tepi atas simfisis dan tegangkan tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
35)  Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah dorso-kranial secara hati-hati, seperti gambar berikut, untuk mencegah terjadinya inversio uteri. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk  menstimulasi puting susu.
Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur tersebut tadi.
36)  Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, lalu minta ibu meneran sambil menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir dengan tetap melakukan tekanan dorso-kranial seperti pada gambar disamping.
a)      Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
 
Melakukan peregangan tali pusat terkendali
b)      Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:- Beri dosis ulangan oksitosin 10 unitIM
- Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
- Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
- Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
- Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir
- Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.
37)  Saat plasenta terlihat di introitus vagina, lanjutkan kelahiran plasenta dengan menggunakan kedua tangan.
Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
38)  Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus dengan meletakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/ masase.
13)                   Menilai Perdarahan
39)  Periksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan pastikan bahwa selaputnya lengkap dan utuh.
40)  Evaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan aktif.
Derajat robekan/laserasi perineum
a)      Derajat  I      :   Laserasi epitel vagina atau laserasi pada kulit perineum saja
b)      Derajat II      : Melibatkan kerusakan pada otot-otot perineum, tetapi tidak melibatkan kerusakan sfingter ani.
c)      Derajat III     :   Kerusakan pada otot sfingter ani
3a     :   robekan < 50% sfingter ani eksterna
3b     :   robekan > 50% sfingter ani ekterna
3c     :   robekan juga meliputi sfingter ani interna
d)      Robekan stadium tiga disertai robekan epitel anus

4.    Tatalaksana kala IV
14)                   Melakukan Asuhan Pasca Persalinan (Kala IV)
41)  Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam
42)  Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu-bayi (di dada ibu minimal 1 jam).
a)      Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu
b)      Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 60-90 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung pada menit ke-45-60, dan berlangsung selama 10-20 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara
c)      Tunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya dan biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
d)      Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam atau sebelum bayi menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama dengan mempertahankan kontak kulit ibu dan bayi.
e)      Jika bayi belum menemukan puting ibu - IMD dalam waktu 1 jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya.
f)       Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K1, salep mata) dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.
g)      Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga kehangatannya.
h)      Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila suatu saat kaki bayi terasa dingin saat disentuh, buka pakaiannya kemudian telungkupkan kembali di dada ibu dan selimuti keduanya sampai bayi hangat kembali.
i)        Tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Bayi harus selalu dalam jangkauan ibu 24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa menyusu sesering keinginannya.
43)  Setelah kontak kulit ibu-bayi dan IMD selesai:
a)      Timbang dan ukur bayi.
b)      Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1% atau antibiotika lain).
c)      Suntikkan vitamin K1 1 mg (0,5 mL untuk sediaan 2 mg/mL) IM di paha kiri anterolateral bayi.
d)      Pastikan suhu tubuh bayi normal (36,5 – 37,5°C).
e)      Berikan gelang pengenal pada bayi yang berisi informasi nama ayah, ibu, waktu lahir, jenis kelamin, dan tanda lahir jika ada.
f)       Lakukan pemeriksaan untuk melihat adanya cacat bawaan (bibir sumbing/langitan sumbing, atresia ani, defek dinding perut) dan tanda-tanda bahaya pada bayi.

Bila menemukan tanda bahaya, hubungi dokter spesialis anak. Bila dokter spesialis anak tidak ada, segera persiapkan rujukan



44)  Satu jam setelah pemberian vitamin K1, berikan suntikan imunisasi hepatitis B di paha kanan anterolateral bayi.
a)      Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.
b)      Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
45)  Lanjutkan pemantauan kontraksi dan pecegahan perdarahan pervaginam:
a)      Setiap 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascasalin.
b)      Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascasalin.
c)      Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascasalin.
d)      Lakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.
46)  Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi, mewaspadai tanda bahaya pada ibu, serta kapan harus memanggil bantuan medis.
47)  Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
48)  Periksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih ibu setiap 15 menit selama 1 jam pertama pascasalin dan setiap 30 menit selama jam kedua pascasalin.
a)      Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pascasalin.
b)      Lakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal
49)  Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,50C).
Tunda proses memandikan bayi yang baru saja lahir hingga minimal 24 jam setelah suhu stabil.
50)  Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
51)  Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
52)  Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
53)  Pastikan ibu merasa nyaman.
a)      Bantu ibu memberikan ASI.
b)      Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
54)  Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
55)  Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
56)  Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan dengan tisu atau handuk yang kering dan bersih.
57)  Dokumentasikan hasil tindakan selama proses persalinan da lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala IV.
15)    Ucapkan Selamat pada pasien atas kelahiran purta/putriya.
58)  Pastikan ibu sudah bisa buang air kecil setelah asuhan persalinan selesai.


I.        KEPUSTAKAAN
1.      Depkes RI. (2007) Asuhan Persalinan Bersih dan Aman, Jakarta: Depkes RI.

2.      Depkes RI. (2004) Maternal Neonatal Health, Jakarta: Depkes RI.

3.      Depkes RI. (2006) Pedoman Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal, Jakarta:

4.      Depkes RI. (2001). Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010, Jakarta.

5.      DepKes RI (2002). Program Safe Motherhood di Indonesia, Jakarta.

6.      Depkes RI (2006) Pelatihan Manajemen Kinerja Klinik Perwat dan Bidan. PUSDIKLAT SDM Kesehatan Jakarta.

7.      Hadijono, S (2005) Pedoman Managemen Pelayanan Obstetri NeonatalEmergency Komperehensif 24 jam di Tingkat kabupaten/ Kota, Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI.





No comments:

Post a Comment