BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Kebutuhan Cairan Tubuh Bagi Manusia
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia
secara fisiologis kebutuhaan ini memiliki proporsi besar dalam tubuh dengan
hampir 90% dari total berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian
padat dari tubuh. Secar keseluruhan, prresentase cairan tubuh berbeda
berdasarkan usia. Presentase cairan tubuh bayi baru lahir sekitar 75% dari
total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa 55%
dari tital berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan. Selain itu,
presentase jumlah cairan tubuh yang bervariasi juga bergantung pada lemak dalam
tubuh dan jenis kelamin.jika lemak dalam tubuh sedikit, maka cairan tubuh pun
lebih besar. Wanita dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit
dibandingkan pada pria, karena jumlah lemak pada tubuh wanita dewasa lebih
banyak dibandingkan dengan lemak pada tubuh pria dewasa.
B. Faktor Yang Berpengaruh Dalam
Pengaturan Cairan
1. Tekanan
cairan
Proses
difusi dan osmosis melibatkan adanya tekanan cairan.dalam proses
osmosis,tekanan osmotik merupakan kemampuan partikel pelarut untuk menarik
larutan melalui membran.bila terdapat dua larutan dengan perbedaan konsentrasi
maka larutan yang konsentrasi molekulnya lebih pekat dan tidak dapat bergabung
disebut koloit. Sedangkan larutan dengan kepekatan yang sama dan dapat
bergabung, maka larutan itu disebut kristaloit.
Prinsip
tekanan osmotik sangat penting dalam proses pemberian cairan intra vena
biasanya larutan yang sering digunakan dalam pemberian infus intra vena
bersifat isotonik karena mempunyai konsentrasi yang sama dengan plasma
darah.larutan intravena yang hipotonik, yaitu laruan yang mempunyai konsentrasi
kurang pekat dibanding konsentrasi plasma darah. Hal ini menyebabkan, tekanan
osmotik plasma akan lebih besar dibanding dengan tekanan osmotik cairan
interstisial karena konsentrasi protein dalam plasma lebih besar dibanding
cairan interstisial dan molekul protein lebih besar, sehingga bentuk larutan
koloid dan sulit menembus membran semipermiabel.
Tekanan
Hidrostatik adalah kemampuan tiap molekul kemampuan yang bergerak dalam ruang
tertutup.
2. Membran
semipermiable merupakan penyaring agar cairan yang bermolekul besar tidak
bergabung. Membran semipermiable ini terdapat pada dinding kapiler pembuluh
darah, yang terdapat diseluruh tubuh sehingga molekul atau zat lain tidak
berpindah ke jaringan.
C. Jenis Cairan
1. Cairan
zat gizi (nutrien)
Pasien yang isstirahat ditempat tidur memerlukan
kalori 450 kalori setiap hari. Cairan nutrien dapat diberikan melalui intra
vena dalam bentuk karbohidrat, nitrogen dan vitamin untuk metabolisme. Kalori
yang terdapat dalam cairan nutrien dapat berkisar antara 200-1500 kalori per
liter. Cairan nurtien terdiri atas:
a. Karbohidrat
dan air, contoh: dekstrosa(glukosa), levulosa (fruktosa), serta invert sugar
(1/2 dekstrosa dan ½ levulosa).
b. Asam
amino, contoh: amigen, aminosol, dan travamin.
c. Lemak,
contoh: lipomul dan liposyn.
2. Blood
volume expanders
Blood
volume expanders merupakan jenis cairan yang berfungsi meningkatkan volume
darah setelah kehilangan darah atau plasma. Hal ini terjadi pada saat pasien
mengalami perdarahan berat, maka pemberian plasma akan mempertahankan jumlah
volume darah. Pada pasien dengan luka bakar yang berat, sebagian besar cairan akan
hilang dari pembuluh darah didaerah luka. Plasma sangat perlu diberikan untuk
menggantikan cairan ini. Jenis blood volume expanders antara lain: humen serum
albumin dan dextran dengan konsentrasi yang berbeda. Kedua cairan ini mempunyai
tekanan osmotik, sehinggan secara langsung dapat meningkatkan jumlah volume
darah.
