BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Imunisasi adalah
usaha untuk memberikan kekebalan pada anak terhadap penyakit tertentu. Imunisasi
adalah satu hal yang tidak dapat ditinggalkan dari kehidupan seseorang. Sebagaimana
yang kita ketahui bahwa dengan adanya imunisasi maka ia akan lebih peka
terhadap bakteri atau virus yang sejenisnya tersebut di dalam tubuhnya. Oleh
sebab itu pemerintah mewajibkan kepada setiap orang tua agar dapat membawa
anaknya berimunisasi. Bagi orang tua yang bersedia membawa anaknya pergi
imunisasi bukan hanya telah melindungi anaknya dari awal tetapi juga telah
membantu program pemerintah yaitu menyehatkan seluruh anak – anak Indonesia.
Anak-anak adalah usia yang paling rentang karena dengan mudah dapat
terjangkit suatu penyakit, karena itu perlu diberikan perlindungan sejak dini.
Salah satunya adalah dengan diberikan imunisasi agar anak tersebut dapat terhindar
dari suatu penyakit seperti Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Hepatitis, Campak, TBC
dan lain-lain.Lebih dari 1,5 juta anak meninggal setiap tahun karena penyakit
yang sebenarnya sudah ada vaksinnya. Penyebabnya antara lain karena orang tua
lalai terhadap kewajibannya membawa anak ke dokter atau petugas kesehatan untuk memberi imunisasi pada anaknya. Oleh karena
itu, penulis membuat makalah dengan judul “ Imunisasi DPT+HB dan Campak pada
Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi
imunisasi?
2. Bagaimana
imunisasi DPT+HB?
3. Bagaimana
imunisasi Campak itu?
4. Apa yang
dimaksud dengan KIPI?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui definisi imunisasi.
2. Untuk
mengetahui imunisasi DPT+HB.
3. Untuk
mengetahui imunisasi campak.
4. Untuk
mengetahui tentang KIPI.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah
usaha untuk memberikan kekebalan pada anak terhadap penyakit tertentu. Vaksin
adalah kuman atau racun yang dimasukkan kedalam tubuh bayi atau anak yang
disebut antigen. Dalam tubuh, antigen akan bereaksi dengan antibodi sehingga
terjadi kekebalan. Jenis vaksin yang digunakan di Indonesia ada dua macam:
1.
Vaksin dari kuman hidup yang dilemahkan:
a. Virus
campak dalam vaksin campak.
b. Virus
polio dalam jenis sabin pada vaksin volio.
c. Kuman
TBC dalam vaksin TBC.
2.
Vaksin dari kuman yang dimatikan:
a. Bakteri
pertusis dalam DPT.
b. Virus
polio dalam jenis salk dalam vaksin polio.
c. Racun
kuman, seperti TT, difteri toksoid dalam DPT.
d. Vaksin
yang dibuat dari protein, seperti Hepatitis B.
Ada tujuh
imunisasi yang dapat mencegah penyakit yaitu polio, campak, difteri, pertusis,
tetanus, TBC, atau Hepatitis B. Tujuan imunisasi adalah memberi kekebalan
terhadap penyakit tertentu. Manfaat imunisasi:
1.
Untuk anak: Mencegah penderitaan yang
disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.
2.
Untuk keluarga: Menghilangkan kecemasan
dan biaya pengobatan bila anak sakit, mendorong pembentukan keluarga kecil
apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak dengan
aman.
3.
Untuk negara: Memperbaiki tingkat
kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan
pembangunan negara, memperbaiki citra bangsa Indonesia diantara segenap bangsa
di dunia.
Jenis
kekebalan yang bekerja dalam tubuh bayi atau anak:
1.
Kekebalan aktif yaitu kekebalan yang
dibuat sendiri oleh tubuh untuk menolak suatu penyakit tertentu, prosesnya
lambat tetapi dapat bertahan lama. Kekebalan aktif dibagi dua:
a. Kekebalan
aktif alamiah yaitu tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah sembuh dari
suatu penyakit (misal: campak). Setelah sembuh tidak akan terserang campak lagi
karena tubuhnya telah membuat zat penolak terhadap penyakit tersebut.
b. Kekebalan
aktif buatan yaitu kekebalan yang dibuat tubuh setelah mendapat vaksin atau
imunisasi (misal: anak diberi BCG, DPT, polio).
2.
