A.
PENGERTIAN
1.
Cefalo
Pelvic Disproporsi
a.
Cefalo
Pelvic Disproporsi (CPD) adalah tidak ada kesesuaian antara kepala
janin dengan bentuk dan ukuran panggul.
b.
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang
menggambarkan ketidak sesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga
janin tidak dapat keluar melalui vagina.
c.
Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul
sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
d.
Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa
medis digunakan ketika kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat melewati
panggul ibu.
Sering kali,
diagnosis ini dibuat setelah wanita telah bekerja keras selama beberapa waktu melali proses persalinan, dan itu dimasukkan ke dalam catatan medis
wanita sebelum ia bahkan buruh. Sebuah misdiagnosis of CPD account untuk banyak
yang tidak perlu dilakukan bedah caesar di Amerika Utara dan di seluruh dunia
setiap tahunnya. Diagnosis ini tidak harus berdampak masa depan seorang wanita
melahirkan keputusan. Banyak tindakan dapat diambil oleh ibu hamil untuk
meningkatkan peluangnya untuk melahirkan melalui vagina.
Panggul
sempit dapat didefinisikan secara anatomi dan secara obstetri. Secara anatomi
berarti panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya berada di bawah angka normal
sebanyak 1 cm atau lebih.
Pengertian secara obstetri adalah
panggul yang satu atau lebih diameternya kurang sehingga mengganggu mekanisme
persalinan normal.
2.
Sectio
Caesarea
a.
Sectio
caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut. Atau sectio caesarea adalah suatu
histerotomia untuk melahirkan janin dalam rahim.
b.
Seksio
sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan
utuh serta berat janin di atas 500 gram.
(Sarwono Prawirohardjo, 2010).
B.
ANATOMI
PANGGUL
1.
Tulang panggul
Tulang
panggul terdiri dari : Os koksa, os sakrum dan os koksigis.
Os koksa dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang –
tulang ini satu dengan lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara
kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Dibelakang terdapat
artikulasio sakro- iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Dibawah
terdapat artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum (tl panggul)
dan os koksigis (tl.tungging).
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan
pergeseran sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser
lebih jauh dan lebih longgar,misalnya ujung koksigis dapat bergerak kebelakang
sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.Hal ini dapat dilakukan bila ujung os
koksigis
menonjol ke depan pada saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan
cunam ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang.
2.
Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian
yaitu pelvis mayor dan pelvis minor.
a.
Pelvis mayor
Adalah bagian
pelvis yang terletak diatas linea terminalis, disebut juga dengan false pelvis. Bagian yang
terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis. Pada
ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ –organ abdominal selain
itu pelvis mayor merupakan tempat perlekatan otot – otot dan ligamen ke dinding
tubuh.
b.
Pelvis minor
Adalah ruangan didalam panggul yang terdapat bagian dari kolon, rektum,
kandung kemih, dan pada wanita terdapat uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis
juga kita temui diafragma pelvis yang dibentuk oleh muskulus levator ani dan
muskulus koksigeus.
3.
Ukuran Panggul
a.
Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh
promontorium corpus vertebra sacrum, linea innominata, serta pinggir atas
simfisis.
1)
Konjugata diagonalis
Adalah jarak
dari pinggir bawah simfisis ke promontorium. Secara
klinis, konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan
jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum,
promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel pada
promontorium, tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan
ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada
promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang
konjugata diagonalis.
2)
Konjugata vera
Yaitu jarak
dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung dengan mengurangi
konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm.
3)
Konjugata obstetrika
Merupakan
konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis
dengan promontorium.
Selisih antara
konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.
b.
Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
1)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas.
Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung.
Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada
distosia setelah kepala engagement.
2)
Jarak antara kedua
spina ini (spina
isciadika) yang biasa
disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar
10,5 cm.
3)
Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica
berukuran 11,5 cm.
4)
Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter
interspinarum berukuran 4,5 cm.
c.
Pintu Bawah Panggul.
Pintu bawah panggul bukanlah suatu
bidang datar namun terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis
yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang
dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas
iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke
tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan
jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).
C.
ETIOLOGI CPD (Cephalus Pelvix Disproporsional ).
Distosia adalah persalinan yang
sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Distosia dapat
disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang panggul ibu atau
obstruksi lain di jalan lahir.
1.
