KASUS II
Hasil pemeriksaan dan anamnesa pada
Ny. Yuli adalah : Usia kehamilan aterm, presbelkep dengan penurunan kepala
janin 3/5, kontraksi 3x dalam 10 menit berlangsung selama 30 detik dan DJJ
130x/menit. Hasil pemeriksaan dalam pembukaan serviks 6 cm, tidak ada penyusupan,
dan selaput ketuban masih utuh. Tekanan darah 110/70 mmHg, N: 80x/menit, S: 360
C. Ibu berkemih 200 ml sebelum periksa dalam, tidak ditemukan aceton dan
protein dalam urine.
1. Dari
kasus di atas, jelaskan tentang bagaimana mekanisme penurunan kepala janin
sampai terjadi expulsi !
2. Peningkatan
kontraksi pada saat menjelang persalinan di pengaruhi oleh apa saja, jelaskan !
3. Jika
pembukaan lengkap, his baik dan tanda persalinan pasti (+), akan tetapi ketuban
masih utuh, apa yang saudari lakukan dari apa tujuan tindakan saudari, jelaskan
!
PEMBAHASAN
1.
Mekanisme penurunan kepala janin:
a. Engorgement
Fenomena ini dapat terjadi pada beberapa minggu
terakhir kehamilan atau mungkin tidak terjadi sampai setelah mulainya
persalinan. Apabila sutura sagitalis berada di tengah-tengah
jalan lahir, tepat diantara symphysis dan promotorium, maka dikatakan kepala
dalam keadaan synclitismus.
b. Asinklitismus
Jika sutura sagitalis
agak ke depan mendekati symphysis atau agak ke belakang mendekati promotorium,
maka dikatakan asynclitismus. Dikatakan asynclitismus posterior, ialah kalau
sutura sagitalis mendekati symphysis dan os parietale belakang lebih rendah
dari os parietale depan, dan dikatakan asynclitismus anterior ialah kalau
sutura sagitalis mendekati promotorium sehingga os parietale depan lebih rendah
dari os parietale belakang. Pada pintu atas panggul biasanya kepala dalam
asynclitismus posterior yang ringan.
Menurut Naegele, kepala
masuk dalam keadaan asinklitismus anterior apabila arah sumbu kepala membuat
sudut lancip ke depan dengan bidang PAP. Keadaan asinklitismus anterior lebih
menguntungkan daripada mekanisme turunnya kepala dengan asinklitismus posterior
karena ruangan pelvis di daerah posterior lebih luas dibandingkan denga ruangan
pelvis di daerah anterior.
c. Penurunan
(Descent)
Kepala turun dengan adanya satu atau lebih dari empat
kekuatan, tekanan amnion, tekanan langsung fundus pada bokong, kontraksi
otot-otot abdomen, ekstensi dan pelurusan badan janin.
d. Fleksi
Begitu penurunan kepala menemukan tahanan baik dari
serviks, dinding panggul atau lantai panggul, fleksi kepala biasanya terjadi
sehingga ubun-ubun kecil (UUK) lebih rendah dari ubun-ubun besar (UUB). Pada
gerakan ini, dagu dibawa lebih dekat ke arah janin dan diameter sub occipito
bregmatica (+ 9,5 cm) yang lumayan lebih pendek menggantikan diameter
oksipitofrontal yang lebih panjang (+
11,5 cm).
e. Putaran
paksi dalam
Kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis yang
berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas
diafragma pelvis dan tekanan intrauterin yang disebabkan oleh his yang
berulang-ulang dan kepala mengadakan rotasi. Pada umumnya di dalam akan
mengadakan rotasi ubun-ubun kecil dan berputar ke arah depan, sehingga di dasar
panggul ubun-ubun kecil dan berputar ke arah depan, sehingga di dasar panggul
ubun-ubun kecil berada di bawah simpisis.