Kekebalan pasif yaitu tubuh anak tidak
membuat zat antibodi sendiri tetapi kekebalan diperoleh dari luar setelah
memperoleh zat penolak, sehingga proses cepat terjadi. Kekebalan pasif dibagi
dua:
a. Kekebalan
pasif alamiah adalah kekebalan yang diperoleh dari sejak lahir dari ibunya. Kekebalan ini tidak
berlangsung lama hanya sekitar 5 bulan setelah bayi lahir (misal: morbili,
difteri, tetanus).
b. Kekebalan
pasif buatan yaitu kekebalan ini diperoleh setelah mendapatkan suntik zat penolak
(misal: antitetanus serum [ATS]).
B.
Imunisasi
DPT + HB
Tujuan pemberian
vaksin ini adalah untuk memberi kekebalan aktif yang bersamaan terhadap
penyakit difteri, pertusis, tetanus dan hepatitis B.
a.
Definisi Difteri, Pertusis, Tetanus dan
Hepatitis B
1. Difteri
Difteri adalah
suatu penyakit akut yang bersifat toxin-mediated diseasse dan disebabkan oleh
kuman Corynebacterium diphteriae. Nama kuman ini berasal dari bahasa yunani,
diphtera yang berarti leather hide. Diphteriae adalah suatu basil graam poitif.
Produksin toksin terjadi hanya bila kuman tersebut mengalami lisogenasi oleh
bakteriofag yang mengandung informasi genetik toksin. Hanya galur toksigenik
yang dapat menyebabkan penyakit berat. Saat ini ditemukan 3 galur bakteri,
yaitu grafis, intermedius dan mitis yang kesemuanya dapat memproduksi toksin,
namun jenis grafis yang paling virulen. Semua kuman C, diphteriae yang
ditemukan dalam suatu biakan harus dinyatakan toksigenitasnya dengan menentukan
galurnya.
Semua anak dapat
terinfeksi basil difteri pada nasofarinnya dan kuman tersebut kemudian akan
memproduksi toksin yang menghambat sistensi protein seluler sehingga
menyebabkan destruksi jaringan setempat lalu terjadilah suatu keadaan dimana
selapt atau membran menyumbat jalan nafas. Toksin yang terbentuk di membran
tersebut kemudian diabsorpsi ke dalam aliran darah dan dibawa keseluruh tubuh.
Penyebaran toksin ini berakibat komplikasi berupa miokarditis dan neuritis,
serta trombositopenia dan protein nuria.
2. Pertusis
Pertusis atau
batuk rejan atau seratus hari adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh
bakteri Borditella pertusis. Sebelum ditemukan vaksin pertusis, penyakit ini
merupakan penyakit tersering yang menyerang anak-anak dan merupakn penyebab
utama kematian. Borditella pertusis adalah kuman batang yang bersifat gram
negatif dan membutuhkan media khusus untuk isolasinya. Kuman ini menghasilkan
beberapa antigen antra lain toksin pertusis, filamen hemaglutinin, aglutinogen
fibriae, adenil siklase, endotoksin dan sitotoksin trakea. Produk-produk ini
berperan dalam terjadinya gejala penyakit pertusis dan kekebalan terhadap salah
satu atau lebih komponen ini akan menyebabkan serangan penyakit yang ringan.
Pertusis
merupakan penyakit yang bersifat toxin mediated dan toxin yang dihasilakn kuman
yang melekat pada bulu getar salurannafas atas akan melumpuhkan bulu getar
tersebut hingga menyebabkan gangguan aliran sekret saluran nafas dan berpotensi
menyebabkan pneumonia. Gejala pertusis timbul saat terjadinya penumpukan lendir
dalam saluran pernafasan akibat kegagalan aliran oleh bulu getar yang lumpuh
dan berakibat pada terjadinya batuk paroksimal tanpa inspirasi yang diakhiri
dengan bunyi whoop. Pada serangan seperti ini, pasien biasanya akan muntah dan
sianosis yang membuat pasien menjadi sangat lemas dan tegang. Keadaan ini dapat
berlanjut antara satu sampai sepuluh minggu.
Dampak dari
pertusis diantaranya kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi injeksi.
Terkadang juga ditemukan demam ringan dan hiperpireksia.
3. Hepatitis
B
Penyakit
hepatitis B disebabkan virus hepatitis B (VHB), anggota family Hepadnavirus.
