truth


counters

nama

Thursday 2 October 2014

contoh soal persalinan



KASUS II
           
            Hasil pemeriksaan dan anamnesa pada Ny. Yuli adalah : Usia kehamilan aterm, presbelkep dengan penurunan kepala janin 3/5, kontraksi 3x dalam 10 menit berlangsung selama 30 detik dan DJJ 130x/menit. Hasil pemeriksaan dalam pembukaan serviks 6 cm, tidak ada penyusupan, dan selaput ketuban masih utuh. Tekanan darah 110/70 mmHg, N: 80x/menit, S: 360 C. Ibu berkemih 200 ml sebelum periksa dalam, tidak ditemukan aceton dan protein dalam urine.
1.      Dari kasus di atas, jelaskan tentang bagaimana mekanisme penurunan kepala janin sampai terjadi expulsi !
2.      Peningkatan kontraksi pada saat menjelang persalinan di pengaruhi oleh apa saja, jelaskan !
3.      Jika pembukaan lengkap, his baik dan tanda persalinan pasti (+), akan tetapi ketuban masih utuh, apa yang saudari lakukan dari apa tujuan tindakan saudari, jelaskan !

PEMBAHASAN
1.      Mekanisme penurunan kepala janin:

a.       Engorgement
Fenomena ini dapat terjadi pada beberapa minggu terakhir kehamilan atau mungkin tidak terjadi sampai setelah mulainya persalinan. Apabila sutura sagitalis berada di tengah-tengah jalan lahir, tepat diantara symphysis dan promotorium, maka dikatakan kepala dalam keadaan synclitismus.
b.      Asinklitismus
Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati symphysis atau agak ke belakang mendekati promotorium, maka dikatakan asynclitismus. Dikatakan asynclitismus posterior, ialah kalau sutura sagitalis mendekati symphysis dan os parietale belakang lebih rendah dari os parietale depan, dan dikatakan asynclitismus anterior ialah kalau sutura sagitalis mendekati promotorium sehingga os parietale depan lebih rendah dari os parietale belakang. Pada pintu atas panggul biasanya kepala dalam asynclitismus posterior yang ringan.
Menurut Naegele, kepala masuk dalam keadaan asinklitismus anterior apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan dengan bidang PAP. Keadaan asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada mekanisme turunnya kepala dengan asinklitismus posterior karena ruangan pelvis di daerah posterior lebih luas dibandingkan denga ruangan pelvis di daerah anterior.
c.       Penurunan (Descent)
Kepala turun dengan adanya satu atau lebih dari empat kekuatan, tekanan amnion, tekanan langsung fundus pada bokong, kontraksi otot-otot abdomen, ekstensi dan pelurusan badan janin.
d.      Fleksi
Begitu penurunan kepala menemukan tahanan baik dari serviks, dinding panggul atau lantai panggul, fleksi kepala biasanya terjadi sehingga ubun-ubun kecil (UUK) lebih rendah dari ubun-ubun besar (UUB). Pada gerakan ini, dagu dibawa lebih dekat ke arah janin dan diameter sub occipito bregmatica (+ 9,5 cm) yang lumayan lebih pendek menggantikan diameter oksipitofrontal yang lebih panjang  (+ 11,5 cm).
e.       Putaran paksi dalam
Kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin yang disebabkan oleh his yang berulang-ulang dan kepala mengadakan rotasi. Pada umumnya di dalam akan mengadakan rotasi ubun-ubun kecil dan berputar ke arah depan, sehingga di dasar panggul ubun-ubun kecil dan berputar ke arah depan, sehingga di dasar panggul ubun-ubun kecil berada di bawah simpisis.
Putaran paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran kepala karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai Hodge III, kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasar panggul.
f.       Ekstensi
Setelah rotasi dalam, kepala di dasar panggul maka terjadi ekstensi. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan dan atas sehingga kepala mengadakan ekstensi dan kepala tertekan. Setelah tertekan pada pinggir bawah simpisis dan dengan bertambahnya distensi perineum dan muara vagina, bagian oksiput yang terlihat semakin banyak dan terjadi secara perlahan. Suboksiput yang menjadi pusat pemutaran disebut hypomochlion.
Kepala dilahirkan dengan gerakan ekstensi, maka lahirlah berturut-turut bregma, dahi, hidung, mulut dan akhirnya dagu berhasil melewati tepi anterior perineum. Segera setelah seluruh kepala lahir kepala jatuh ke bawah sehingga dagu terletak di atas daerah anus ibu.
g.      Putaran paksi luar
Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi (putaran balasan = putaran paksi luar).
Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber isciadicum sepihak. Gerakan yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu (diameter biacromial) menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu bawah panggul. Kepala mengadakan putaran paksi luar untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung bayi.
h.      Ekspulsi
      Segera setelah putaran paksi luar, bahu depan kelihatan di bawah simpisis pubis dan perineum segera menjadi teregang oleh bahu belakang. dengan paksi jalan lahir.  Setelah lahirnya kedua bahu tersebut kemudian seluruh badan bayi segeradilahirkan.