Putaran paksi
dalam mutlak perlu untuk kelahiran kepala karena putaran paksi merupakan suatu
usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya
bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam bersamaan
dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai Hodge III,
kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasar panggul.
f. Ekstensi
Setelah rotasi dalam, kepala di dasar panggul maka
terjadi ekstensi. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah
panggul mengarah ke depan dan atas sehingga kepala
mengadakan ekstensi dan kepala tertekan. Setelah tertekan pada pinggir bawah
simpisis dan dengan bertambahnya distensi perineum dan muara vagina, bagian
oksiput yang terlihat semakin banyak dan terjadi secara perlahan. Suboksiput
yang menjadi pusat pemutaran disebut hypomochlion.
Kepala dilahirkan dengan gerakan ekstensi, maka
lahirlah berturut-turut bregma, dahi, hidung, mulut dan
akhirnya dagu berhasil melewati tepi anterior perineum. Segera setelah seluruh
kepala lahir kepala jatuh ke bawah sehingga dagu terletak di atas daerah anus
ibu.
g. Putaran
paksi luar
Setelah kepala
lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak
untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.
Gerakan ini disebut putaran restitusi (putaran balasan = putaran paksi luar).
Selanjutnya putaran dilanjutkan
hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber isciadicum sepihak. Gerakan yang
terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena
ukuran bahu (diameter biacromial) menempatkan diri dalam diameter
anteroposterior dari pintu bawah panggul. Kepala mengadakan putaran paksi luar
untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung bayi.
h. Ekspulsi
Segera
setelah putaran paksi luar, bahu depan kelihatan di bawah simpisis pubis dan
perineum segera menjadi teregang oleh bahu belakang. dengan
paksi jalan lahir. Setelah
lahirnya kedua bahu tersebut kemudian seluruh badan bayi segeradilahirkan.
2. Ada dua kategori pengaruh
utama yang menyebabkan timbulnya puncak kontraksi yang berperan dalam
persalinan: (1) perubahan hormonal progresif yang menyebabkan peningkatan eksitabilitas otot-otot uterus, dan, (2) perubahan
mekanik yang progresif.
a.
Faktor-Faktor Hormonal
yang menyebabkan Peningkatan Kontraktilitas Uterus
1) Rasio
estrogen terhadap progesteron.
Progesteron menghambat
kontraksi uterus selama kehamilan, sehingga membantu mencegah ekspulsi fetus.
Sebaliknya, estrogen mempunyai kecenderungan nyata untuk meningkatkan derajat
kontraktilitas uterus, yang terjadi karena estrogen meningkatkan jumlah taut
celah (gap junction) antara sel-sel otot polos uterus yang berdekatan,
namun juga karena pengaruh lain yang masih belum dimengerti. Baik progesteron
maupun estrogen yang disekresikan dalam jumlah yang secara progresif makin
bertambah selama kehamilan, tetapi mulai kehamilan bulan ke tujuh dan
seterusnya sekresi estrogen terus meningat sedangkan sekresi progesteron tetap
konstan atau mungkin sedikit menurun. Oleh karena itu, diduga bahwa rasio
estrogen-terhadap-progesteron cukup meningkat menjelang akhir kehamilan,
sehingga paling tidak berperan sebagian dalam peningkatan kontraktilitas
uterus.
2) Pengaruh
oksitosin pada uterus.
Oksitosin merupakan suatu
hormon yang disekresikan oleh neurohipofisis yang secara khusus menyebabkan
kontraksi uterus. Ada empat alasan untuk memercayai bahwa oksitosin mungkin
diperlukan dalam meningkatkan kontraktilitas uterus menjelang persalinan: (1)
Otot uterus meningkatkan jumlah reseptor-reseptor oksitosin dan, oleh karena
itu, meningkatkan responsnya terhadap dosis oksitosin yang diberikan selama
beberapa bulan terakhir kehamilan. (2) Kecepatan sekresi oksitosin oleh
neurohipofisis sangat meningkat pada saat persalinan. (3) Walaupun pada hewan
yang telah menjalani hipofisektomi masih dapat melahirkan bayinya pada
kehamilan aterm, persalinannya akan berlangsung lama. (4) Penelitian pada hewan
menunjukkan bahwa iritasi atau regangan pada serviks uteri, seperti yang
terjadi selama persalinan, dapat menyebabkan sebuah refleks neurogenik melalui
nukleus paraventrikular dan supraoptik hipotalamus yang dapat menyebabkan
kelenjar hiposisis posterior (neurohipofisis) meningkatkan sekresi
oksitosinnya.
