BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya kesehatan reproduksi salah satunya adalah menurunkan angka kesakitan
dan kematian ibu hamil dan bersalin. Adapun penyebab langsung dari kematian ibu
di Indonesia adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi, toksemia
gravidarum. Perdarahan sebanyak 30% dari total kasus kematian, eklamsi
(keracunan kehamilan) 25%, infeksi 12%. Salah satu dari ketiga ketiga faktor
tersebut adalah perdarahan, perdarahan dapat terjadi pada saat kehamilan,
persalinan dan masa nifas. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan, bisa terjadi
pada awal kehamilan maupun kehamilan lanjut, dengan besar angka kejadiannya 3%
pada kehamilan lanjut dan 5% pada awal kehamilan. Perdarahan yang terjadi pada
awal kehamilan meliputi abortus, mola hidatidosa dan kehamilan ektopik. Pada
kehamilan lanjut antara lain meliputi Solutio Plasenta dan Plasenta Previa.
Dari kasus perdarahan diatas ternyata didapatkan besar kasus paling tinggi
adalah perdarahan pada awal kehamilan yang dari salah satu perdarahan awal
kehamilan tersebut terdapat kehamilan molahidatidosa.
Molahidatidosa adalah Tumor jinak dari trofoblast dan merupakan kehamilan
abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan
edematous, janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan
edematous itu hidup dan tumbuh terus menerus, sehingga gambaran yang diberikan
adalah sebagai segugus buah anggur. Penyebab pasti terjadinya kehamilan Mola
hidatidosa belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang memengaruhinya
yaitu faktor ovum, imunoselektif trofoblast, usia, keadaan sosio-ekonomi yang
rendah, paritas tinggi, defisiensi protein, infeksi virus dan faktor kromosom
yang jelas, dan riwayat kehamilan mola sebelumnya. Jenis pada molahidatidosa
yaitu Molahidatidosa Komplet (MHK) dan Molahidatidosa Parsial (MHP). Angka
kematian yang diakibatkan oleh kehamilan Molahidatidosa berkisar antara 2,2% -
5,7%.
Pada kehamilan Molahidatidosa jika tidak dilakukan penanganan secara
komprehensif maka masalah kompleks dapat timbul sebagai akibat adanya kehamilan
dengan Molahidatidosa yaitu TTG (Tumor Trofoblast Gestasional) dimana TTG ini
terbagi menjadi 2 macam yaitu: Choriocarcinoma non Villosum dan Choriocarcinoma
Villosum yang bersifat hematogen dan dapat bermetastase ke vagina, paru-paru,
ginjal, hati bahkan sampai ke otak. Dengan presentasi kejadian tersebut adalah
18-20% keganasan.
Penatalaksanaan pada Molahidatidosa ada tiga tahap yaitu perbaikan keadaan
umum ibu, pengeluaran jaringan mola dengan cara
Kuretase atau Histerektomi, dan pemeriksaan tindak lanjut yaitu follow
up selama 12 bulan, dengan mengukur kadar β-HCG dan mencegah kehamilan selama 1
tahun. Tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada pengukuran
serial kadar β-HCG serum untuk mendeteksi Tumor Trofoblast Persisten.
Penyakit ini, baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak ditemukan di
Negara Asia, sedangkan di Negara bagian Barat lebih jarang.Angka di Indonesia
umumnya berupa angka Rumah Sakit yaitu RSCM, untuk Mola Hidatidosa berkisar
1:50 sampai 1:141 kehamilan. Angka ini jauh lebih tinggi disbanding
Negara-negara barat dimana insidennya berkisar 1:1000 sampai 1:2500 kehamilan
untuk kejadian Molahidatidosa. Sedangkan frekuensi kejadian Molahidatidosa di
RSU dr. Slamet Garut tahun 2009 sebanyak 37 kasus dari jumlah kehamilan
sebanyak 1730 dan ditemukan angka untuk Molahidatidosa 1:47 kehamilan pada
tahun 2009.
Mola Hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri tumor jinak
(benigna) dari chorion penyebab embrio mati dalam uterus tetapi plasenta
melanjutkan sel-sel trophoblastik terus tumbuh menjadi agresif dan membentuk
tumor yang invasif, kemudian edema dan membentuk seperti buah anggur,
karakteristik mola hidatiosa bentuk komplet dan bentuk parsial, yaitu tidak ada
jaringan embrio dan ada jaringan embrio. Melihat fenomena diatas maka disini
penulis tertarik untuk menulis makalah dengan judul “Molahidatidosa”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian dari mola hidatidosa
?