2.      Ada dua kategori pengaruh utama yang menyebabkan timbulnya puncak kontraksi yang berperan dalam persalinan: (1) perubahan hormonal progresif yang menyebabkan peningkatan eksitabilitas otot-otot uterus, dan, (2) perubahan mekanik yang progresif.
a.       Faktor-Faktor Hormonal yang menyebabkan Peningkatan Kontraktilitas Uterus
1)      Rasio estrogen terhadap progesteron.
Progesteron menghambat kontraksi uterus selama kehamilan, sehingga membantu mencegah ekspulsi fetus. Sebaliknya, estrogen mempunyai kecenderungan nyata untuk meningkatkan derajat kontraktilitas uterus, yang terjadi karena estrogen meningkatkan jumlah taut celah (gap junction) antara sel-sel otot polos uterus yang berdekatan, namun juga karena pengaruh lain yang masih belum dimengerti. Baik progesteron maupun estrogen yang disekresikan dalam jumlah yang secara progresif makin bertambah selama kehamilan, tetapi mulai kehamilan bulan ke tujuh dan seterusnya sekresi estrogen terus meningat sedangkan sekresi progesteron tetap konstan atau mungkin sedikit menurun. Oleh karena itu, diduga bahwa rasio estrogen-terhadap-progesteron cukup meningkat menjelang akhir kehamilan, sehingga paling tidak berperan sebagian dalam peningkatan kontraktilitas uterus.
2)      Pengaruh oksitosin pada uterus.
Oksitosin merupakan suatu hormon yang disekresikan oleh neurohipofisis yang secara khusus menyebabkan kontraksi uterus. Ada empat alasan untuk memercayai bahwa oksitosin mungkin diperlukan dalam meningkatkan kontraktilitas uterus menjelang persalinan: (1) Otot uterus meningkatkan jumlah reseptor-reseptor oksitosin dan, oleh karena itu, meningkatkan responsnya terhadap dosis oksitosin yang diberikan selama beberapa bulan terakhir kehamilan. (2) Kecepatan sekresi oksitosin oleh neurohipofisis sangat meningkat pada saat persalinan. (3) Walaupun pada hewan yang telah menjalani hipofisektomi masih dapat melahirkan bayinya pada kehamilan aterm, persalinannya akan berlangsung lama. (4) Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa iritasi atau regangan pada serviks uteri, seperti yang terjadi selama persalinan, dapat menyebabkan sebuah refleks neurogenik melalui nukleus paraventrikular dan supraoptik hipotalamus yang dapat menyebabkan kelenjar hiposisis posterior (neurohipofisis) meningkatkan sekresi oksitosinnya.
3)      Pengaruh hormon fetus pada uterus.
Kelenjar hipofisis uterus menyekresikan oksitosin, yang mungkin berperan dalam merangsang uterus. Kelenjar adrenal fetus juga menyekresikan sejumalh besar kortisol, mungkin merupakan suatu stimulan uterus lain. Selain itu, membran fetus  melepaskan prostaglandin dala konsentrasi tinggi pada saat persalinan. Prostaglandin ini juga dapat meningkatkan intensitas kontraksi uterus. 
b.      Faktor-Faktor Mekanis yang Meningkatkan Kontraktilitas Uterus
1)      Regangan otot-otot uterus.
Regangan sederhana organ-organ berotot polos biasanya akan meningkatkan kontraktilitas otot-otot tersebut. Selanjutnya, regangan intermiten, seperti yang terjadi berulang-ulang pada uterus karena pergerakan fetus juga dapat meningkatkan kontraksi otot polos. Perhatikan khususnya pada bayi kembar yang rata-rata lahir 19 hari lebih awal daripada anak tunggal, yang menekankan pentingnya regangan mekanik dalam menimbulkan kontraksi uterus.
2)      Regangan atau iritasi serviks.
Terdapat alasan untuk memercayai bahwa meregangkan atau mengiritasi serviks uteri khususnya penting dalam menimbulkan kontraksi uterus. Sebagai contoh, ahli obstetri sering menginduksi persalinan dengan memecahkan ketuban sehingga kepala bayi lebih meregang serviks daripada biasanya atau mengiritasi serviks dengan cara lain. Mekanisme bagaimana iritasi serviks dapat merangsang korpus uteri tidak diketahui. Diduga bahwa regangan atau iritasi saraf pada serviks mengawali timbulnya refleks pada korpus uteri, tetapi efek ini juga secara sederhana dapat terjadi akibat transmisi miogenik sinyal-sinyal dari serviks ke korpus uteri.