D. Gangguan/Masalah Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Cairan
1. Hipovolume
atau dehidrasi
Kekurangan cairan
eksternal dapat terjadi karena penurunan asupan cairan dan kelebihan
pengeluaran cairan. Tubuh akan merespon kekurangan cairan tubuh dengan
mengosongkan cairan vaskuler. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan
vaskuler. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan interstisial,tubuh akan
mengalirkan cairan keluar sel. Pengosongan cairan ini terjadi pada pasien diare
dan muntah.
Kehilangan
cairan eksternal yang berlebihan akan menyebabkan volume eksternal berkurang
(hipovolume). Pada keadaan ini,tidak terjadi perpindahan cairan daerah intrasel
ke permukaan,sebab osmolaritasnya sama. Jika terjadi kekurangan cairan
eksternal dalam waktu yang lama, maka kadar urea, nitrogen, serta kreatinin
akan meningkat dan menyebabkan terjadinya perpindahan cairan intrasel ke
pembuluh darah. Kekurangan cairan dalam tubuh dapat terjadi secara lambat atau
cepat dan tidak selalu cepat diketahui. Kelebihan asupan pelarut seperti
protein dan klorida / natrium akan menyebabkan ekskresi atau pengeluaran urine
secara berlebihan, serta berkeringat banyak dalam waktu yang lama dan terus
menerus. Kelainan lain yang menyebabkan kelebihan pengeluaran urine adalah
adanya gangguan pada hipotalamus, kelenjar gondok dan ginjal, diare, muntah
yang terus menerus, terpasang drainage dan lain-lain. Macam dehidrasi (kurang
volume cairan) berdasarkan derajatnya:
a. Dehidrasi
berat
1) Pengeluaran
atau kehilangan cairan 4-6 L
2) Serum
natrium 159-166 mEq/L
3) Hipotensi
4) Turgor
kulit buruk
5) Oliguria
6) Nadi
dan pernafasan meningkat
7) Kehilangan
cairan mencapai > 10% BB
b. Dehidrasi
sedang
1) Kehilangan
cairan 2-4 I atau antara 5-10% BB
2) Serum
natrium 152-158 mEq/L
3) Mata
cekung
c. Dehidrasi
ringan,dengan terjadinya kehilangan cairan mencapai 5% BB atau 1,5-2 L
2. Hipervolume
atau overhidrasi
Terdapat dua manifrestasi
yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu hipervolume (peningkatan volume
darah) dan edema (kelebihan cairan pada interstisial). Normalnya cairan
interstisial tidak terikat dengan air, tetapi elastis dan hanya terdapat di
antara jaringan. Keadaan hipervolume dapat menyebabkan piiting edema, merupakan
edema yang berada pada darah perifer atau akan mencekung setelah ditekan pada
daerah yang bengkak. Manifestasi edema paru-paru adalah penumpukan sputum,
dispnea, batuk, dan suara ronkhi. Keadaan edema ini disebabkan oleh gagal
jantung yang mengakibatkan peningkatan penekanan pada kapiler darah paru-paru
dan perpindahan cairan ke jaringan paru-paru.
E. Kebutuhan Elektrolit
Elektolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh
mengandung oksigen, nutrien, dan sisa metabolisme (seperti karbondioksida),
yang semuanya disebut dengan ion. Beberapa jemis garam dalam air akan dipecah
dalam bentuk ion elektrolit. Contohmya NaCl akan dipecah menjadi ion Na dan CI
. pecahan elektrolit tersebut merupakan ion yang dapat menghantarkan arus
listrik. Ion yang bermuatan negatif disebut anion sedangkan ion yang bermuatan
positif disebut kation. Contoh kation antara lain natrium, kalium, kalsium, dan
magnesium.
Contoh anion antara
lain klorida, bikarbonat, dan fosfat.
F.
Pengaturan
Elektrolit
1. Pengaturan keseimbangan natrium
Natrium merupakan
kation dalam tubuh yang berfungsi dalam pengaturan osmolaritas dan volume
cairan tubuh. Natrium ini paling banyak pada cairan ekstrasel.
2. Pengaturan
keseimbangan kalium
Kalium merupakan kation
utama yang terdapat dalam cairan intrasel dan berfungsi mengatur keseimbangan
elektrolit. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan mekanisme perubahan
ion natrium dalam tubulus ginjal.
3. Pengaturan
keseimbangan kalsium
Kalsium dalam tubuh
berfungsi dalam pembentukan tulang, penghantar implus kontraksi otot, koagulasi
darah (pembekuan darah), dan membantu beberapa enzim pankreas.
4. Pengaturan
keseimbangan magnesium
Magnesium merupakan
kation dalam tubuh yang terpenting kedua dalam cairan intrasel. Keseimbanganya
diatur oleh kelenjar paratiroid. Magnesium diansorpsi dari saluran pencernaan.
5. Pengaturan
keseimbangan klorida
Klorida merupakan anion
utama dalam cairan ekstrasel, tetapi
klorida dapat ditemukan pada cairan eksternal dan intrasel. Fungsi klorida
biasanya bersatu dengan natrium yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan
osmotik dalam darah.
6. Pengaturan
keseimbangan bikarbonat
Bikarbonat merupakan elektrolit utama dalam larutan
buffer (penyangga) dalam tubuh.
7. Pengaturan
keseimbangan fosfat (PO4)
Fosfat bersama-sama
dengan kalsium berfungsi dalam pembentukan gigi dan tulang. Fosfat diserap dari
saluran pencernaan dan dikeluarkan melalui urine
G. Pemasangan Infus
a. Pemberian
Cairan Melalui Pemasangan Infus
Pemberian cairan
melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang
dilakukan pada pasien dengan bantuan perangkat infus. Tindakan ini dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan
pengobatan dan pemberian makanan.
b. Tujuan
Pemasangan infus
1. Sebagai
akses pemberian obat
2. Mengganti
dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
3. Sebagai
makanan bagi pasien yang tidak dapat atau tidak boleh makan melalui mulut
c. Indikasi
Pasien dehidrasi, syok,
intoksikasi berat, pra dan pasca bedah, sebelum transfusi darah, pasien yang
tidak bisa atau tidak boleh makan dan minum melalui mulut, pasien yang
memerlukan pengobatan tertentu.
d. Kontraindikasi
1. Inflamasi
(bengkak, nyeri demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus
2. Daerah
lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk
pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci
darah)
3. Obat-obatan
yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat
(misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki) (Yuda, 2010)
e. Resiko
Pemasangan Infus
1. Flebitis (peradangan pembuluh vena)
Tanda-tanda: hangat, merah, bengkak di daerah luka
tusukan.
Penyebab:
kurangnya aliran darah di sekitar abbocath, gesekan di dalam vena.
Intervensi: ganti abbocath,
gunakan kompres hangat, pemberian analgesik anti inflamasi.
2. Hematoma
Yaitu darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh
darah, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau
tusukan berulang pada pembuluh darah.
Tanda-tanda: tenderness, memar.
Penyebab:
vena terembes,
jarum tidak pada tempatnya dan darah mengalir.
Intervensi: abbocath dipindahkan, gunakan tekanan dan kompres, cek kembali
tempat keluar darah.
3. Infiltrat
Yaitu masuknya cairan
infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah) atau kebocoran cairan infus ke jaringan sekitar.
Terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
Tanda-tanda: kepucatan, bengkak, dingin, nyeri dan terhentinya tetesan infus.
Intervensi: kaji tingkat keparahan, lepas infus, tinggikan
ekstremitas yang terpasang infus.
f. Pedoman
Pemilihan Vena
1. Gunakan
vena distal terlebih dahulu
2. Gunakan
tangan yang tidak dominan jika mungkin
3. Pilih
vena yang cukup besar untuk memungkinkan aliran darah yang adekuat
4. Pilih
lokasi yang tidak mempengaruhi prosedur atau pembedahan yang direncanakan
5. Pastikan
lokasi yang dipilih tidak mengganggu aktivitas pasien
g. Perbedaan
Vena dan Arteri
Vena
|
Arteri
|
- Darah
merah gelap
- Aliran
darah pelan
- Katup-katup
dititik percabangan
- Aliran
kearah jantung
- Lokasi
superfisial
- Banyak
vena menyuplai satu area
|
Darah
merah terang
Aliran
darah cepat, berdenyut
Tidak
ada katup
Aliran
menjauhi jantung
Lokasi
dalam dikelilingi otot
Satu
arteri menyuplai satu area
|
h. Tipe
Vena yang perlu Dihindari
1. Vena
yang telah digunakan sebelumnya
2. Vena
yang telah mengalami infiltrasi atau flebitis
3. Vena
keras dan sklerotik
4. Vena
kaki, karena sirkulasi lambat dan komplikasi sering terjadi
5. Ekstremitas
yang lumpuh
6. Vena
yang dekat area terinfeksi
7. Vena pada jari, karena mudah terjadi komplikasi
(flebitis, infiltrasi) dan dekat dengan persyarafan
8. Vena yang terletak di bawah vena yang terjadi flebitis dan infiltrasi
i.
Pemilihan Abbocath
Pemilihan
abbocath, tergantung pada vena yang digunakan. Pemilihan abbocath
juga harus mempertimbangkan kondisi pasien dan jenis
cairan yang akan diberikan. Di
bawah ini adalah ukuran abbocath serta penggunaanya:
24-22 : untuk anak-anak dan lansia
24-20 : untuk klien penyakit dalam dan post
operasi
18 : untuk pasien operasi dan diberikan
transfusi darah
16
:
untuk pasien yang trauma dan memerlukan rehidrasi yang cepat.
j. Persiapan
Alat pemasangan infus
1. Baki
yang telah dialasi
2. Perlak
dan pengalas
3. Bengkok
4. Tiang
infus
5. Hanscoon
6. Torniquet
7. Kapas
alkohol
8. Infus
set
9. Cairan
infus
10. Abbocath
11. Jam
tangan
12. Plester
/hipafik
13. Kassa
14. Gunting
plester
k. Prosedur
pemasangan Infus
1. Memberitahu
pasien tindakan yang akan dilakukan
2. Menyiapkan
alat dan mendekatkan ke pasien
3. Memasang
sampiran
4. Mencuci
tangan
5. Memasang
perlak dan pengalas
6. Memakai
sarung tangan
7. Menggantungkan
flabot pada tiang infus
8. Membuka
kemasan infus set
9. Mengatur
klem rol sekitar 2-4 cm dibawah bilik drip dan menutup klem yang ada pada saluran
infus
10. Menusukkan
infus set ke dalam flabot infus dan mengisi tabung tetesan dengan cara memencet
tabung tetesan infus hingga setengahnya.
11. Membuka
klem dan mengalirkan cairan keluar sehingga tidak ada udara pada selang infus
lalu tutup kembali klem
12. Memilih
vena yang akan dipasang infus
13. Meletakkan
torniquet 10-12 cm di atas tempat yang akan ditusuk, menganjurkan pasien
menggenggam tangannya
14. Melakukan
desinfeksi daerah penusukkan dengan kapas alkohol secara sirkuler dengan
diameter ±5 cm
15. Menusukkan
jarum abbocath ke vena dengan lubang jarum menghadap ke atas, dengan
menggunakan tangan yang dominan.
16. Melihat
apakah darah terlihat pada pipa abbocath
17. Memasukkan
abbocath secara pelan-pelan jarum yang ada pada abbocath, hingga plastik
abbocath masuk semua dalam vena, dan jarum keluar semua
18. Segera
menyambungkan abbocath dengan selang infus
19. Melepaskan
tourniquet, menganjurkan pasien membuka tangannya dan melonggarkan klem untuk
melihat kelancaran tetesan
20. Merekatkan
pangkal jarum pada kulit dengan plester
21. Mengatur
tetesan infus
22. Menutup
tempat tusukan dengan kassa steril, dan direkatkan dengan plester
23. Mengatur
letak anggota badan yang dipasang infus supaya tidak digerak-gerakkan agar
abbocath tidak bergeser
24. Membereskan
alat dan merapikan pasien
25. Melepas
sarung tangan
26. Mencuci
tangan
27. Melakukan
dokumentasi
A.
Demam
Thypoid
1. Definisi
Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang
disebabkan infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine yang terinfeksi kuman
Salmonella . Di Indonesia, penderita tifus atau disebut juga demam tifoid cukup
banyak tersebar di mana-mana dan ditemukan hampir sepanjang tahun. Paling sering
diderita oleh anak berumur 5 sampai 9 tahun. Kurangnya pemeliharaan kebersihan
merupakan penyebab paling sering timbulnya penyakit tifus. Pola makan yang
tidak teratur dan menyantap makanan yang kurang bersih dapat menyebabkan
timbulnya penyakit ini. (Suriansyah, 2010).