Virus hepatitis B menyebabkan peradangan hati akut atau menahun, yang pada
sebagian kasus berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
Penyebab
hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat dan paparan berbagai
macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen,
fosfor, dan zat-zat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern,
juga bisa menyebabkan hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan,
terhirup atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan racun dalam darah
adalah pekerjaan hati. Jika terlalu banyak zat kimia beracun masuk ke dalam
tubuh, hati bisa rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain.
4. Tetanus
Tetanus adalah
suatu penyakit akun yang bersifat fatal, total, disebabkan oleh eksotoksin
kuman clostridium tetani. Kuman ini berbentuk batang, bersifat gram positif dan
bermetabolisme anaerob, yang mampu menghasilkan spora dalam bentuk drumstik.
Kuman ini sensitif terhadap suhu panas dan tidak bisa hidup dalam lingkungan
beroksigen. Sebaliknya sprosa tetanus sangat tahan panas, dan kebal terhadap
antiseptik. Spora ini dapat tetap hidup dalam autoclave bersuhu 121 derajat
celcius selama 10-15 menit. Kuman ini dapat tersebar dalam kotoran, debu
jalanan, usus dan feses kuda, domba, anjing, kucing, tikus dan lainnya. Kuman
ini masuk kedalam tubuh manusia melalui luka dan dalam suasana anaerob,
kemudian memproduksi toxin ( tetanuspasmin), lalu disebarkan melalui darah dan
limfa. Toksin ini kemudian akan menempel pada reseptor disistem saraf. Gejala
utama penyakit ini timbul akibat toksin tetanus yang mempengaruhi pelepasan
neurotransmiter yang berakibat penghambatan implusinhibisi, sehingga terjadi
kontraksi sehingga terjadi spastisitas otot yang terkontrol, kejang-kejang, dan
gangguan saraf otonom.
Vaksin tetanus dikenal 2 macam
vaksin yaitu :
1. Vaksin
yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus kuman tetanus ynag
dilemahkan (kemasan tunggal atau TT, kemasan dengan vaksin difteri atau DT,
kamasan dengan vaksin difteri dan tetanus pertusis atau DPT).
2. Kuman
yang telah dimatikan yang digunakan untuk imunisasi pasif atau ATS ( Anti
Tetanus Serum)
Untuk vaksin TT dosis yang
diberikan adalah 0,5 ml dan disuntikan intramuskuler atau subcutan diotot
deltoid, paha dan bokong.
b.
Vaksin DPT+HB
Vaksin
DPT + HB mengandung toksoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis inactivasi
serta vaksin Hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung
HbsAg murni dan bersifat infeksi virus. Virus hepatitis B ini merupakan vaksin
DNA recombinant yang berasal dari HbsAg yang diproduksi melalui teknologi DNA
recombinant pada sel ragi.
1. Jadwal
Pemberian
Jadwal pemberian vaksin DPT adalah
:
a. Pada
bayi umur 2-11 bulan sebanyak 3 kali suntikan dengan selang 4 minggu secara
intra muskular atau subcutan
b. Imunisasi
ulang lainnya diberikan setelah umur 1,5 sampai 2 tahun
c. Di
ulang kembali vaksi DT pada usia 5-6 tahun (kelas atau SD)
d. Di
ulang lagi pada umur 10 tahun (menjelang tamat SD)
Anak yang telah mendapat DPT pada
waktu bayi di berikan DT satu kali saja dengan dosis 0,5 cc dengan cara
intramuskular, dan yang tidak mendapat DPT pada waktu bayi di berikan DT
sebanyak dua klai dengan interval empat minggu dengan dosis 0,5 cc secara
intramuskular. Apabila hal ini meragukan tentang vaksinasi yang didapat pada
waktu bayi maka tetap diberikan dua kali suntikan. Bila bayi mempunyai riwayat
kejang sebaiknya DPT diganti dengan DT dengan cara pemberian yang sama dengan
DPT.
2. Kontraindikasi
Bila anak sedang sakit parah,
riwayat kejang bila sedang demam ( panas tinggi >38derajat celcius), dan
penyakit gangguan kekebalan.
3. Efek
samping
Reaksi yang mungkin timbul setelah
pemberian imunisasi adalah :
a. Kebanyakan
anak menderita panas pada sore hari setelah mendapat vaksinasi DPT, tetapi
panas akan sembuh dalam 1-2 hari. Berikan 1 tablet antipiretik kepada ibu untuk
mengatasi efek samping tersebut dan katakanlah bahwa bila anak panas lebih
tinggi dari 39 derajat C, maka anak perlu diberi tablet ¼ tablet yang
dihancurkan dengan sedikit air.
b. Sebagian
anak merakan nyeri, sakit, kemerahan, dan bengkak di tempat suntikan. Hal ini
perlu diberikan kepada ibu sesufah vaksinasi, serta yakinkan ibu bahwa keadaan
itu berbahaya dan tidak perlu pengobatan.
c. Bila
pembengkakan sakit terjadi seminggu atau lebih sesudah vaksinasi, maka hal ini
disebabkan oelh oeradangan yang mungkin diakibatkan oleh jarum suntik tidak
steril, penyuntikan kurang dalam.
d. Kejang-kejang
merupakan reaksi yang trejadi, tetapi perlu diketahui petugas. Reaksi ini
disebabkan oleh komponen pertusis dari DPT. Oleh karena efek samping ini cukup
berat, maka anak yang pernah mendapat reaksi ini tidak boleh diberi vaksin DPT
lagi dan sebagai gantinya diberi DT saja.
4. Tehnik
pemberian
a. Dosis
: pemberian secara intramuskular 0,5 ml sebanyak 5 dosis. Dosis 1 pada usia 2
bulan, dosis selanjutnya dengan interval 4 minggu.
b. Cara
penyuntikan:
1. Tempat
yang paling baik untuk suntikan adalah di bagian paha sebelah luar.
2. Letakkan
ibu jari dan telunjuk pada posisi yang akan disuntik.
3. Peganglah
otot paha di antara jari-jari telunjuk dan ibu jari.
4. Bersihkan
lokasi suntikan dengan kapas basah.
5. Tusukkan
jarum tegak lurus ke bawah melalui kulit antara jari anda sampai ke dalam otot.
6. Tarik
pinston sedikit untuk meyakinkan bahwa jarum tidak mengenai pembuluh darah
7. Dorong
pangkal pinston dengan ibu jari untuk memasukkan vaksin
8. Cabut
jarum.
C.
Imunisasi
Campak
Tujuan pemberian
vaksin campak adalah untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak.
Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang dilemahkan.
Virus dalam
droplet masuk melalui pernapasan dan selanjutnya masuk kelenjar getah bening
yang berada dibawah mukosa, di tempat ini virus memperbanyak diri kemudian
menyebar ke sel-sel jaringan limforetikuler seperti limpa. Pada hari ke 5-6
sesudah infeksi awal,fokus infeksi terwujud, yaitu ketika virus masuk kedalam
pembuluh darah dan menyebar kepermukaan epitel orofaring, konjungtifa, saluran
pernapasan, kulit, kandung kemih, dan saluran usus. Selanjutnya pada hari ke
9-10 fokus inveksi berada ke epitel saluran nafas. Pada saat itu muncul gejala
coriza (pilek) diserta dengan peradangan selaput konjungtifa yang tampak merah.
Pasien tampak lemah disertai suhu tubuh yang meningkat, lalu pasien tampak
sakit berat sampai munculnya ruam kulit. Pada hari ke 11 tampak pada mukosa
pipi suatu ulser kecil (bintik koplik) yang merupakan tempat virus tumbuh
selanjutnya mati. Kondisi ini merupakan tanda pasti untuk menegakkan diagnotic.
Akhirnya muncul ruam makulopapular di hari ke 14 sesudah awal infeksi dan pada
saat itu antibody humoral dapat dideteksi dan selanjutnya suhu tubuh menurun.
Diagnosa kasus
campak biasanya dapat dibuat atas dasar gejala klinik yang saling berkaitan,
yaitu coriza dan mata meradang disertai batuk dan demam yang tinggi dalam
beberapa hari lalu diikuti dimbulnya ruam makulopapular pada kulit yang
memiliki ciri khas.
1.
Jadwal pemberian
Pada
umur 9-11 bulan dengan satu kali pemberian dengan dosis 0,5 cc dengan suntikan
subcutan. Apabila pemberian vaksin campak kurang dari 9 bulan harus diulangi
pada umur 15 bulan.
2.
Efek samping
Sangat
jarang mungkin terjadi kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari 10-12
setelah peyuntikan.
3.
Kontraindikasi
Imunisasi
campak berlaku bagi yang sedang menderita demam tinggi, sedang memperolah
pengobatan imunosupresi, hamil, memiliki riwayat alergi dan sedang memperoleh
pengobatan immunoglobulin/ kontak dengan darah.
4.
Teknik Pemberian
a. Dosis
: Sebelum disuntikkan dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia.
Dosis 0,5 ml secara subcutan pada lengan kiri atas. Pada usia 9-11 bulan,
vaksin campak yang sudah dilarutkan boleh digunakan maksimal 8 jam.
b. Cara
penyuntikan:
1)
Tempat yang akan disuntikan adalah 1/3
bagian lengan atas.
2)
Ambil sedikit kapas yang telah dibasahi
dengan air bersih dan bersihkan tempat penyuntikan.
3)
Jepitlah lengan yang akan disuntik
dengan jari-jari tangan kiri.
4)
Masukkan jarum kedalam kulit yang
dijepit dengan sudut kira-kira 30 derajat terhadap lengan, jangan menusukkan
jarum terlalu dalam dan kontrol jarumnya dengan cara menarik pinstonnya untuk menyakinkan jarum tidak
mengenai pembuluh darah. Bila ada darah maka jarumnya dicabut dan dipindahkan
ke tempat lain.
5)
Tekan pinstonnya perlahan –lahan
sebanyak 0,5 cc.
6)
Cabut jarum dan usaplah bekas suntikan
dengan kapas basah untuk membersihkan kulit.
D.
Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Menurut Komite Nasional Pengkajian
dan Penanggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan
kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.KN PP KIPI membagi
penyebab KIPI menjadi 5 kelompok menurut klasifikasi lapangan WHO Western
Pacific (1999), yaitu:
1. Kesalahan
program/teknik pelaksanaan (programmatic errors)
Sebagian
besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan
imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan dan tata
laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai
tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:
a.
Dosis antigen (terlalu banyak)
b.
Lokasi dan cara menyuntik
c.
Sterilisasi semprit dan jarum suntik
d.
Jarum bekas pakai
e.
Tindakan aseptik dan antiseptik
f.
Kontaminasi vaksin dan peralatan suntik
g.
Penyimpanan vaksin
h.
Pemakaian sisa vaksin
i.
Jenis dan jumlah pelarut vaksin
j.
Tidak memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk
pemakaian, indikasi kontra, dan lain-lain)
Kecurigaan terjadi kesalahan dalam tata laksana perlu
diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas
yang sama.
2. Reaksi
suntikan
Semua gejala
klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik secara langsung
maupun tidak langsung harus dicatat
sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit,
bengkak dan kemeraan pada tempat suntikan. Sedangkan reaksi suntikan tidak
langsung misalnya rasa takut, pusing, mual bahkan hingga pingsan karena begitu
takut disuntik.
3. Induksi
vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI
yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu
karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walau
demikian, dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis
yang berbahaya. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan
tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi
kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atau berbagai tindakan dan perhatian
spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi dengan obat atau vaksin lain. Petunjukini harus diperhatikan dan ditanggapi
dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
4.
Faktor kebetulan (koinsidens)
Kejadian ini
terjadi secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Salah satu faktor kebetulan
ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama di saat bersamaan pada
populasi setempat dengan kharakteristik serupa padahal tidak mendapat
imunisasi.
5.
Penyebab tidak diketahui
Bila
kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah
satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan ke dalam kelompok ini sambil
menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi tersebut
akan dapat ditentukan keompok penyebab KIPI.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Imunisasi adalah
usaha untuk memberikan kekebalan pada anak terhadap penyakit tertentu. Vaksin
adalah kuman atau racun yang dimasukkan kedalam tubuh bayi atau anak yang
disebut antigen.
Tujuan pemberian
vaksin DPT+HBadalah untuk memberi kekebalan aktif yang bersamaan terhadap
penyakit difteri, pertusis, tetanus dan hepatitis B. Tujuan pemberian vaksin
campak adalah untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak. Vaksin
campak mengandung virus campak hidup yang dilemahkan.
Vaksin DPT + HB
mengandung toksoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis inactivasi serta vaksin
Hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni
dan bersifat infeksi virus. Virus hepatitis B ini merupakan vaksin DNA
recombinant yang berasal dari HbsAg yang diproduksi melalui teknologi DNA
recombinant pada sel ragi. Sedangkan Vaksin campak mengandung virus campak
hidup yang dilemahkan.
Menurut Komite
Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua
kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.
B.
Saran
Sebaiknya orang tua memberikanimunisasi kepada anaknya agar terhindar dari penyakit.
No comments:
Post a Comment