2.
Apakah etiologi dari mola hidatidosa
?
3.
Bagaimana patofisiologi dari mola
hidatidosa ?
4.
Bagaimana tanda dan gejala dari mola
hidatidosa ?
5.
Bagaimana gambaran diagnostik dari
mola hidatidosa ?
6.
Bagaimana penatalaksanaan pada klien
dengan mola hidatidosa ?
7.
Bagaimana komplikasi yang terjadi
pada pasien mola hidatidosa?
C. Tujuan
1.
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian dari mola hidatidosa
2.
Agar mahasiswa mengetahui dan
memahami etiologi dari mola hidatidosa
3.
Agar mahasiswa mengetahui dan
memahami tanda dan gejala dari mola hidatidosa
4.
Agar mahasiswa mengetahui komplikasi
dari mola hidatidosa
5.
Agar mahasiswa mengetahui gambaran
diagnostik dari mola hidatidosa
6.
Agar mahasiswa mengetahui
penatalaksanaan dari mola hidatidosa
7.
Agar
mahasiswa mengetahui komplikasi dari mola hidatidosa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Mola
berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa berasal dari kata
Hydats yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa adalah kehamilan
yang berkembang tidak wajar (konsepsi yang patologis) dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili
korialis mengalalami perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut Mola
Hidatidosa atau Complete mole sedangkan bila disertai janin
atau bagian janin disebut sebagai Mola Parsialis atau Partial mole.
Hamil
Mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang
menjadi embrio tetapi terjadi poliferasi dan vili korialis disertai dengan
degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia
gestasi, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan
seperti rangkaian buah anggur.
Mola
hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa
degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu
berupa gelembung- gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan
ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. ( Sarwono
Prawirohardjo, 2010).
Mola
Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh bergandang
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga
menyerupai buah anggur, atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur
atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna)
(Mochtar, 2000).
Mola
hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista
yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh
dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human
chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).
B.
Etiologi
Penyebab molahidatidosa belum
diketahui secara pasti, namun ada faktor-faktor penyebabnya adalah :
1. Faktor
ovum
Pembuahan sel telur dimana intinya
telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma.
2. Imunoselektif
dari trofoblas
Perkembangan molahidatidosa
diperkirakan disebabkan oleh kesalahan respon imun ibu terhadap invasi oleh
trofoblas. Akibatnya vili mengalami distensi kaya nutrient. Pembuluh darah
primitive di dalam vilus tidak terbentuk
dengan baik sehingga embrio ‘ kelaparan’, mati, dan diabsorpsi, sedangkan
trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi kejaringan
ibu.
3. Usia
Faktor usia yang dibawah 20 tahun
dan diatas 35 tahun dapat terjadi kehamilan mola. Prekuensi molahidatidosa pada
kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia subur relatif tinggi. Namun
tidak dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur dapat
terjadi kehamilan mola.
4. Keadaan
sosio-ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan
zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan
dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk
memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
5. Paritas
tinggi
Pada ibu yang berparitas tinggi,
cenderung beresiko terjadi kehamilan molahidatidosa karena trauma kelahiran
atau penyimpangan transmisi secara genetik yang dapat diidentifikasikan dengan
penggunaan stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal). Namun
juga tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dapat terjadi kehamilan
molahidatidosa.
6. Defisiensi
protein
Protein adalah zat untuk membangun
jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan
rahim dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat
meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan pertumbuhan
pada janin tidak sempurna.
7. Infeksi
virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Infeksi mikroba dapat mengenai semua
orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia
tidak selalu menimbulkan penyakit ( desease ). Hal ini sangat tergantung dari
jumlah mikroba ( kuman atau virus ) yang termasuk virulensinya seta daya tahan
tubuh.
8. Riwayat
kehamilan mola sebelumnya
Kekambuhan molahidatidosa dijumpai
pada sekitar 1-2% kasus. Dalam suatu kejadian terhadap 12 penelitian yang total
mencangkup hampir 5000 Kelahiran, frekwensi mola adalah 1,3%. Dalam suatu
ulasan tentang molahidatidosa berulang tapi pasangan yang berbeda bisa
disimpulkan bahwa mungkin terdapat “ masalah oosit primer “.
C.