Kelainan ini, dibagi
menjadi tiga yaitu:
a.
Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus
dan upaya ekspulsif ibu. kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia
atau sesak nafas. Kelainan his
: inersia uteri / kelemahan his
b.
Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya
letak lintang, letak dahi, hidrosefalus.
c.
Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul
sempit, tumor yang mempersempit jalan lahir. Pola Kelainan Persalinan,
Diagnostik, Kriteria dan
d.
Metode Penanganannya
Penanganan khusus panggul
dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran pervaginam pada
janin dengan berat badan yang normal.
Ukuran
panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal
lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit
yang penting pada
obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional artinya
perbandingan antara kepala dan panggul.
2.
Kesempitan
panggul lainnya
Selain panggul sempit dengan ukuran
yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya. Kesempitan panggul ini
digolongkan menjadi empat, yaitu:
a.
Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine.
Seperti :
1)
Panggul Naegele
2)
Panggul
Robert
3)
Split pelvis
4)
Panggul
asimilasi.
b.
Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi :
1)
Rakitis
2)
Osteo malasia
3)
Neoplasma
4)
Fraktur
5)
Atrofi
6)
Nekrosis
7)
Penyakit pada
sendi sakroiliaka
8)
Sendi
sakrokoksigea.
c.
Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang
1)
Kifosis
2)
Skoliosis
3)
Spondilolistesis
d.
Kelainan panggul karena kelainan pada kaki
1)
Koksitis
2)
Luksasio
koksa
3)
Atrofi /elumpuhan
satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter
panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia saat
persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah
panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya.
e.
Penyempitan Pintu
panggul
1)
Pintu atas
panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit
apabila :
a)
Diameter
anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm. Diameter
anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur
konjugata diagonal secara manual
yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas
panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5
cm.
b)
Diameter
transversal terbesarnya kurang dari 12 cm.
Mengert (1948) dan Kaltreider (1952)
membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada diameter anteroposterior
kurang dari 10 cm.
c)
Diameter
transversal kurang dari 12 cm. Distosia akan lebih berat pada kesempitan kedua
diameter dibandingkan sempit hanya pada salah satu diameter.
d)
Diameter biparietal
janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit bagi janin bila melewati
pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior kurang dari 10 cm. Wanita
dengan tubuh kecil kemungkinan memiliki ukuran panggul yang kecil, namun juga
memiliki kemungkinan janin kecil.
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas
panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung
menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya
ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus
funikuli. Setelah selaput
ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah
rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau
tidak sama sekali.
Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk pada
wanita dengan pintu atas panggul sempit. Pada
nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk dalam rongga
panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas panggul menyebabkan
kepala janin megapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat menyebabkan
presentasi janin berubah. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat
presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat
sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau
luas.
2)
Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna,
dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas,
dan spina isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul
tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan
pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul.
Hal ini menyebabkan terhentunya
kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah
atau seksio sesarea. Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan
secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul.
Kemungkinan penyempitan pintu tengah
panggul apabila diameter interspinarum ditambah
diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang. Ukuran
terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri
roentgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari
9,5 cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran persalinan
apalagi bila diikuti dengan
ukuran diameter sagitalis posterior pendek.
3)
Penyempitan Pintu Bawah Panggul
a)
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan
dua segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya.
b)
Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter
distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang.
c)
Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh
penyempitan pintu tengah panggul.
d)
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul
tidak terlalu besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting
dalam menimbulkan robekan perineum.
e)
Kesempitan
panggul tengah juga dapat dikarenakan arkus pubis yang sempit, kurang dari
900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan
menuju ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.
4)
Perkirakan Kapasitas
Panggul Sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan
anamnesa. Misalnya pada tuberculosis
vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang
dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit, namun bukan
berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang normal tidak dapat memiliki
panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga dapat diperkirakan
kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu berjalan lancar dengan bayi
berat badan normal, kemungkinan panggul sempit adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk memperoleh
keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalama dengan tangan
dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul serta memberi
gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun pelvimetri luar tidak memiliki
banyak arti.
Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan mempunyai
tingkat ketelitian yang tidak dapat dicapai secara klinis. Pemeriksaan ini
dapat memberikan pengukuran yang tepat dua diameter penting yang tidak mungkin
didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter transversal pintu atas dan diameter
antar spina iskhiadika.
Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi terutama bagi janin
sehingga jarang dilakukan. Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi pajanan
radiasi, tingkat keakuratan lebih baik dibandingkan radiologis, lebih mudah,
namun biayanya mahal. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan dengan MRI
dengan keuntungan antara lain tidak ada radiasi, pengukuran panggul akurat,
pencitraan janin yang lengkap. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena biaya
yang mahal.
Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran
pangul yang sebenarnya, luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya
akomodasi yaitu volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan
spontan. Pada
kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan pemeriksaan
dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr.
Pada metode Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas kearah
rongga panggul dan tangan yang lain diletakkan pada kepala untuk menentukan
apakah kepala menonjol di atas simfisis atau tidak. Metode Muller Munro Kerr
dilakukan dengan satu tangan memegang kepala janin dan menekan kepala ke arah
rongga panggul, sedang dua jari tangan yang lain masuk ke vagina untuk
menentukan seberapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut dan ibu jari yang
masuk ke vagina memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan simfisis.
3.
Janin yang besar
a.
Berat badan
normal bayi
Normal berat neonatus pada umumnya
4000gram dan jarang ada yang melebihi 5000gram.
b.
Berat badan neonatus lebih dari 4000gram dinamakan
bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000gram adalah 5,3%, dan
berat badan lahir yang melihi 4500 gram adalah
0,4%.
Biasanya untuk berat janin 4000-5000
gram pada panggul normal tidak terdapat kesulitan dalam proses melahirkan.
Janin besar biasanya juga dapat dijumpai pada ibu yang mengalami diabetes
mellitus, postmaturitas, dan pada grande multipara. Selain itu, yang dapat menyebabkan
bayi besar adalah
ibu hamil yang makan banyak, hal tersebut
masih diragukan.
Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah merupakan suatu hal
yang mudah. Kadang-kadang bayi besar baru dapat kita ketahui apabila selama
proses melahirkan tidak terdapat kemajuan sama sekali pada proses persalinan
normal dan biasanya disertai oleh keadaan his yang tidak kuat.
Sehingga tindakan yang
dilakukan adalah
1) Lakukan pemeriksaan yang teliti untuk mengetahui apakah terjadi sefalopelvik
disproporsi.
2) Lakukan
pemeriksaan ultrasonic juga dapat mengukur secara teliti apabila terdapat bayi
dengan tubuh besar dan kepala besar.
Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan dalam
proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500gram. Kesulitan dalam persalinan
biasanya terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya
terjadi pada postmaturitas tidak dapat memasuki pntu atas panggul, atau karena
bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat ditemukan
pada janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada
anensefalus.
Janin dapat meninggal selama proses persalinan dapat terjadi karena terjadinya
asfiksia dikarenakan selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan
tetapi karena lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya macet dalam melahirkan
bagian janin yang lain. Sedangkan penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke
bawah dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan muskulus
sternokleidomastoideus.
Sebenarnya panggul hanya merupaka salah satu faktor yang menentukan apakah
anak dapat lahir spontan atau tidak, disamping banyak faktor lain yang memegang
peranan dalam prognosa persalinan.
Bila konjugata vera 11 cm, dapat dipastikan partus biasa, dan bila ada
kesulitan persalinan, pasti tidak disebabkan oleh faktor panggul.
4.
Ukuran
panggul Dalam
Berikut ukuran panggul dalam :
a.
Untuk CV kurang dari 8,5 cm dan anak cukup bulan tidak
mungkin melewati panggul tersebut.
b.
CV 8,5 – 10 cm dilakukan partus percobaan yang
kemungkinan berakhir dengan partus spontan atau dengan ekstraksi vakum, atau
ditolong dengan secio caesaria sekunder atas indikasi obstetric lainnya
c.
CV = 6 - 8,5 cm
dilakukan SC primer
d.
CV= 6 cm dilakukan SC primer mutlak.
5.
Faktor lain
dari panggul
Disamping hal-hal tersebut diatas
juga tergantung pada :
a.
His atau tenaga yang mendorong anak.
b.
Besarnya janin, presentasi dan posisi janin
c.
Bentuk panggul
d.
Umur ibu dan anak berharga
e.
Penyakit ibu
D.
INDIKASI
SECTIO CAESARIA
1.
