truth


counters

nama

Thursday 2 April 2015

makalah molahidatidosa

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Upaya kesehatan reproduksi salah satunya adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil dan bersalin. Adapun penyebab langsung dari kematian ibu di Indonesia adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi, toksemia gravidarum. Perdarahan sebanyak 30% dari total kasus kematian, eklamsi (keracunan kehamilan) 25%, infeksi 12%. Salah satu dari ketiga ketiga faktor tersebut adalah perdarahan, perdarahan dapat terjadi pada saat kehamilan, persalinan dan masa nifas. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan, bisa terjadi pada awal kehamilan maupun kehamilan lanjut, dengan besar angka kejadiannya 3% pada kehamilan lanjut dan 5% pada awal kehamilan. Perdarahan yang terjadi pada awal kehamilan meliputi abortus, mola hidatidosa dan kehamilan ektopik. Pada kehamilan lanjut antara lain meliputi Solutio Plasenta dan Plasenta Previa. Dari kasus perdarahan diatas ternyata didapatkan besar kasus paling tinggi adalah perdarahan pada awal kehamilan yang dari salah satu perdarahan awal kehamilan tersebut terdapat kehamilan molahidatidosa.
Molahidatidosa adalah Tumor jinak dari trofoblast dan merupakan kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematous, janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus menerus, sehingga gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Penyebab pasti terjadinya kehamilan Mola hidatidosa belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang memengaruhinya yaitu faktor ovum, imunoselektif trofoblast, usia, keadaan sosio-ekonomi yang rendah, paritas tinggi, defisiensi protein, infeksi virus dan faktor kromosom yang jelas, dan riwayat kehamilan mola sebelumnya. Jenis pada molahidatidosa yaitu Molahidatidosa Komplet (MHK) dan Molahidatidosa Parsial (MHP). Angka kematian yang diakibatkan oleh kehamilan Molahidatidosa berkisar antara 2,2% - 5,7%.
Pada kehamilan Molahidatidosa jika tidak dilakukan penanganan secara komprehensif maka masalah kompleks dapat timbul sebagai akibat adanya kehamilan dengan Molahidatidosa yaitu TTG (Tumor Trofoblast Gestasional) dimana TTG ini terbagi menjadi 2 macam yaitu: Choriocarcinoma non Villosum dan Choriocarcinoma Villosum yang bersifat hematogen dan dapat bermetastase ke vagina, paru-paru, ginjal, hati bahkan sampai ke otak. Dengan presentasi kejadian tersebut adalah 18-20% keganasan.
Penatalaksanaan pada Molahidatidosa ada tiga tahap yaitu perbaikan keadaan umum ibu, pengeluaran jaringan mola dengan cara  Kuretase atau Histerektomi, dan pemeriksaan tindak lanjut yaitu follow up selama 12 bulan, dengan mengukur kadar β-HCG dan mencegah kehamilan selama 1 tahun. Tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada pengukuran serial kadar β-HCG serum untuk mendeteksi Tumor Trofoblast Persisten.
Penyakit ini, baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak ditemukan di Negara Asia, sedangkan di Negara bagian Barat lebih jarang.Angka di Indonesia umumnya berupa angka Rumah Sakit yaitu RSCM, untuk Mola Hidatidosa berkisar 1:50 sampai 1:141 kehamilan. Angka ini jauh lebih tinggi disbanding Negara-negara barat dimana insidennya berkisar 1:1000 sampai 1:2500 kehamilan untuk kejadian Molahidatidosa. Sedangkan frekuensi kejadian Molahidatidosa di RSU dr. Slamet Garut tahun 2009 sebanyak 37 kasus dari jumlah kehamilan sebanyak 1730 dan ditemukan angka untuk Molahidatidosa 1:47 kehamilan pada tahun 2009.
Mola Hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri tumor jinak (benigna) dari chorion penyebab embrio mati dalam uterus tetapi plasenta melanjutkan sel-sel trophoblastik terus tumbuh menjadi agresif dan membentuk tumor yang invasif, kemudian edema dan membentuk seperti buah anggur, karakteristik mola hidatiosa bentuk komplet dan bentuk parsial, yaitu tidak ada jaringan embrio dan ada jaringan embrio. Melihat fenomena diatas maka disini penulis tertarik untuk menulis makalah dengan judul “Molahidatidosa”.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dari mola hidatidosa ?
2.      Apakah etiologi dari mola hidatidosa ?
3.      Bagaimana patofisiologi dari mola hidatidosa ?
4.      Bagaimana tanda dan gejala dari mola hidatidosa ?
5.      Bagaimana gambaran diagnostik dari mola hidatidosa ?
6.      Bagaimana penatalaksanaan pada klien dengan mola hidatidosa ?
7.      Bagaimana komplikasi yang terjadi pada pasien mola hidatidosa?

C.    Tujuan
1.      Agar mahasiswa mengetahui  dan memahami pengertian dari mola hidatidosa
2.      Agar mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi dari mola hidatidosa
3.      Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari mola hidatidosa
4.      Agar mahasiswa mengetahui komplikasi dari mola hidatidosa
5.      Agar mahasiswa mengetahui gambaran diagnostik dari mola hidatidosa
6.      Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan dari mola hidatidosa
7.      Agar  mahasiswa mengetahui komplikasi dari mola hidatidosa

     








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
      Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa berasal dari kata Hydats  yang berarti  tetesan air. Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar (konsepsi yang patologis) dimana tidak ditemukan  janin dan hampir seluruh vili korialis mengalalami perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa  atau  Complete mole sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut sebagai Mola Parsialis atau Partial mole.
      Hamil Mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi poliferasi dan vili korialis disertai dengan degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur.
      Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung- gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. ( Sarwono Prawirohardjo, 2010).
      Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh bergandang berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).
      Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).
B.     Etiologi
Penyebab molahidatidosa belum diketahui secara pasti, namun ada faktor-faktor penyebabnya adalah :
1.      Faktor ovum
           Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma.
2.      Imunoselektif dari trofoblas
           Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan respon imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami distensi kaya nutrient. Pembuluh darah primitive di dalam vilus  tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio ‘ kelaparan’, mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi kejaringan ibu.
3.      Usia
           Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi kehamilan mola. Prekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia subur relatif tinggi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur dapat terjadi kehamilan mola.
4.      Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
           Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
5.      Paritas tinggi
           Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan molahidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetik yang dapat diidentifikasikan dengan penggunaan stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal). Namun juga tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dapat terjadi kehamilan molahidatidosa.
6.      Defisiensi protein
           Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan pertumbuhan pada janin tidak sempurna.
7.      Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
           Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan penyakit ( desease ). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba ( kuman atau virus ) yang termasuk virulensinya seta daya tahan tubuh.
8.      Riwayat kehamilan mola sebelumnya
           Kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus. Dalam suatu kejadian terhadap 12 penelitian yang total mencangkup hampir 5000 Kelahiran, frekwensi mola adalah 1,3%. Dalam suatu ulasan tentang molahidatidosa berulang tapi pasangan yang berbeda bisa disimpulkan bahwa mungkin terdapat “ masalah oosit primer “.

C.    PATOFISIOLOGI
      Setelah ovum dibuahi, terjadi pembagian dari sel tersebut. Tidak lama kemudian terbentuk biastokista yang mempunyai lumen dan dinding luar. Dinding ini terjadi atas sel-sel ekstoderm yang kemudian menjadi tropoblash. Sebagian vili berubah menjadi gelembung berisi cairan jernih,biasa tidak ada janin. Gelembung-gelambung atau tesikel ukurannya bervariasi mulai dari yang mudah dilihat,sampai beberapa sentimeter,bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang tipis. Masa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi cavum uteri. Pembesaran uterus sering tidak sesuai dan melebihi usia kehamilan.
          Pada beberapa khusus, sebagian pertumbuhan dan perkembangan villi korealis berjalan normal sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang bahkan sampai aterm.Keadaan ini disebut mola parsial. Ada beberapa kasus pertumbuhan dan perkembangan villi korealis berjalan normal sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang.
1.      Teori Missed Abortion
           Mudigan mati pada kehamilan tiga sampai lima minggu,karena terjadi gangguan peredaran darah,sehingga terjadi penemuan cairan dalam jaringan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuk gelembung-gelembung.
2.      Teori Neoplasma dari park
           Bahwa yang normal adalah sel trofoblast yang mempunyai fungsi abnormal pula,dimana terjadi cairan yang berlebihan dalam villi sehingga timbul gelembung,hal ini menyebabkan peredaran gangguan peredaran darah dan kematian mudigan.

Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
1.      Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
      Villi korion berubah menjadi massa vesikel dengan ukuran bervariasi dari sulit terlihat sehingga diameter beberapa centimeter. Histologinya memiliki karakteristik yaitu :
a.       Tidak ada pembuluh pada vili yang membengkak
b.      Prolifersi dari epitel trofoblas dengan bermacam-macam ukuran
c.       Tidak adanya janin atau amnion
            Secara kasat mata jaringan mola hidatidosa komplit tampak seperti seonggok buah anggur. Mola hidatidosa merupakan hasil pembuahan dari sel telur  ( Ovum ) yang  kehilangan intinya atau intinya tidak aktif. Fertilisasi terjadi oleh satu sperma yang mempunyai kromosom 23 X,yang kemudian setelah masing masing kromosom membelah terbentuklah sel dengan  kromosom 46 XX,dengan demikian sebagian besar mola  komplit sifatnya androgenik , homozigot  dan berjenis kelamin wanita.
            Walaupun lebih jarang dapat pula fertilisasi terjadi oleh 2 sperma, yang menghasilkan sel anak 46 XX atau 46 XY. Pada kedua kejadian di atas konseptus adalah keturunan pathenogenome paternal yang seluruhnya meru-pakan allograft. Jaringan mola komplita secara histologis tidak menampakkan pertumbuhan villi dan pembuluh pembuluh darah; bahkan terjadi pembentukancisterna villosa, disertai hiperplasia baik dari sel sel  sinsisiotrofoblas  maupun dari  sel sel sitotrofoblas. Tidak tampak embryo karena sudah mengalami kematian pada masa dini akibat tidak terbentuknya  sirkulasi plasenta.
            Percobaan pada tikus yang secara immunologis defisien menunjukkanbahwa berbeda dengan korio-karsinoma; mola hidatidosa komplit dan mola invasiv sifatnya tidak ganas.Namun molahidatidosa komplit mempunyai potensi yang lebih besar untuk berkembang menjadi koriokarsinoma dibandingkan dengan kehamilan normal. Pernah dilaporkan pula adanya kehamilan kembar yang salah satunya mola komplit  (46 XX) dan yang lain  berupa janin yang normal (46 XY) . Janin dapat mengalami abortus namun kadang kadang berkembang sampai aterm.Bila ada kehamilan kembar yang salah satunya adalah mola penting sekali untuk membedakannya apakah itu suatu mola komplit atau mola parsial, karena prognosis kearah terjadinya keganasan lebih kecil pada mola parsial.
2.      Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
      Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari janin. Umumnya janin masih hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga yang hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.
      Pada suatu penelitian ditemukan bahwa gambaran karyotipi dari mola parsialis bisa normal ,triploidi atau trisomi seringkali 69 ,XXX atau 69 XXY. Ditemukan juga adanya fetus dan pembengkakan pada villi yang sifatnya tidak menyeluruh. Penelitian berikutnya secara sitogenetik menunjukkan bahwa hiperplasia trofoblas`dan pembentukan sisterna pada mola parsialis hanya ditemukan pada konseptus yang triploid. Secara biokimiawi dan sitogenetik ditemukan adanya gen maternal pada mola parsialis sehingga terjadinya adalahdiandri (terdiri atas satu set kromosom  maternal dan dua set kromosom paternal). Gambaran histologisd  yang khas pada mola parsialis adalah adanya crinkling atau scalloping dan ditemukannya stromal trophoblastic inclusionHiperplasia trofoblas umumnya terjadi pada sinsisiotrofoblas dan jarang terjadi pada sitotrofo-blas.Walaupun ada janin , umumnya mengalami kematian pada trimester pertama. Koriokarsinoma lebih jarang terjadi pasca mola parsialis dibandingkan dengan pasca mola komplit.

D.    TANDA DAN GEJALA
1.      Tanda dan Gejala yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa” adalah sebagai berikut :
a.       Amenore dan tanda-tanda kehamilan
b.      Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
c.       Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.                                                     
d.      Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
e.       Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
f.       Hiperemesis lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama.
g.      Mungkin timbul preeklampsia dan eklampsia. Terjadinya preeclampsia dan Eklampsia sebelum minggu kedau empat menuju kearah mola hidatidosa.
h.      Kadar gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke 100 atau lebih sesudah  periode menstruasi terakhir.


2.      Gejala Klinik
a.       Perdarahan vaginal
     Perdarahan vaginal merupakan gejala yang mencolok dan dapat bervariasi mulai spotting sampai perdarahan yang banyak. Biasanya terjadi pada trisemester pertama dan merupakan gejala yang paling banyak muncul pada lebih dari 90% pasien mola. Tiga perempat pasien mengalami gejala ini sebelum usia kehamilan 3 bulan. Hanya sepertiga pasien yang mengalami perdarahan hebat. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut, gejala anemia agak sering dijumpai lebih jauh. Kadang-kadang terdapat perdarahan tersembunyi yang cukup banyak di dalam uterus. Pembesaran uterus yang tumbuh sering lebih besar dan lebih cepat daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah kasus pasien mola. Adapula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama dengan besarnya kehamilan normal walaupun jaringan belum dikeluarkan.
b.      Hiperemesis gravidarum
     Pasien biasanya mengeluh mual muntah hebat. Hal ini akibat dari proliferasi trofoblas yang berlebihan dan akibatnya memproduksi terus menerus B HCG yang menyebabkan peningkatan B HCG hiperemesis gravidarum tampak pada 15 -25 % pasien mola hidatidosa. Walaupun hal ini sulit untuk dibedakan dengan kehamilan biasa. 10% pasien mola dengan mual dan muntah cukup berat sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit.
c.       Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan
     Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler vilii yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium yang berlebihan. Pada sebagian besar pasien ditemukan tanda ini tetapi pada sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan. 
d.      Aktifitas janin
     Meskipun uterus cukup besara untuk mencapai simfisis secara khas tidak ditemukan aktifitas janin sekalipun dideteksi dengan instrumen yang paling sensitif tidak teraba bagian janin dan tidak teraba gerakan janin.
e.       Pre-eklamsia
     Tanda tanda pre-eklamsia selama trisemester pertama atau awal trisemester kedua muncul pada 10-12%. Pada trisemester kedua sekitar 27 % pasien mola hidatidosa komplit berlanjut dengan toksemia yang dicirikan oleh tekanan darah > 140 /90 proteinuria > 300 mg/dl dan edema generalisata dengan hiperrefleksi. Pasien dengan konvulsi jarang.
f.       Hipertiroid
     Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat (10%), namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif dan memerlukan evakuasi segera karena gejala-gejala ini akan menghilang dengan menghilangnya mola.
     Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin – like effect dari Chorionic Gonadotropin Hormon. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. Sekitar 7 % mola hidatidosa komplit datang dengan keluhan seperti hipertensi, takikardi, tremor, hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan warm skin
g.      Kista teka lutein
     Diameter kista ovarium lebih dari 6 cm dan menyertai pembesaran ovarium. Kista ini biasanya tidak dapat dipalpasi dengan manual tetapi diidentifikasi dengan USG pasien dapat memberikan tekanan dan nyeri pada pelvik karena peningkatan ukuran ovarium dapat menyebabkan torsi ovarium. Kista ini terjadi akibat respon BHCG yang sangat meningkat dan secara spontan mengalami penurunan (regresi) setelah mola dievakuasi, rangsangan elemen lutein yang berlebih oleh hormon korionik gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi.
     Kista teka lutein multipel yang menyebabkan pembesaran satu atau kedua ovarium terjadi pada 15-30% penderita mola. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan tetapi ada juga kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada saat follow up. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk mendapatkan degenerasi keganasan di kemudian hari. Pada setengah jumlah kasus, kedua ovarium membesar dan involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu, biasanya seiring dengan penurunan kadar βHCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau pembesaran ovarium tadi mengalami infeksi.
h.      Embolisasi
     Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma vili keluar dari uterus ke vena pada saat evakuasi. Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru tanpa memberi gejala apapun. Tetapi pada kasus mola kadang-kadang sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang dapat menyebabkan kematian. Jumlah dan volume akan menentukan gejala dan tanda dari emboli paru akut bahkan akibat yang fatal, walaupun kefatalan jarang terjadi.

E.     GAMBARAN DIAGNOSIS
      Diagnosa banding dari kehamilan mola hidatidosa antara lain: kehamilan ganda,hidramnion atau abortus, Kehamilan dengan mioma.
1.      Pemeriksaan Diagnosis :
a.       Anamnesa / keluhan
1)      terdapat gejala hamil muda
2)      kadang kala ada tanda toxemia gravidarum
3)      terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur warna merah tua atau kecoklatan.
4)      Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dari usia kehamilan seharusnya.
5)      Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan ( tidak selalu ada).
b.      Pemeriksaan Fisik
1)      Inspeksi
a)      Muka dan kadang – kadang badan kelihatan pucat kekuning – kuningan yang disebut muka mola (mola face) atau muka terlihat pucat.
b)      Bila gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.
2)      Palpasi
a)      Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek.
b)      Tidak teraba bagian – bagian janin dan ballotemen, juga gerakan janin.
c)      Adanya fenomena harmonica: darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri turun lalu naik karena terkumpulnya darah baru.
d)     Adanya pembesaran kelenjar tiroid, menunjukan adanya komplikasi tiroktoksikosis.

3)      Auskultasi
a)      Tidak terdengar DJJ
b)      Terdengar bising dan bunyi khas
4)      Periksa Dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, seerta evaluasi keadaan servik.
c.       Pemeriksaan penunjang
1)      Laboratutium
            Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah kemampuan dalam memproduksi  hCG, sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan kadar β-hCG seharusnya pada usia kehamilan yang sama. Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin penderita dan pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah β-hCG kuantitatif serum. Pemantauan secara hati-hati dari kadar β-hCG penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah β-hCG yang ditemukan pada serum atau pada urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada.
            Kadar HCG yang jauh lebih tinggi dari kehamilan biasa. Pada kehamilan biasa kadar HCG darah paling tinggi 100.000 IU/L, sedangkan pada molahidatidosa bisa mencapai 5.000.000 IU/L. Untuk pemeriksaan Gallli mainini 1/300 suspek mola hidatiosa dan jika 1/200 kemungkinan mola hidatidosa atau gemelli. Pengukuran β-hCG pada urin dengan kadar >100.000 mIU /ml/24 jam dapat dianggap sebagai mola. Uji Sonde
Sonde dimasukan secara pelan – pelan dan hati – hati kedalam serviks kanalis dan kavum uteri.Bila tidak ada tahanan, kemungkinan mola.
2)      Foto Rontgen abdomen
Tidak terlihat tulang – tulang janin pada kehamilan 3 – 4 bulan.
3)      USG
            Akan terlihat bayangan badai salju dan tidak terlihat janin, dan seperti sarang tawon. Gambaran berupa badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin USG ini merupakan pemeriksaan penunjang yang spesifik antar kehamilan dengan mola hidatiosa. Pada kelainan mola, bentuk karakteristik berupa gambaran seperti badai salju dengan atau tanpa kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trimester awal kehamilan dan memiliki uterus lebih besar dari usia kehamilan. USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein.
4)      Amniografi
Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam uterus secara trans abdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada kasus mola hidatidosa kavum uteri ditembus dengan jarum untuk amniosentesis. 20 ml Hypaque disuntikkan segera dan 5-10 menit kemudian dibuat foto anteroposterior. Pola sinar X seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi gelombang-gelombang korion. Dengan semakin banyaknya sarana USG yang tersedia teknik pemeriksaan amniografi ini sudah jarang dipakai lagi. Bahan radiopaq yang dimasukan ke dalam uterus akan memberikan gambaran seperti sarang tawon.
5)      Uji sonde Hanifa
Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan cavum uteri . bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit bila tetap tidak ada tahanan maka kemungkinan adalah mola.
6)      Foto thorax
Untuk melihat metastase.
7)      T3dan T4
Untuk membuktikan gejala tirotoksikosis.    

F.     PENATALAKSANAAN
1.      Penanganan Mola Hidatidosa
          Karena molahidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang disertai penyulit yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera dikeluarkan .Terapi molahidatidosa terdiri dari tiga tahap, yaitu :
a.       Perbaikan Keadaan Umum
Perbaikan keadaan umum pada pasien molahidatidosa, yaitu :
1)       Koreksi dehidrasi.
2)       Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang), juga untuk memperbaiki syok.
3)       Bila ada gejala preeklamsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai protocol penanganannya.
4)       Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis dikonsul ke bagian penyakit dalam.
b.       Pengeluaran jaringan mala dengan cara kuretase dan histerektomi
1)       Kuretase (suction curetase)
a)      Definisi
Kuret adalah pembersihan sisa-sisa jaringan yang ada dalam rahim .
b)      Faktor Resiko
(1)   Usia ibu yang lanjut
(2)   Riwayat obstetri/ginekologi yang kurang baik .
(3)   Riwayat infertilitas
(4)   Adanya kelainan/penyakit yang menyertai kehamilan
(5)   Berbagai macam infeksi 
(6)   Paparan dengan berbagai macam zat kimia
(7)   Trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama
(8)   Kelainan kromosom
c)      Teknik Pengeluaran Jaringan
Pengeluaran jaringan yaitu setelah serviks terbuka (primer maupun dengan dilatasi), jaringan konsepsi dapat dikeluarkan secara manual, dilanjutkan dengan kuretase.
(1)   Sondage, menentukan posisi ukuran uterus.
(2)   Masukan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 900 untuk melepaskan jaringan, kemudian tutup dan keluarkan jaringan tersebut.
(3)   Sisa abortus dikeluarkan dengan tumpul, gunakan sendok terbesar yang bisa masuk.
(4)   Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua, dengan eksplorasi jari maupun kuret.
d)     Risiko Yang Mungkin Terjadi
(1)   Perdarahan
(2)   Pengerokan yang terlalu dalam akan meninggalkan cerukan atau lubang di dinding rahim.
(3)   Gangguan haid
(4)   Infeksi
e)      Persiapan Sebelum Oprasi
(1)   Informed consend
(2)   Puasa
(3)   Cek darah, darah harus tersedia dan sudah dilakukan crossmatching.
f)       Kuretase Pada Pasien Molahidatidosa
(1)   Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar beta Hcg dan foto toraks) keculai bila jaringan mola sudah keluar sepontan .
(2)   Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria stift (LS) dan dilakukan kuretase 24 jam kemudian .
(3)   Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan infus oksitosin 10 IU dalam 500 cc dextrose 5 % .
(4)   Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval waktu minimal 1 minggu .
(5)   Seluruh jaringan mola hasil kerokan dikirim ke labolatorium PA.
g)      Teknik Suction Curetase
(1)   Dilatasi seviks kanalis dengan busi terbesar yang dapat di masukkan.
(2)   Pilihlah kanula yang paling besar dan dapat dimasukkan kedalam kanalis servikalis.
(3)   Serviks dipegang dengan tenakulum
(4)   Menjelang dilakukan suction curetase, oksitosin disuntikkan ataun secara drip sehingga suction akan selalu diikuti dengan makin kecilnya uterus
(5)   Tangan kiri diletakkan pada fundus uteri dengan tujuan untuk mengikuti turunnya fundus uteri dan merasakan bahwa tidak teerjadi perforasi karena kanula.
(6)   Setelah suction kuretase, ikuti dengan kuret tajam dan besar sehingga dapat dijamin kebersihannya.
2)       Histerektomi
a)      Syarat melakukan histerektomi adalah:
(1)   Pertimbangan usia yang sudah lanjut, diatas usia 40 tahun dan usia anak cukup.
(2)   Terjadi perdarahan banyak setelah kuretase untuk menyelamatkan jiwa penderita
(3)   Resisten teerhadap obat kemoterapi.
(4)   Dugaan perforasi pada mola destruen
(5)   Sejak semula sudah tergolong penyakit trofoblas resiko tinggi
(6)   Dugaan sulitnya melakukan pengawasan ikutan
(7)   Histerektomi yang dilakukan dapat dilaksanakan:
(a)     Pada Mola hidatidosa in toto (in situ)
(b)     Segera setelah suction curetase berakhir
(c)     Pada koriokarsinoma dengan pertimbangan khusus
b)      Tekhnik Operasi
          Teknik operasi sampai saat ini belum dijumpai secara utuh diberbagai pustaka. Oleh karena itu,kami menganjurkan teknik operasi sebagai berikut:
(1)   Jangan terlalu banyak melakukan manipulasi uterus sehingga dapat mengurangi mestastase  saat operasi berlangsung.
(2)   Lakukan langkah histerektomi dengan mencari dulu pembuluh darah yang besar dipotong dan diikat sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan perdarahan.
(3)   Lakukan vaginal alcohol tampon padat sehingga tercecernya sel trofoblas dari uterus segera mengalami denaturasi dan dapat mengalami kemungkinan hidup untuk mestastase
(4)   Jika dapat dilakukan, serviks dijahit sehingga kanalis servikalis tertutup dan mengurangi kemungkinan tercecernya sel trofoblas saat operasi berlangsung.
(5)   Mestastase durante operationum, dapat dilindungi dengan kemoterapi drip (belum umum diIndonesia) tetapi kami anjurkan dan evaluasi hasilnya.
c)      Filosofi Operasi Pada Histerektomi
(1)   Trauma yang terjadi haruslah minimal
(2)   Lindungi organ penting pelvis dari trauma, yaitu : ureter, pembuluh darah dan Vesika urinaria .
(3)   Kurangi komplikasi operasi, infeksi, perdarahan, dan trauma organ pelvis atau kenali secepatnya bila terjadi trauma untuk segera melakukan rekontruksi
(4)   Hindari terjadinya prolapsus vaginal stump
(5)   Upayakan agar tidak terjadi komplikasi pascaoperasi
           Operasi khususnya di Indonesia dengan KU rendah dan anemia, tindakan operasi dengan hilangnya darah minimal sangat penting karena darah adalah RED (Rare, Expensive, Dangerous).
           Dianjurkan agar saat melakukan operasi diberikan profilaksis kemoterapi sehingga dapat memperkecil aktivitas sel-sel trofoblas ganas yang kebetulan dapat masuk kepembuluh darah atau tercecer pada vagina, untuk tumbuh dan berkembang.

2.      Pemeriksaan tindak lanjut:
          Tujuan utama tindakan lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang mengisyaratkan keganasan. Pemeriksaan tindak lanjut pada pasien molahidatidosa meliputi:
a.       Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut, sekurang-kurangnya satu tahun.
b.       Ukur kadar β hCG setiap 2 minggu, walaupun sebagian menganjurkan pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya manfaat yang nyata.
c.        Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar yang meningkat atau mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi dan biasanya terapi.
d.       Setelah kadar normal yaitu setelah mencapai batas bawah pengukuran pemeriksaan dilakukan setiap 6 bulan, lalu setiap 2 bulan untuk total 1 tahun.
e.        Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan setelah 1 tahun.
f.        Karena itu, tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada pengukuran serial kadar β hCG serum untuk mendeteksi tumor trofoblas persisten.

G.    KOMPLIKASI
1.      Komplikasi non maligna
a.       Perforasi uterus
     Selama kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi perforasi uterus , kuretase harus dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan untuk mengetahui tempat terjadinya perforasi.
b.      Perdarahan
     Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan setelah tindakan kuretase. Oleh karena itu oksitosin intravena dilakukan sebelum memulai tindakan kuretase sehingga mengurangi kejadian perdarahan ini.
c.       DIC
     Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas fibinolitik. Semua pasien di-skreening untuk melihat adanya koagulopati.
d.      Embolisme tropoblastik
     Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor resiko terbesar terjadi pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi 16 minggu. Keadaan ini bisa fatal.
e.        Infeksi pada sevikal atau vaginal.
     Perforasi pada dinding uterus yang tipis selama evakuasi mola dapat menyebabkan penyebaran infeksi. Ruptur uteri spontan bisa terjadi pada mola benigna dan mola maligna.
2.      Komplikasi  maligna
           Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20 % kasus mola dan identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya setelah mola komplit invasi uteri terjadi pada 15 % pasien dan metastase 4 pasien. Tidak terdapat kasus koriokarsinoma yang dilaporkan selah terjadi mola incomplete meskipun ada juga yang menjadi penyakit tropoblastik non metastase yang menetap yang membutuhkan kemoterapi.
          
      Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:
a.      Anemia
b.     Syok
c.      Preeklampsi atau Eklampsia
d.     Tirotoksikosis
e.      Infeksi sekunder.
f.      Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.

g.     Menjadi ganas ( PTG ) pada kira – kira 18-20% kasus, akan menjadi mola destruens atau koriokarsinoma.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Mola Hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korialis, yang terdiri dari proliferasi trofoblastik dangan derajat yang bervariasi dan edema sroma vilus. Mola biasanya menempati kavum uteri, tetapi kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam tuba falopii dan bahkan dalam ovarium. Perkembangan penyakit trofoblastik ini amat menarik, dan ada tidaknya jaringan janin telah digunakan untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplet (klasik) dan parsial (inkomplet).
Kehamilan mola hidatidosa merupakan kelainan kehamilan yang banyak terjadi pada multipara yang berumur 35-45 tahun.Mengingat banyaknya kasus mola hidatidosa pada wanita umur 35-45 tahun sangat diperlukan suatu penanggulangan secara tepat dan cepat dengan penanganan tingkat kegawatdaruratan obstetric. Observasi dini sangat diperlukan untuk memberikan pertolongan penanganan pertama sehingga tidak memperburuk keadaan pasien. Penerapan asuhan keperawatan sangat membantu dalam perawatan kehamilan mola hidatidosa karena kehamilan ini memerlukan perawatan dan pengobatan secara kontinyu sehingga keluarga perlu dilibatkan agar mampu memberikan perawatan secara mandiri.Pendidikan kesehatan sangat diperlukan mengingat masih banyaknya wanita-wanita khususnya yang berumur 35-45 tahun yang kurang mengerti tentang kehamilan mola hidatidosa.
B.     Saran
Saran yang dapat disampaikan adalah
1.      Harus senantiasa menjaga kesehatan saat kehamilan dan priksa USG rutin
2.      Mengkonsumsi makanan bergizi dan seimbang.
3.      Jangan kekurangan vitamin A
4.      Periksa kepada tenaga medis yang profesional jika terjadi tanda-tanda kehamilan untuk memastikan hamil anggur atau hamil normal

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Chandranita,dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri, edisi I. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, Sarwono.2009. Ilmu Kandungan, Edisi Ketiga. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono.2010. Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo..
Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika.
Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. Sinopsis Obstetri Jilid I. Edisi2. Jakarta : EGC. 1998. Hal. 238-243.


























No comments:

Post a Comment