PATOFISIOLOGI
Setelah
ovum dibuahi, terjadi pembagian dari sel tersebut. Tidak lama kemudian
terbentuk biastokista yang mempunyai lumen dan dinding luar. Dinding ini
terjadi atas sel-sel ekstoderm yang kemudian menjadi tropoblash. Sebagian vili
berubah menjadi gelembung berisi cairan jernih,biasa tidak ada janin. Gelembung-gelambung
atau tesikel ukurannya bervariasi mulai dari yang mudah dilihat,sampai beberapa
sentimeter,bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang tipis. Masa
tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi cavum uteri. Pembesaran
uterus sering tidak sesuai dan melebihi usia kehamilan.
Pada beberapa khusus, sebagian
pertumbuhan dan perkembangan villi korealis berjalan normal sehingga janin
dapat tumbuh dan berkembang bahkan sampai aterm.Keadaan ini disebut mola
parsial. Ada beberapa kasus pertumbuhan dan perkembangan villi korealis
berjalan normal sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang.
1. Teori
Missed Abortion
Mudigan mati pada kehamilan tiga
sampai lima minggu,karena terjadi gangguan peredaran darah,sehingga terjadi
penemuan cairan dalam jaringan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuk
gelembung-gelembung.
2. Teori
Neoplasma dari park
Bahwa yang normal adalah sel
trofoblast yang mempunyai fungsi abnormal pula,dimana terjadi cairan yang
berlebihan dalam villi sehingga timbul gelembung,hal ini menyebabkan peredaran
gangguan peredaran darah dan kematian mudigan.
Mola hidatidosa dapat terbagi
menjadi :
1. Mola
hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
Villi korion berubah menjadi massa
vesikel dengan ukuran bervariasi dari sulit terlihat sehingga diameter beberapa
centimeter. Histologinya memiliki karakteristik yaitu :
a. Tidak
ada pembuluh pada vili yang membengkak
b. Prolifersi
dari epitel trofoblas dengan bermacam-macam ukuran
c. Tidak
adanya janin atau amnion
Secara
kasat mata jaringan mola hidatidosa komplit tampak seperti seonggok buah
anggur. Mola hidatidosa merupakan hasil pembuahan dari sel telur ( Ovum ) yang
kehilangan intinya atau intinya tidak aktif. Fertilisasi terjadi oleh
satu sperma yang mempunyai kromosom 23 X,yang kemudian setelah masing masing
kromosom membelah terbentuklah sel dengan
kromosom 46 XX,dengan demikian sebagian besar mola komplit sifatnya androgenik , homozigot dan berjenis kelamin wanita.
Walaupun
lebih jarang dapat pula fertilisasi terjadi oleh 2 sperma, yang menghasilkan
sel anak 46 XX atau 46 XY. Pada kedua kejadian di atas konseptus adalah
keturunan pathenogenome paternal yang seluruhnya meru-pakan allograft. Jaringan
mola komplita secara histologis tidak menampakkan pertumbuhan villi dan
pembuluh pembuluh darah; bahkan terjadi pembentukancisterna villosa, disertai
hiperplasia baik dari sel sel
sinsisiotrofoblas maupun
dari sel sel sitotrofoblas. Tidak tampak
embryo karena sudah mengalami kematian pada masa dini akibat tidak
terbentuknya sirkulasi plasenta.
Percobaan
pada tikus yang secara immunologis defisien menunjukkanbahwa berbeda dengan
korio-karsinoma; mola hidatidosa komplit dan mola invasiv sifatnya tidak
ganas.Namun molahidatidosa komplit mempunyai potensi yang lebih besar untuk
berkembang menjadi koriokarsinoma dibandingkan dengan kehamilan normal. Pernah
dilaporkan pula adanya kehamilan kembar yang salah satunya mola komplit (46 XX) dan yang lain berupa janin yang normal (46 XY) . Janin
dapat mengalami abortus namun kadang kadang berkembang sampai aterm.Bila ada
kehamilan kembar yang salah satunya adalah mola penting sekali untuk
membedakannya apakah itu suatu mola komplit atau mola parsial, karena prognosis
kearah terjadinya keganasan lebih kecil pada mola parsial.
2. Mola
hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Masih tampak gelembung yang disertai
janin atau bagian dari janin. Umumnya janin masih hidup dalam bulan pertama.
Tetapi ada juga yang hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak
di beberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi,
sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa
gambaran karyotipi dari mola parsialis bisa normal ,triploidi atau trisomi
seringkali 69 ,XXX atau 69 XXY. Ditemukan juga adanya fetus dan pembengkakan
pada villi yang sifatnya tidak menyeluruh. Penelitian berikutnya secara
sitogenetik menunjukkan bahwa hiperplasia trofoblas`dan pembentukan sisterna
pada mola parsialis hanya ditemukan pada konseptus yang triploid. Secara
biokimiawi dan sitogenetik ditemukan adanya gen maternal pada mola parsialis
sehingga terjadinya adalahdiandri (terdiri atas satu set kromosom maternal dan dua set kromosom paternal).