Operasi
Sectio Caesaria dilakukan jka kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan
resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu
tindakan Sectio Caesaria proses persalinan normal lama/kegaalan proses
persalinan normal (Dystasia) (Mochtar,2008).
2.
Indikasi
Sectio Caesaria pada ibu, meliputi : Disproporsi kepala panggul (CPD/ FPD),
Rupture uteri mangancam, Partus lama (prolonged labor), Partus tak maju
(obstructed labor), Distosia serviks, Pre-eklamsi dan hipertensi, Tumor-tumor
jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, Distosia jaringan lunak, Disfungsi
uterus (Tucker, 2012).
3. Indikasi
Sectio Caesaria pada janin, meliputi : janin besar, gawat janin, janin dalam
posisi sungsang atau melintang, fetal distress, kelainan letak, dan
hydrocephalus (Tucker, 2012).
E.
JENIS
OPERASI SECTIO CAESARIA
1.
Abdomen
(sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
1) SC klasik atau corporal (dengan
insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan:
a) Mengeluarkan janin dengan cepat.
b) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal Kekurangan
d) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealis yang baik
e) Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
2) SC ismika atau profundal (low
servical dengan insisi pada segmen bawah rahim) Dilakukan dengan melakukan
sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal)
kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran
isi uterus ke rongga peritoneum
d) Perdarahan tidak begitu banya
e) Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil.
Kekurangan :
a)
Luka dapat
melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat
b)
Menyebabkan
uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak.
c)
Keluhan pada
kandung kemih post operasi tinggi
b. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum
parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
F.
JENIS
SAYATAN SECTIO CAESAREA DAPAT DILAKUKAN SEBAGAI BERIKUT
1. Sayatan memanjang (longitudinal)
Insisi abdomen vertical digaris median, kemudian insisi uterus juga
vertical digaris median. Dilakukan pada keadaan pada keadaan yang tidak
memungkinkan insisi di segmen bawah uterus misalnya akibat perlekatan pasca
opersi sebelumnya atau pasca infeksi, atau ada tumor disegmen bawah uterus,
atau janin bsar letak lintang, atau plasenta previa dengan inersi di dinding
depan segmen bawah uterus. Komplikasinya adalah pendarahan yang terjadi akan
sangat banyak karena jaringan segmen atau korpus uteri sangat vaskuler (Tucker,
2012).
2. Sayatan melintang (Transversal)
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim (SBR). Sayatan melintang
dimulai dari ujung pinggir selangkangan (simpisis) diatas batas rambut
sepanjang sekitar 10 – 14 cm. keuntungannya adalah parut pada rahim kuat
sehingga cukup kecil rsiko menderita rupture uteri (robek utri) dikemudian hari.
Hal ini karena pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami
kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih sempurna. Keemahannya
keluhan pada kandung kemih post operas sering terjadi (Tucker, 2012).
3. Sayatan huruf T (T insicion)
G.
ISTILAH
DALAM SECTIO CAESASREA
1. Seksio Sesarea Primer ( Efektif )
Dari semula
telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesarea, tidak
diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit (CV kecil dari 8
cm).
2. Seksio Sesarea Sekunder
Mencoba menunggu kelahiran biasa (partus
percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal,
baru dilakukan seksio sesarea.
3. Seksio Sesarea ulang ( repeat caecarean section )
Ibu pada kehamilan lalu mengalami seksio sesarea (previous caesarean
section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.
4. Seksio Sesarea Histerektomi ( caecarean section hysterectomy )
Suatu operasi dimana setelah dilahirkan dengan seksio sesarea, langsung
dilakukan histerektomi oleh karena sesuatu indikasi.
5. Operasi Porro (Porro operation)
Suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya janin
sudah mati) dan langsung dilakukan histerektomi, misalnnya pada keadaan infeksi
rahim yang berat.
H.
KONTRA
INDIKASI SECTIO CAESARIA
Pada umumnya seksio sesarea tidak dilakukan pada : (Prawihardjo, 2012)
1.
Janin mati
2.
Syok, anemia
berat sebelum diatasi
3.
Kelainan
congenital berat.
I.
KOMPLIKASI
OPERASI SECTIO CAESARIA
1.
Infeksi
puerpuralis
a.
Ringan,
dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b.
Sedang,
dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit
kembung.
c.
Berat,
dengan peritonitis,sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada
partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah
pecah terlalu lama. Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit
dan antibiotic yang adekuat dan tepat.
2.