3) Pengaruh hormon fetus pada
uterus.
Kelenjar hipofisis uterus
menyekresikan oksitosin, yang mungkin berperan dalam merangsang uterus.
Kelenjar adrenal fetus juga menyekresikan sejumalh besar kortisol, mungkin
merupakan suatu stimulan uterus lain. Selain itu, membran fetus melepaskan
prostaglandin dala konsentrasi tinggi pada saat persalinan. Prostaglandin
ini juga dapat meningkatkan intensitas kontraksi uterus.
b.
Faktor-Faktor Mekanis
yang Meningkatkan Kontraktilitas Uterus
1) Regangan
otot-otot uterus.
Regangan sederhana organ-organ
berotot polos biasanya akan meningkatkan kontraktilitas otot-otot tersebut.
Selanjutnya, regangan intermiten, seperti yang terjadi berulang-ulang pada
uterus karena pergerakan fetus juga dapat meningkatkan kontraksi otot polos.
Perhatikan khususnya pada bayi kembar yang rata-rata lahir 19 hari lebih awal
daripada anak tunggal, yang menekankan pentingnya regangan mekanik dalam
menimbulkan kontraksi uterus.
2)
Regangan atau iritasi
serviks.
Terdapat alasan untuk memercayai
bahwa meregangkan atau mengiritasi serviks uteri khususnya penting dalam
menimbulkan kontraksi uterus. Sebagai contoh, ahli obstetri sering menginduksi
persalinan dengan memecahkan ketuban sehingga kepala bayi lebih meregang
serviks daripada biasanya atau mengiritasi serviks dengan cara lain. Mekanisme
bagaimana iritasi serviks dapat merangsang korpus uteri tidak diketahui. Diduga
bahwa regangan atau iritasi saraf pada serviks mengawali timbulnya refleks pada
korpus uteri, tetapi efek ini juga secara sederhana dapat terjadi akibat
transmisi miogenik sinyal-sinyal dari serviks ke korpus uteri.
1.
Jika ketuban
belum pecah dan serviks telah membuka sepenuhnya untuk akselerasi persalinan(mempercepat) lakukan
amniotomi. Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput amnion dengan jalan
membuat robekan kecil yang kemudian diperlebar secara spontan akibat gaya berat
cairan dan adanya tekanan di dalam rongga amnion. Tindakan ini pada umumnya
dilakukan pada saat pembukaan lengkap atau hampir lengkap agar pada
penyelesaian persalinan berlangsung sebagaimana mestinya.
Dalam melaksanakan amniotomi diperlukan langkah-langkah
sebagai berikut:
a.
Membahas prosedur bersama ibu dan keluarga, serta
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
b.
Dengar DJJ dan catat dalam partograf.
c.
Cuci kedua tangan
d.
Pakai sarung tangan DTT atau steril
e.
Di antara kontraksi lakukan pemeriksaan dengan
hati-hati. Raba dengan hati-hati selaput ketuban untuk memastikan bahwa kepala
telah masuk dengan baik (masuk ke dalam panggul) serta tali pusat dan/ atau
bagian-bagan tubuh yang kecil seperti tangan dan kaki tidak bisa di palpasi.