Gambaran histologisd yang khas pada mola
parsialis adalah adanya crinkling atau scalloping dan ditemukannya stromal
trophoblastic inclusionHiperplasia trofoblas umumnya terjadi pada
sinsisiotrofoblas dan jarang terjadi pada sitotrofo-blas.Walaupun ada janin ,
umumnya mengalami kematian pada trimester pertama. Koriokarsinoma lebih jarang
terjadi pasca mola parsialis dibandingkan dengan pasca mola komplit.
D.
TANDA
DAN GEJALA
1. Tanda
dan Gejala yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa” adalah
sebagai berikut :
a. Amenore
dan tanda-tanda kehamilan
b. Perdarahan
pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut
kadang keluar gelembung mola.
c. Pembesaran
uterus lebih besar dari usia kehamilan.
d. Tidak
terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun uterus
sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
e. Preeklampsia
atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
f. Hiperemesis
lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama.
g. Mungkin
timbul preeklampsia dan eklampsia. Terjadinya preeclampsia dan Eklampsia sebelum
minggu kedau empat menuju kearah mola hidatidosa.
h. Kadar
gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke 100 atau lebih sesudah periode menstruasi terakhir.
2. Gejala
Klinik
a. Perdarahan
vaginal
Perdarahan
vaginal merupakan gejala yang mencolok dan dapat bervariasi mulai spotting
sampai perdarahan yang banyak. Biasanya terjadi pada trisemester pertama dan
merupakan gejala yang paling banyak muncul pada lebih dari 90% pasien mola.
Tiga perempat pasien mengalami gejala ini sebelum usia kehamilan 3 bulan. Hanya
sepertiga pasien yang mengalami perdarahan hebat. Sebagai akibat dari
perdarahan tersebut, gejala anemia agak sering dijumpai lebih jauh.
Kadang-kadang terdapat perdarahan tersembunyi yang cukup banyak di dalam
uterus. Pembesaran uterus yang tumbuh sering lebih besar dan lebih cepat
daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah kasus pasien mola.
Adapula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama dengan besarnya
kehamilan normal walaupun jaringan belum dikeluarkan.
b. Hiperemesis
gravidarum
Pasien
biasanya mengeluh mual muntah hebat. Hal ini akibat dari proliferasi trofoblas
yang berlebihan dan akibatnya memproduksi terus menerus B HCG yang menyebabkan
peningkatan B HCG hiperemesis gravidarum tampak pada 15 -25 % pasien mola hidatidosa.
Walaupun hal ini sulit untuk dibedakan dengan kehamilan biasa. 10% pasien mola
dengan mual dan muntah cukup berat sehingga membutuhkan perawatan di rumah
sakit.
c. Ukuran
uterus lebih besar dari usia kehamilan
Hal
ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler
vilii yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium yang
berlebihan. Pada sebagian besar pasien ditemukan tanda ini tetapi pada
sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan.
d. Aktifitas
janin
Meskipun
uterus cukup besara untuk mencapai simfisis secara khas tidak ditemukan
aktifitas janin sekalipun dideteksi dengan instrumen yang paling sensitif tidak
teraba bagian janin dan tidak teraba gerakan janin.
e. Pre-eklamsia
Tanda
tanda pre-eklamsia selama trisemester pertama atau awal trisemester kedua
muncul pada 10-12%. Pada trisemester kedua sekitar 27 % pasien mola hidatidosa
komplit berlanjut dengan toksemia yang dicirikan oleh tekanan darah > 140
/90 proteinuria > 300 mg/dl dan edema generalisata dengan hiperrefleksi.
Pasien dengan konvulsi jarang.
f. Hipertiroid
Kadar
tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat (10%), namun
gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa
berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar
kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar
masih banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola hidatidosa
dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif dan memerlukan evakuasi segera
karena gejala-gejala ini akan menghilang dengan menghilangnya mola.
Mola
yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari
segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita
meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek
dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin
yang meningkat sebagai akibat thyrotropin – like effect dari Chorionic
Gonadotropin Hormon. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen
tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat
tirotoksis. Sekitar 7 % mola hidatidosa komplit datang dengan keluhan seperti
hipertensi, takikardi, tremor, hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan warm skin
g. Kista
teka lutein
Diameter
kista ovarium lebih dari 6 cm dan menyertai pembesaran ovarium. Kista ini
biasanya tidak dapat dipalpasi dengan manual tetapi diidentifikasi dengan USG
pasien dapat memberikan tekanan dan nyeri pada pelvik karena peningkatan ukuran
ovarium dapat menyebabkan torsi ovarium. Kista ini terjadi akibat respon BHCG
yang sangat meningkat dan secara spontan mengalami penurunan (regresi) setelah
mola dievakuasi, rangsangan elemen lutein yang berlebih oleh hormon korionik
gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang
berproliferasi.