Penyakit ini menular melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi kuman tifus ini. Tinja yang mengandung kuman tifus ini mencemari
air untuk minum maupun untuk masak dan mencuci makanan. Dapat juga disebabkan
karena makanan tersebut disajikan oleh seorang penderita tifus laten
(tersembunyi) yang kurang menjaga kebersihan saat memasak. (Corwin, 2000)
Seseorang dapat membawa kuman tifus dalam saluran
pencernaanya tanpa sakit. Ini yang disebut dengan penderita laten. Penderita
ini dapat menularkan penyakit tifus ini ke banyak orang apalagi jika dia
bekerja dalam menyajikan makanan bagi banyak orang seperti tukang masak di
restoran. (Corwin, 2000)
Penyakit ini menular melalui air dan makanan yang tercemar
oleh air seni dan kotoran penderita. Penularan penyakit tifus terutama
dilakukan oleh lalat dan kecoak. Sumber penularan tifus tidak selalu harus
penderita tifus. Ada penderita yang sudah mendapat pengobatan dan sembuh tetapi
di dalam air seni dan kotorannya masih mengandung bakteri. Penderita ini
disebut sebagai pembawa (carrier). Walaupun tidak lagi menderita penyakit
tifus, orang ini masih dapat menularkan penyakit tifus pada orang lain.
Penularan tifus dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, biasanya terjadi
melalui konsumsi makanan dari luar apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi
kurang bersih. (Corwin, 2000)
Penularan dapat terjadi melalui mulut, masuk ke dalam
tubuh melalui makanan atau minuman yang tercemar, masuk ke dalam lubang, ke
kelenjar limfoid usus kecil, kemudian masuk ke dalam peredaran darah. Selama 24
sampai 72 jam setelah kuman masuk, meskipun belum menimbulkan gejala, tetapi
kuman telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang dan
ginjal. Masa inkubasi penyakit ini rata-rata 7 sampai 14 hari. Manifestasi
klinik pada anak umumya bersifat lebih ringan dan lebih bervariasi. Demam
adalah gejala yang paling konstan di antara semua penampakan klinis.(
Suriansyah, 2010).
2. Tanda gejala Thypoid antara lain:
a. Demam
dengan panas yang makin lama makin tinggi, gejala ini biasanya terjadi pada
minggu kedua dan ketiga selam 7-10 hari dan baru turun perlahan-lahan pada
minggu keempat.
b. Selama
demam tinggi penderita biasanya sering mengigau, dan ingatannya menurun atau
tidak dapat berfikir secara jelas.
c. Hilangnya
nafsu makan, sehingga menyebabkan badan terasa lemas dan berat badan berkurang.
d. Otot
terasa nyeri.
e. Buang
air besar tidak teratur, sembelit dan diare.
f. Sakit
kepala yang hebat, menggigil dan keluar keringat dingin.
g. Mual,
muntah-muntah, dan perut terasa sakit.
h. Batuk
dan perdangan pada cabang tenggorokan.
i.
Timbul beberapa bercak kecil berwarna
merah dadu di daerah dada dan perut.
3. Penanganan
demam thypoid:
a. Pengobatan
penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif meliputi
istirahat dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang
terjadi). Istirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurag lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien.
b. Diet
dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien.
Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan tingkat dini
yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat
kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga perlu diberikan vitamin dan mineral
untuk mendukung keadaan umum pasien.
c. Pada
penderita penyakit tifus yang berat, disarankan menjalani perawatan di rumah
sakit. Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit tifus. Waktu
penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan.
d. Tifus
dapat berakibat fatal. Antibiotika, seperti ampicillin, kloramfenikol,
trimethoprim-sulfamethoxazole, dan ciproloxacin sering digunakan untuk merawat
demam tipoid di negara-negara barat. Obat-obat pilihan pertama adalah
kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua
adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem,
azithromisin dan fluorokuinolon. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50
mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14
hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian,
intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan
dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena
selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam
2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.
e. Pada
kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama
5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon. (Widodo Judarwanto, 2012 )
No comments:
Post a Comment