Jika bagian-bagian kecil dapat di palpasi jangan lakukan pemecahan ketuban. Catatan: pemeriksaan dalam yang dilakukan
diantara kontraksi sering lebih nyaman untuk ibu. Akan tetapi, jika selaput
ketuban tidak dapaat diraba di antara kontraksi, tunggu sampai kekuatan
kontraksi berikutnya mendorong cairan ketuban menekan selaput ketuban dan
membuatnya lebih mudah di palpasi dan dipecahkan.
f.
Dengan menggunakan tangan yang lain, tempatkan klem
setengah kocher atau setengan kelli disinfeksi tingkat tinggi atau steril
dengan lembut ke dalam vagina dan pandu klem dengan jari-jari tangan untuk pemeriksaan hingga mencapai selaput
ketuban.
g.
Pegang ujung klem di antara ujung jari pemeriksaan, gerakan dengan jari
dan dengan lembut gosokan klem pada selaput ketuban dan pecahkan. Catatan: seringkali lebih muda memecahkan
selaput ketuban di antara dua kontraksi ketika selaput ketuban tidak tegang.
Hal ini juga akan mencegah air
ketuban menyemprot pada selaput ketuban dipecahkan.
h.
Biarkan air ketuban membasahi jari tangan yang
digunakakn untuk pemeriksaan.
i.
Gunakan tangan yang lain untuk mengambil klem dan
menempatkannya ke dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi.
j.
Biarkan jari tangan pemeriksa tetap berada dalam
vagina untuk mengetahui penurunan kepala janin dan memastikan bahwa tali pusat
dan bagian kecil janin tidak teraba. Setelah memastikan bahwa tidak ada tali
pusat dan bagian-bagian tubuh bayi yang kecil, keluarkan tangan dengan lembut
dari dalam vagina.
k.
Evaluasi warna cairan ketuban, periksa apakah ada
mekonium atau darah (lebih banyak dari bercak bercampur darah yang normal).
l.
Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan
ke dalam larutan clorin 0,5% lalu
lepaskan sarung tangan dan biarkan terendam di dalam larutan clorin 0,5% selama
10 menit)
m.
Cuci kedua tangan
n.
Periksa ulang DJJ
o.
Catat pada partograf waktu dilakukannya pemecahan
selaput ketuban dan warna cairan ketuban.
Prinsip-prinsip dalam melakukan amniotomi adalah
sebagai berikut.
a.
Lakukan amniotomi dengan teknik aseptic
b.
Pada saat melakukan amniotomi, kepala janin harus
berada di serviks dan tidak di keluarkan dari panggul selama prosedur karena
tindakan seperti itu akan menyebabkan prolaps tali pusat.
c.
Lakukan amniotomi di antara kontraksi sehingga terjadi
hal-hal berikut.
1)
Dorongan yang menyebabkan ketuban pecah berkurang
2)
Ketuban tidak di regang dengan ketat terhadap kepala
janin (sehingga terdapat ruang yang tidak terlalu sedikit untuk memegang
ketuban kemudian merobeknya dengan aman).
d.
Gunakan alat yang efektif dan mudah digunakan untuk
tindakan cepat, seperti klem Allia atau berbagai bentuk lain yang diproduksi
untuk tujuan ini. Instrument yang menggelinding atau tergelincir pada permukaan
selaput ketuban tidak menguntungkan bagi klinis sekaligus memperpanjang periode
pemeriksaan dalam bagi ibu.
e.
Setelah melakukan pemecahan ketuban, biarkan jari di
dalam vagina sampai kontraksi selanjutnya. Hal ini bertujuan sebagai berikut.
1)
Mengevaluasi dampak amniotomi pada serviks (pembukaan)
dan pada janin (penurunan dan rotasi)
2)
Memastikan bahwa tidak terjadi prolaps tali pusat
f.
Evaluasi denyut jantung janin selama dan setelah
amniotomi dilakukan. Tindakan ini bertujuan untuk mengkaji dampak yang timbul
pada janin segera setelah amniotomi
No comments:
Post a Comment