Perdarahan
Disebabkan karena :
a.
Banyak
pembuluh darah terputus dan terbuka
b.
Atonia uteri
c.
Perdarahan
pada placental bed
3.
Luka kandung
kemih, emboliu paru dan keluhan kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
4.
Kemungkinan
rupture uteri spontan pada kehamilan mandatang (Mokhtar, 2008).
J.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
USG, untuk
menetukan letak impiantasi plasenta.
2.
Pemeriksaan
hemoglobin
3.
Pemeriksaan
Hema tokrit
K.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic dapat
diperoleh dengan melakukan pemeriksaan: pemantauan janin terhadap kesehatan
janin, pemantauan Elekterokardiogram, elektrolit, hemoglobin/hematokrit, golongan
darah, urinalis, amniosintesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi,
pemeriksaan sinar X sesaui indikasi, ultrasound (Tucker, 2012).
L.
PERSIAPAN
TEMPAT DAN ALAT
1.
Alat
a.
Tidak steril
terdiri dari :
1)
Alas meja
dan meja operasi
2)
Mesin
suntion
3)
Mesin
diathermi
4)
Lampu
operasi
5)
Standart
infuse
6)
Tempat
sampah
b.
Set alat
steril
1)
Washing
Dressing Forcep (Desinfeksi Klem) 1 buah
2)
Towel klem
(Duk klem) 5 buah
3)
Dissecting
Forcep (pinset anatomis) 3 buah
4)
Tissue
Forcep (pinset anatomis) 3 buah
5)
Sclap Blade
dan Handle (hand Fast Mess) 1 buah
6)
Delicate
hemoastatic forceps pean (mousquito klem pean bengkok kecil) 6 buah
7)
Delicate
hemostatic Forcep pean (mosquito klem pean bengkok tanggung)
8)
Retractor Us
Army (Langeenbeck) 2 buah
9)
Delicate
hemoastatic forceps Kocher (klem kocher) 2 buah
10) Metzenboum Scissor (gunting metzenboum) 1 buah
11) Surgical Scissor (gunting jaringan kasar bengkok) 1 buah
12) Surgical Scissor (gunting benang lurus) 1 buah
13) Needle holder (nald foeder) 2 buah
14) Surgical Needle : round body, taper, cutting
15) Polypus dan Ovum Forcep (Ring Klem) 6 buah
16) Mikuliz (Peritonium Klem) 4 buah
17) Abdominal retractors Fristch (Haak berdaun dalam)
18) Retractors kokher (Haak tajam gigi 4) 1 buah
19) Canule Suction (ujung suntion) 1 buah
c.
Persiapan
Linen Steril
1)
Duk Besar : 8 buah
2)
Duk kecil 6 buah
3)
Sarung Meja
mayo 1 buah
4)
Schort 6 buah
5)
Selang
suction 1 buah
6)
Kabel couter
1 buah
7)
Bengkok 2
buah dan kom 2 buah
8)
Perlak karet
1 buah dan handuk kecil 4 buah
9)
Bahan Habis
Pakai
a)
Parago mess
22, 1 buah
b)
Handscoon
c)
Cairan
normal saline
d)
Catgut plain
e)
Cutgat chromic
M.
TATALAKSANA
DAN PENANGANAN
1.
Asuhan
kebidanan
a.
Perawatan
Pre Operasi Seksio Sesarea
1) Persiapan Kamar Operasi
a) Kamar operasi telah dibersihkan dan siap untuk dipakai
b) Peralatan dan obat-obatan telah siap semua termasuk kain operasi
2) Persiapan
Pasien
a)
Pasien telah
dijelaskan tentang prosedur operasi.
b)
Informed
consent telah ditanda tangani oleh pihak keluarga pasien
c) Perawat member support kepada pasien.
d) Daerah yang akan di insisi telah dibersihkan (rambut pubis di cukur dan
sekitar abdomen telah dibersihkan dengan antiseptic).
e) Pemeriksaan tanda-tanda vital dan pengkajian untuk mengetahui penyakit yang
pernah di derita oleh pasien.
f) Pemeriksaan laboratorium (darah, urine).
g) Pemeriksaan USG.
h) Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi
b.
Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea.
1)
Analgesia
a)
Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat
disuntik 75 mg Meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan
untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg
morfin.
b)
Wanita
dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan adalah 50 mg.
c)
Wanita
dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg Meperidin.
d)
Obat-obatan
antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan
pemberian preparat narkotik.