1.      Jika ketuban belum pecah dan serviks telah membuka sepenuhnya untuk akselerasi persalinan(mempercepat) lakukan amniotomi. Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput amnion dengan jalan membuat robekan kecil yang kemudian diperlebar secara spontan akibat gaya berat cairan dan adanya tekanan di dalam rongga amnion. Tindakan ini pada umumnya dilakukan pada saat pembukaan lengkap atau hampir lengkap agar pada penyelesaian persalinan berlangsung sebagaimana mestinya.
     
     
Dalam melaksanakan amniotomi diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Membahas prosedur bersama ibu dan keluarga, serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
b.      Dengar DJJ dan catat dalam partograf.
c.       Cuci kedua tangan
d.      Pakai sarung tangan DTT atau steril
e.       Di antara kontraksi lakukan pemeriksaan dengan hati-hati. Raba dengan hati-hati selaput ketuban untuk memastikan bahwa kepala telah masuk dengan baik (masuk ke dalam panggul) serta tali pusat dan/ atau bagian-bagan tubuh yang kecil seperti tangan dan kaki tidak bisa di palpasi. Jika bagian-bagian kecil dapat di palpasi jangan lakukan pemecahan ketuban. Catatan: pemeriksaan dalam yang dilakukan diantara kontraksi sering lebih nyaman untuk ibu. Akan tetapi, jika selaput ketuban tidak dapaat diraba di antara kontraksi, tunggu sampai kekuatan kontraksi berikutnya mendorong cairan ketuban menekan selaput ketuban dan membuatnya lebih mudah di palpasi dan dipecahkan.
f.       Dengan menggunakan tangan yang lain, tempatkan klem setengah kocher atau setengan kelli disinfeksi tingkat tinggi atau steril dengan lembut ke dalam vagina dan pandu klem dengan jari-jari tangan  untuk pemeriksaan hingga mencapai selaput ketuban.
g.      Pegang ujung klem di antara  ujung jari pemeriksaan, gerakan dengan jari dan dengan lembut gosokan klem pada selaput ketuban dan pecahkan. Catatan: seringkali lebih muda memecahkan selaput ketuban di antara dua kontraksi ketika selaput ketuban tidak tegang. Hal ini juga akan mencegah air ketuban menyemprot pada selaput ketuban dipecahkan.
h.      Biarkan air ketuban membasahi jari tangan yang digunakakn untuk pemeriksaan.
i.        Gunakan tangan yang lain untuk mengambil klem dan menempatkannya ke dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi.
j.        Biarkan jari tangan pemeriksa tetap berada dalam vagina untuk mengetahui penurunan kepala janin dan memastikan bahwa tali pusat dan bagian kecil janin tidak teraba. Setelah memastikan bahwa tidak ada tali pusat dan bagian-bagian tubuh bayi yang kecil, keluarkan tangan dengan lembut dari dalam vagina.
k.      Evaluasi warna cairan ketuban, periksa apakah ada mekonium atau darah (lebih banyak dari bercak bercampur darah yang normal).
l.        Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan ke dalam larutan clorin 0,5%  lalu lepaskan sarung tangan dan biarkan terendam di dalam larutan clorin 0,5% selama 10 menit)
m.    Cuci kedua tangan
n.      Periksa ulang DJJ
o.      Catat pada partograf waktu dilakukannya pemecahan selaput ketuban dan warna cairan ketuban.

Prinsip-prinsip dalam melakukan amniotomi adalah sebagai berikut.
a.       Lakukan amniotomi dengan teknik aseptic
b.      Pada saat melakukan amniotomi, kepala janin harus berada di serviks dan tidak di keluarkan dari panggul selama prosedur karena tindakan seperti itu akan menyebabkan prolaps tali pusat.
c.       Lakukan amniotomi di antara kontraksi sehingga terjadi hal-hal berikut.
1)      Dorongan yang menyebabkan ketuban pecah berkurang
2)      Ketuban tidak di regang dengan ketat terhadap kepala janin (sehingga terdapat ruang yang tidak terlalu sedikit untuk memegang ketuban kemudian merobeknya dengan aman).
d.      Gunakan alat yang efektif dan mudah digunakan untuk tindakan cepat, seperti klem Allia atau berbagai bentuk lain yang diproduksi untuk tujuan ini. Instrument yang menggelinding atau tergelincir pada permukaan selaput ketuban tidak menguntungkan bagi klinis sekaligus memperpanjang periode pemeriksaan dalam bagi ibu.
e.       Setelah melakukan pemecahan ketuban, biarkan jari di dalam vagina sampai kontraksi selanjutnya. Hal ini bertujuan sebagai berikut.
1)      Mengevaluasi dampak amniotomi pada serviks (pembukaan) dan pada janin (penurunan dan rotasi)
2)      Memastikan bahwa tidak terjadi prolaps tali pusat
f.       Evaluasi denyut jantung janin selama dan setelah amniotomi dilakukan. Tindakan ini bertujuan untuk mengkaji dampak yang timbul pada janin segera setelah amniotomi


No comments:

Post a Comment