Kista
teka lutein multipel yang menyebabkan pembesaran satu atau kedua ovarium
terjadi pada 15-30% penderita mola. Umumnya kista ini menghilang setelah
jaringan mola dikeluarkan tetapi ada juga kasus dimana kista lutein baru
ditemukan pada saat follow up. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko
4 kali lebih besar untuk mendapatkan degenerasi keganasan di kemudian hari.
Pada setengah jumlah kasus, kedua ovarium membesar dan involusi dari kista
terjadi setelah beberapa minggu, biasanya seiring dengan penurunan kadar βHCG.
Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau pembesaran
ovarium tadi mengalami infeksi.
h. Embolisasi
Sejumlah
trofoblas dengan atau tanpa stroma vili keluar dari uterus ke vena pada saat
evakuasi. Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke
peredaran darah kemudian ke paru tanpa memberi gejala apapun. Tetapi pada kasus
mola kadang-kadang sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat
menimbulkan emboli paru akut yang dapat menyebabkan kematian. Jumlah dan volume
akan menentukan gejala dan tanda dari emboli paru akut bahkan akibat yang
fatal, walaupun kefatalan jarang terjadi.
E.
GAMBARAN
DIAGNOSIS
Diagnosa banding dari kehamilan mola hidatidosa antara
lain: kehamilan ganda,hidramnion atau abortus, Kehamilan dengan mioma.
1.
Pemeriksaan
Diagnosis :
a.
Anamnesa
/ keluhan
1)
terdapat
gejala hamil muda
2)
kadang
kala ada tanda toxemia gravidarum
3)
terdapat
perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur warna merah tua atau
kecoklatan.
4)
Pembesaran
uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dari usia kehamilan seharusnya.
5)
Keluar
jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan ( tidak selalu ada).
b.
Pemeriksaan
Fisik
1)
Inspeksi
a)
Muka
dan kadang – kadang badan kelihatan pucat kekuning – kuningan yang disebut muka
mola (mola face) atau muka terlihat pucat.
b)
Bila
gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.
2)
Palpasi
a)
Uterus
membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek.
b)
Tidak
teraba bagian – bagian janin dan ballotemen, juga gerakan janin.
c)
Adanya
fenomena harmonica: darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri turun lalu
naik karena terkumpulnya darah baru.
d)
Adanya
pembesaran kelenjar tiroid, menunjukan adanya komplikasi tiroktoksikosis.
3)
Auskultasi
a)
Tidak
terdengar DJJ
b)
Terdengar
bising dan bunyi khas
4)
Periksa
Dalam
Pastikan
besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian janin, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, seerta evaluasi
keadaan servik.
c.
Pemeriksaan
penunjang
1)
Laboratutium
Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah
kemampuan dalam memproduksi hCG,
sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan kadar β-hCG seharusnya
pada usia kehamilan yang sama. Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin
penderita dan pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah β-hCG kuantitatif
serum. Pemantauan secara hati-hati dari kadar β-hCG penting untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik.
Jumlah β-hCG yang ditemukan pada serum atau pada urin berhubungan dengan jumlah
sel-sel tumor yang ada.
Kadar HCG yang jauh lebih tinggi dari kehamilan biasa.
Pada kehamilan biasa kadar HCG darah paling tinggi 100.000 IU/L, sedangkan pada
molahidatidosa bisa mencapai 5.000.000 IU/L.
Untuk pemeriksaan Gallli
mainini 1/300 suspek mola hidatiosa dan jika 1/200 kemungkinan mola hidatidosa
atau gemelli. Pengukuran β-hCG pada urin dengan kadar >100.000 mIU /ml/24
jam dapat dianggap sebagai mola. Uji Sonde
Sonde
dimasukan secara pelan – pelan dan hati – hati kedalam serviks kanalis dan
kavum uteri.Bila tidak ada tahanan, kemungkinan mola.
2)
Foto
Rontgen
abdomen
Tidak
terlihat tulang – tulang janin pada kehamilan 3 – 4 bulan.
3)
USG
Akan terlihat bayangan badai salju dan tidak terlihat
janin, dan seperti sarang tawon. Gambaran
berupa badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin USG ini merupakan
pemeriksaan penunjang yang spesifik antar kehamilan dengan mola hidatiosa. Pada
kelainan mola, bentuk karakteristik berupa gambaran seperti badai salju dengan
atau tanpa kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada
setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trimester awal kehamilan
dan memiliki uterus lebih besar dari usia kehamilan. USG dapat menjadi
pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola
hidatidosa. Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik di daerah adneksa.
Massa tersebut berasal dari kista teka lutein.
4)
Amniografi
Penggunaan
bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam uterus secara trans abdominal akan
memberikan gambaran radiografik khas pada kasus mola hidatidosa kavum uteri
ditembus dengan jarum untuk amniosentesis. 20 ml Hypaque disuntikkan segera dan
5-10 menit kemudian dibuat foto anteroposterior. Pola sinar X seperti sarang
tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi
gelombang-gelombang korion. Dengan semakin banyaknya sarana USG yang tersedia
teknik pemeriksaan amniografi ini sudah jarang dipakai lagi. Bahan radiopaq
yang dimasukan ke dalam uterus akan memberikan gambaran seperti sarang tawon.
5)
Uji
sonde Hanifa
Sonde
dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan cavum uteri
. bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit bila tetap tidak
ada tahanan maka kemungkinan adalah mola.
6)
Foto
thorax
Untuk
melihat metastase.
7)
T3dan
T4
Untuk
membuktikan gejala tirotoksikosis.
F.
PENATALAKSANAAN
1.
Penanganan Mola
Hidatidosa
Karena molahidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang disertai
penyulit yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera dikeluarkan
.Terapi molahidatidosa terdiri dari tiga tahap, yaitu :
a.
Perbaikan
Keadaan Umum
Perbaikan keadaan umum pada pasien molahidatidosa,
yaitu :
1)
Koreksi dehidrasi.
2)
Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr%
atau kurang), juga untuk memperbaiki syok.
3)
Bila ada gejala preeklamsia dan
hiperemesis gravidarum diobati sesuai protocol penanganannya.
4)
Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis
dikonsul ke bagian penyakit dalam.
b.
Pengeluaran
jaringan mala dengan cara kuretase dan histerektomi
1)
Kuretase
(suction curetase)
a)
Definisi
Kuret adalah pembersihan
sisa-sisa jaringan yang ada dalam rahim .
b)
Faktor Resiko
(1)
Usia ibu yang lanjut
(2)
Riwayat obstetri/ginekologi yang kurang
baik .
(3)
Riwayat infertilitas
(4)
Adanya kelainan/penyakit yang menyertai
kehamilan
(5)
Berbagai macam infeksi
(6)
Paparan dengan berbagai macam zat kimia
(7)
Trauma abdomen/pelvis pada trimester
pertama
(8)
Kelainan kromosom
c)
Teknik Pengeluaran Jaringan
Pengeluaran jaringan
yaitu setelah serviks terbuka (primer maupun dengan dilatasi), jaringan
konsepsi dapat dikeluarkan secara manual, dilanjutkan dengan kuretase.
(1)
Sondage, menentukan posisi ukuran uterus.
(2)
Masukan tang abortus sepanjang besar
uterus, buka dan putar 900 untuk melepaskan jaringan, kemudian tutup dan
keluarkan jaringan tersebut.
(3)
Sisa abortus dikeluarkan dengan tumpul,
gunakan sendok terbesar yang bisa masuk.
(4)
Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua,
dengan eksplorasi jari maupun kuret.
d)
Risiko Yang Mungkin Terjadi
(1)
Perdarahan
(2)
Pengerokan yang terlalu dalam akan
meninggalkan cerukan atau lubang di dinding rahim.
(3)
Gangguan haid
(4)
Infeksi
e)
Persiapan Sebelum Oprasi
(1)
Informed consend
(2)
Puasa
(3)
Cek darah, darah harus tersedia dan sudah
dilakukan crossmatching.
f)
Kuretase Pada Pasien Molahidatidosa
(1)
Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan
selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar beta Hcg dan foto toraks) keculai bila
jaringan mola sudah keluar sepontan .
(2)
Bila kanalis servikalis belum terbuka maka
dilakukan pemasangan laminaria stift (LS) dan dilakukan kuretase 24 jam
kemudian .
(3)
Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah
500 cc dan pasang infus dengan tetesan infus oksitosin 10 IU dalam 500 cc
dextrose 5 % .
(4)
Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval
waktu minimal 1 minggu .
(5)
Seluruh jaringan mola hasil kerokan
dikirim ke labolatorium PA.
g)
Teknik Suction Curetase
(1)
Dilatasi seviks kanalis dengan busi
terbesar yang dapat di masukkan.
(2)
Pilihlah kanula yang paling besar dan
dapat dimasukkan kedalam kanalis servikalis.
(3)
Serviks dipegang dengan tenakulum
(4)
Menjelang dilakukan suction curetase,
oksitosin disuntikkan ataun secara drip sehingga suction akan selalu diikuti
dengan makin kecilnya uterus
(5)
Tangan kiri diletakkan pada fundus uteri
dengan tujuan untuk mengikuti turunnya fundus uteri dan merasakan bahwa tidak
teerjadi perforasi karena kanula.
(6)
Setelah suction kuretase, ikuti dengan
kuret tajam dan besar sehingga dapat dijamin kebersihannya.
2)
Histerektomi
a)
Syarat melakukan histerektomi adalah:
(1)
Pertimbangan usia yang sudah lanjut,
diatas usia 40 tahun dan usia anak cukup.
(2)
Terjadi perdarahan banyak setelah kuretase
untuk menyelamatkan jiwa penderita
(3)
Resisten teerhadap obat kemoterapi.
(4)
Dugaan perforasi pada mola destruen
(5)
Sejak semula sudah tergolong penyakit
trofoblas resiko tinggi
(6)
Dugaan sulitnya melakukan pengawasan
ikutan
(7)
Histerektomi yang dilakukan dapat
dilaksanakan:
(a) Pada Mola hidatidosa in toto (in situ)
(b) Segera setelah suction curetase berakhir
(c) Pada koriokarsinoma dengan pertimbangan khusus
b)
Tekhnik Operasi
Teknik operasi sampai saat ini belum dijumpai secara utuh diberbagai pustaka.
Oleh karena itu,kami menganjurkan teknik operasi sebagai berikut:
(1)
Jangan terlalu banyak melakukan manipulasi
uterus sehingga dapat mengurangi mestastase saat operasi berlangsung.
(2)
Lakukan langkah histerektomi dengan
mencari dulu pembuluh darah yang besar dipotong dan diikat sehingga tidak
terlalu banyak menimbulkan perdarahan.
(3)
Lakukan vaginal alcohol tampon padat
sehingga tercecernya sel trofoblas dari uterus segera mengalami denaturasi dan
dapat mengalami kemungkinan hidup untuk mestastase
(4)
Jika dapat dilakukan, serviks dijahit
sehingga kanalis servikalis tertutup dan mengurangi kemungkinan tercecernya sel
trofoblas saat operasi berlangsung.
(5)
Mestastase durante operationum, dapat
dilindungi dengan kemoterapi drip (belum umum diIndonesia) tetapi kami anjurkan
dan evaluasi hasilnya.
c)
Filosofi Operasi Pada Histerektomi
(1)
Trauma yang terjadi haruslah minimal
(2)
Lindungi organ penting pelvis dari trauma,
yaitu : ureter, pembuluh darah dan Vesika urinaria .
(3)
Kurangi komplikasi operasi, infeksi,
perdarahan, dan trauma organ pelvis atau kenali secepatnya bila terjadi trauma
untuk segera melakukan rekontruksi
(4)
Hindari terjadinya prolapsus vaginal stump
(5)
Upayakan agar tidak terjadi komplikasi
pascaoperasi
Operasi khususnya di Indonesia dengan KU rendah dan anemia, tindakan operasi
dengan hilangnya darah minimal sangat penting karena darah adalah RED (Rare,
Expensive, Dangerous).
Dianjurkan agar saat melakukan operasi diberikan profilaksis kemoterapi
sehingga dapat memperkecil aktivitas sel-sel trofoblas ganas yang kebetulan
dapat masuk kepembuluh darah atau tercecer pada vagina, untuk tumbuh dan
berkembang.
2.
Pemeriksaan
tindak lanjut:
Tujuan utama tindakan lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang
mengisyaratkan keganasan. Pemeriksaan tindak lanjut pada pasien molahidatidosa
meliputi:
a.
Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut,
sekurang-kurangnya satu tahun.
b.
Ukur kadar β hCG setiap 2 minggu, walaupun
sebagian menganjurkan pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya manfaat
yang nyata.
c.
Tunda terapi selama kadar serum tersebut
terus berkurang. Kadar yang meningkat atau mendatar mengisyaratkan perlunya
evaluasi dan biasanya terapi.
d.
Setelah kadar normal yaitu setelah
mencapai batas bawah pengukuran pemeriksaan dilakukan setiap 6 bulan, lalu
setiap 2 bulan untuk total 1 tahun.
e.
Tindak lanjut dapat dihentikan dan
kehamilan diijinkan setelah 1 tahun.
f.
Karena itu, tindak lanjut serta penatalaksanaan
saat ini berpusat pada pengukuran serial kadar β hCG serum untuk mendeteksi
tumor trofoblas persisten.
G.
KOMPLIKASI
1.
Komplikasi non maligna
a.
Perforasi uterus
Selama
kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi perforasi uterus , kuretase
harus dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan untuk mengetahui
tempat terjadinya perforasi.
b.
Perdarahan
Merupakan
komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan setelah tindakan kuretase.
Oleh karena itu oksitosin intravena dilakukan sebelum memulai tindakan kuretase
sehingga mengurangi kejadian perdarahan ini.
c.
DIC
Faktor yang
dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas fibinolitik. Semua pasien
di-skreening untuk melihat adanya koagulopati.
d.
Embolisme tropoblastik
Dapat
menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor resiko terbesar terjadi pada
uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi 16 minggu.
Keadaan ini bisa fatal.
e.
Infeksi pada
sevikal atau vaginal.
Perforasi
pada dinding uterus yang tipis selama evakuasi mola dapat menyebabkan
penyebaran infeksi. Ruptur uteri spontan bisa terjadi pada mola benigna dan
mola maligna.
2.
Komplikasi
maligna
Mola
invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20 % kasus mola dan identifikasi
pasien penting untuk tindakan selanjutnya setelah mola komplit invasi uteri
terjadi pada 15 % pasien dan metastase 4 pasien. Tidak terdapat kasus
koriokarsinoma yang dilaporkan selah terjadi mola incomplete meskipun ada juga
yang menjadi penyakit tropoblastik non metastase yang menetap yang membutuhkan
kemoterapi.
Pada
penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:
a.
Anemia
b.
Syok
c.
Preeklampsi atau Eklampsia
d.
Tirotoksikosis
e.
Infeksi sekunder.
f.
Perforasi karena keganasan dan karena
tindakan.
g.
Menjadi ganas ( PTG ) pada kira – kira
18-20% kasus, akan menjadi mola destruens atau koriokarsinoma.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mola Hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korialis,
yang terdiri dari proliferasi trofoblastik dangan derajat yang bervariasi dan
edema sroma vilus. Mola biasanya menempati kavum uteri, tetapi kadang-kadang
tumor ini ditemukan dalam tuba falopii dan bahkan dalam ovarium. Perkembangan
penyakit trofoblastik ini amat menarik, dan ada tidaknya jaringan janin telah
digunakan untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplet (klasik) dan
parsial (inkomplet).
Kehamilan mola hidatidosa merupakan kelainan kehamilan
yang banyak terjadi pada multipara yang berumur 35-45 tahun.Mengingat banyaknya
kasus mola hidatidosa pada wanita umur 35-45 tahun sangat diperlukan suatu
penanggulangan secara tepat dan cepat dengan penanganan tingkat
kegawatdaruratan obstetric. Observasi dini sangat diperlukan untuk memberikan
pertolongan penanganan pertama sehingga tidak memperburuk keadaan pasien.
Penerapan asuhan keperawatan sangat membantu dalam perawatan kehamilan mola
hidatidosa karena kehamilan ini memerlukan perawatan dan pengobatan secara
kontinyu sehingga keluarga perlu dilibatkan agar mampu memberikan perawatan
secara mandiri.Pendidikan kesehatan sangat diperlukan mengingat masih banyaknya
wanita-wanita khususnya yang berumur 35-45 tahun yang kurang mengerti tentang
kehamilan mola hidatidosa.
B.
Saran
Saran
yang dapat disampaikan adalah
1. Harus
senantiasa menjaga kesehatan saat kehamilan dan priksa USG rutin
2. Mengkonsumsi
makanan bergizi dan seimbang.
3. Jangan
kekurangan vitamin A
4. Periksa
kepada tenaga medis yang profesional jika terjadi tanda-tanda kehamilan untuk
memastikan hamil anggur atau hamil normal
DAFTAR
PUSTAKA
Manuaba, Chandranita,dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri, edisi I.
Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, Sarwono.2009. Ilmu Kandungan, Edisi Ketiga. Jakarta :
PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono.2010. Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta :
PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo..
Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika.
Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. Sinopsis Obstetri Jilid I. Edisi2. Jakarta : EGC. 1998. Hal. 238-243.
No comments:
Post a Comment