2)
Tanda-tanda Vital
a)
Tanda-tanda
vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine
serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa.
3)
Terapi cairan dan Diet
a)
Untuk
pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup selama
pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian, jika output
urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling
lambat pada hari kedua.
4)
Vesika Urinarius dan Usus
a)
Kateter
dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya
setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah
pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif
kembali pada
b)
Kateter dapat
dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah
operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah
pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif
kembali pada hari ketiga.
5)
Ambulasi
Pada hari pertama setelah
pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat tidur
sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan
pertolongan.
6)
Perawatan Luka
Luka insisi di inspeksi setiap
hari, sehingga pembalut luka yang alternatif ringan tanpa banyak plester sangat
menguntungkan, secara normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat
setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi
tanpa membahayakan luka insisi.
7)
Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur
pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila
terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan
hipovolemia.
8)
Perawatan Payudara.
Pemberian ASI dapat dimulai
pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut
payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya
mengurangi rasa nyeri.
2.
Tatalaksana
Medis.
Berikut tatalaksana Medis yang dapat dilakukan dengan bermacam-macam
alternative:
a.
Persalinan Percobaan
1)
Lakukan
penilaian ukuran panggul
2)
Cari hubungan
antara kepala janin dan panggul
3)
Perkirakan
bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginan dengan selamat.
4)
Umur keamilan
tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga
sukar terjadi moulage
Cara ini
merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena
faktor tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan. Persalinan
percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak
sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak dan ada kemungkinan
disfungsi plasenta janin yang akan menjadi penyulit persalinan percobaan. Pada janin
yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu dapat diduga
sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran
kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya
dilakukan episiotomy medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut
janin dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya
dengan kekuatan terukur.
Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan bayi di
dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depandimana sebelumnya merupakan
bahu belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum
berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan
janin dengan menggerakkan dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri, penolong
menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya.
Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul untuk
melahirkan bahu depan. Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour
dan test of labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas,
sedangkan test of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour
karena baru dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian.Saat ini
test of labour jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap pada
persalinan dengan pangul sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada
cara ini.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per
vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan
percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya,
keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl, setelah pembukaan
lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his baik,
serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea.
b.
Seksio Sesarea.
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan
kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat
dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti
primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu)
dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk
menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per
vaginam belum dipenuhi.
c.
Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis.
Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
d.
Kraniotomi dan Kleidotomi
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran kepala janin
dengan cara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan isi tengkorak, sehingga
janin dapat dengan mudah lahir pervaginam. Kraniotomi, terdiri atas perforasi
kepala janin, yang biasanya diikuti oleh kranioklasi.
e.
Kleidotomi
Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala dilahirkan,
akan tetapi dialami kesulitan untuk melahirkan bahu karena terlalu lebar.
Setelah janin meninggal, tidak ada keberatan untuk melakukan kleidotomi
(memotong klavikula) pada satu atau kedua klavikula.
Dibawah perlindungan spekulum dan tangan kiri
penolong dalam vagina, klavikula dan jika perlu klavikula belakang digunting,
dan selanjutnya kelahiran anak dengan berkurangnya lebar bahu tidak mengalami
kesulitan. Apabila tindakan dilakukan dengan hati-hati, tidak akan timbul luka
pada jalan lahir. Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau
kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat
dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea
N.
PERSANGKAAN
PANGGUL SEMPIT
Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
1.
Primipara
kepala anak belum turun setelah minggu ke 36
2.
Pada
primipara ada perut menggantung
3.
Pada
multipara persalinan yang dulu – dulu sulit
4.
kelainan
letak pada hamil tua
5.
kelainan
bentuk badan (Cebol, scoliose,pincang dan lain-lain)
6.
osborn
positip
O.
PROGNOSA
Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai factor
1.
Bentuk
panggul
2.
Ukuran
panggul, jadi derajat kesempitan
3.
Kemungkinan
pergerakan dalam sendi-sendi panggul
4.
Besarnya
kepala dan kesanggupan moulage kepala
5.
Presentasi
dan posisi kepala
6.
His
P.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Carpenito L. J, 2001, Diagnosa keperawatan, Jakarta :
EGC
2.
Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk
perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta : EGC
3.
Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri, Jakarta :
EGC
4.
Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo