truth


counters

nama

Thursday 4 December 2014

ASUHAN PRIMER PADA BAYI USIA 2 HARI – 6 MINGGU PERTAMA (KEBUTUHAN IMUNISASI) by isma



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Di Negara Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan ada juga yang hanya dianjurkan, imunisasi wajib di Indonesia sebagai mana telah diwajibkan oleh WHO ditambah dengan Hepatitis B. Imunisasi yang hanya dianjurkan oleh pemerintah dapat digunakan untuk mencegah suatu kejadian yang luar biasa atau penyakit endemik, atau untuk kepentingan tertentu (berpergian) seperti jamaah haji seperti imunisasi meningitis. Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Secara umum imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunisasi) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit. Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit serius yang paling efektif untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2000).
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan. (Depkes RI, 2005). Imunisasi harus diberikan secara tepat agar kerja vaksin dapat efektif. Kita harus memperhatikan kontra indikasi sebelum pemberian imunisasi dan jika imunisasi telah dilakukan pasti ada kejadian paska imunisasi. Teknik pemberian imunisasi juga berbeda-beda maka dari itu kita wajib mengetahuinya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari kebutuhan imunisasi?
2.      Apa jenis dan jadwal pemberian imunisasi?
3.      Bagaimana kontraindikasi dari pemberian imunisasi?
4.      Bagaimana KIPI dari pemberian imunisasi?
5.      Bagaimana teknik pemberian imunisasi?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari kebutuhan imunisasi
2.      Untuk mengetahui jenis dan jadwal pemberian imunisasi
3.      Untuk mengetahui kontraindikasi  dari pemberian imunisasi
4.      Untuk mengetahui KIPI dari pemberian imunisasi
5.      Untuk mengetahui teknik ppemberian imunisasi
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secra aktif terhadap suatu anti gen, sehingga terpajan pada anti gen serupa, tidak terjadi penyakit. Sedangkan faksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin (anti gen) yang dapat merangsang pembentukan imunisasi atau antibody dari system imun didalam tubuh atau suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan dengan anti gen yang berasal dari mikro organism anti gen.
Anti gen yang diberikan telah dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun manmpu mengaktifasi limfosit menghasilkan antibody dan sel memory tujuannya adalah memberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhynya dikemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk antibody dan mematikan antigen atau penyakit yang masuk tersebut.
1.    Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat 2 jenis kekebalan dalam tubuh bayi atau anak, yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif.
a.         Kekebalan aktif
Adalah kekebalan yang dibuat oleh diri sendiri untuk menolak terhadap suatu penyakit tertentu dimana prosesnhya lambat tetapi dapat bertahan lama. Kekebalan aktif dapat dibagi menjadi dua jenis:
1)      Kekebalan aktif alamiah, dimana tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah mengalami / sembuh dari penyakit, misalnya anak yang menderita campak setelah sembuh tidak akan terserang campak lagi karena tubuhnya telah membuat zat penolak terhadap penyakit tersebut.
2)      Kekebalan aktif buatan, yaitu kekebalanyang dibuat tubuh setelah mendapatkan faksin (imunisasi) , misalnya anak diberi faksinasi BCG, DPT dan POLIO, dll .
b.        Kekebalan pasif
Adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri misalnya kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan immunoglobulin, sehingga proses cepat tetapi tidak bertahan lama.
Kekebalan pasif dapat terjadi dengan 2 cara:
1)   Kekebalan pasif alamiah atau kekebalan pasif  bawaan, yaitu kekebalan yang diperoleh bayi sejak lahir dari ibunya. Kekebalan ini tidak berlangsung lama (kira – kira sekitar 5 bulan setelah bayi lahir ) , misalnya difteri, morbiliti dan tetanus.
2)   Kekebalan pasif buatan , dimana kekebalan ini biperoleh setelah mendapat   suntukan zat penolak misalnya pemberian vaksinasi ATS (anti tetanus serum)

B.     Jenis dan Jadwal Pemberian Imunisasi
Ada 5 macam penyakit yang dapat dicegah sesuai dengan program imunisasi yaitu : BCG, Hepatitis B, Difteria pertusis Tetanus (DPT), Polio dan Campak.
Macam-macam vaksin adalah sebagai berikut :
1.      BCG (Bacilie Calmette-Guerin)
Adalah vaksin hidup yang dibuat dari mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama  1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCG menimbulkan sensitifitas terhadap tuberkulin. Masih banyak perbedaan pendapat mengenai sensitifitas terhadap tuberkulin yang terjadi berkaitan dengan imunitas yang terjadi. 
Jadwal imunisasi BCG :
Imunisasi BCG diberikan pada anak ketika berumur ≤2 bulan dan sebaiknya pada anak usia lebih dari 2 bulan dilakukan uji Mantoux (Tuberkulin) terlebih dahulu (Imunisasi Biasa diberikan jika uji Mantoux negatif).
2.      Imunisasi Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B ini harus segera diberikan segera  setelah lahir, mengingat vaksinasi hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.
Jadwal imunisasi Hepatitis B :
Jadwal imunisasi hepatitis B sangat fleksibel sehingga tersedia berbagai pilihan untuk menyatukannya kedalam program imunisasi terpadu. Namun demikian ada beberapa hal yang perlu diingat.
a)      Minimal diberikan sebanyak 3 kali
b)      Imunisasi pertama diberikan segera setelah lahir
c)      Jadwal imunisasi yang dianjurkan adalah 0,1,6 bulan karena respon antibodi paling optimal
d)     Interval antara dosis pertama dan dosis kedua minimal 1 bulan. Memperpanjang interval antara dosis pertama dan ke dua tidak akan mempengaruhi imunogenisitas atau titer antibodi sesudah imunisasi selesai (dosis ke tiga).
e)      Dosis ke tiga merupakan penentu respon antibodi karena merupakan dosis booster. Semakin panjang jarak antara imunisasi kedua dengan imunisasi ketiga (4-12 bulan), semakin tinggi titer antibodinya.
f)       Bila sesudah dosis pertama imunisasi terputus, segera berikan imunisasi kedua. Sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak terpendek 2 bulan dari imunisasi kedua.
g)      Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah memungkinkan.
3.       Difteria pertusis Tetanus (DPT)
Adalah imunisasi yang bertujuan utuk memberi kekebalan aktif yang bersamaan terhadap peyakit difteri, pertusis dan tetanus. Faksin pertusis terbuat dari kuman bardetella pertusis yang telah dimatikan, dikemas dengan faksin difteria dan tetanus.
Jadwal pemberian faksin DPT
a)      Pada bayi umur 2-11 bulan sebayak 3x suntikan dengan selang 4 minggu secara intra muskular dan sub cutan .
b)      Imunisasi ulang lainnya diberikan setelah umur 1,5 sampai 2 tahun
c)      Diulang kembali dengan faksin DT pada usia 5-6 tahun(kelas/SD)
d)     Diulang lagi pada umur 10 tahun (menjelang tamat SD)
Anak yang telah mendapat DPT pada waktu bayi diberikan DT 1x saja dengan dosis 0,5 cc dengan cara IM, dan yang tidak mendapat DPT pada waktu bayi diberikan DT sebayak 2x denagn interfal 4 minggu dengan dosis 0,5 cc secara IM.apabila hal ini meragukan tentang faksinasi yang didapat pada waktu bayi maka tetap diberikan 2x suntikan.bila bayi mempunyai riwayat kejang sebaiknya DPT diganti dengan DT dengan cara pemberian yang sama denagn DPT.
4.      Vaksin Polio
Kata polio (abu-abu) dan myelon (sumsum), berasal dari bahasa latin yang berarti medulla spinalis. Penyakit ini disebabkan oleh virus poliomyelitis pada medulla spinalis yang secara klasik menimbulkan kelumpuhan. Pada tahun 1789 underwood yang berasal dari bahasa inggris pertama kali menulis tentang kelumpuhan anggota badan bagian bawah (ekstremitas inferior) pada anak, yang kemudian dikenal sebagai poliomielitis.
Vaksin polio menyebar dari orang ke orang melalui oro-fetal dan pada beberapa kasus dapat berlangsung secara ora-oral. Infeksi virus mencapai puncak pada musim panas, sedangkan pada daerah tropis tidak ada bentuk musiman penyebab infeksi. Virus polio sangat infeksius sejak 7 sampai 10 hari sebelum dan setelah timbulnya gejala, tetapi virus polio dapay ditemukan dalam feses sejak 3 sampai 6 minggu.
Jadwal pemberian vaksin Polio :
a)      Pada bayi umur 2-11 bulan diberi sebanyak 3 kali pemberian dengan dosis 2 tetes dengan interval 4 minggu
b)      Pemberian ulang pada umur 1,5 sampai 2 tahun
c)      Menjelang umur 5 tahun
d)     Pada umur 10 tahun
5.      Vaksin Campak
Penyakit campak adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak yang sangat menular pada aanak-anak, ditandai dengan panas, batuk, pilek, konjungtivitis dan ditemukan spesifik enantem (komplik’s spot), diikuti dengan erupsi makulopapular yang menyeluruh. Bertahun-tahun kejadian penyakit campak terjadi pada anak-anak balita meminta banyak korban tetapi masyarakat belum menyadari bahayanya; bahkan ada mitos jangan memberikan obat apa saja pada penderita sebelum bercak-bercak merah pada kulit keluar.
Bahaya penyulit penyakit campak dikemudian hari adalah (1) kurang gizi sebagai akibat diare berulang dan berkepanjangan pasca campak; (2) sindrom subakut panensifilitis (SSPE) pada anak > 10 tahun (3) munculnya gejala penyakit tuberkulosis paru yang lebih parah pasca mengidap penyakit campak yang berat yang disertai pneumania.
Jadwal pemberian vaksin campak :
Pada umur 9-11 bulan dengan satu kali pemberian dengaan dosis 0,5 cc dengan suntikan subcutan. Apabila pemberian vaksin campak kurang dari 9 bulan harus diulangi pada umur 15 bulan.





C.    Kontraindikasi
1.      Vaksin BCG
a)    Reaksi uji tuberculin ≥ 5mm
b)   Terinveksi HIV atau dengan resiko tin ggi HIV, imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif, sedang menjadi terapi radiasi, serta menderita penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau system limfe.
c)    Anak menderita gizi buruk
d)   Anak menderita demam tinggi
e)    Anak menderita infeksi kulit yang luas
f)    Anak pernah menderita tuberculosis
g)   Kehamilan
2.      Imunisasi Hepatitis B
Belum dipastikan kontraindikasi absolut terhadap pemberian imunisasi hepatitis B. Kehamilan dan laktasi bukan kontraindikasi imunisasi Hepatitis B.
3.      DPT
Saat ini didapatkan dua hal yang diyakini sebagai kontraindikasi mutlak terhadap pemberian vaksin pertusis baik whole-cell aseluler, yaitu :
a)    Riwayat anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya
b)   Ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya
c)    Keadaan lain dapat dinyatakan sebagai perhatian khusus (precaution). Misalnya sebelum pemberian vaksin pertusis berikutnya bila pada pemberian pertama dijumpaiu, riwayat hiperpireksia, keadaan hipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam, anak menagis terus menerus selama 3 jam dan riwayat kejang dalam, 3 hari sesudah imunisasi DPT.
4.      Vaskin Polio
Kontraindikasi pemberian OPV adalah sebagai berikut :
a)    Penyakit akut atau demam (suhu ≥38,50C), vaksinasi harus ditunda
b)   Muntah atau diare, vakssinasi ditunda
c)    Sedang dalam pengobatan kartikosteroid atau imunosupresif yang diberikan oral maupun suntikan, juga yang mendapat pengobatan radiasi umum (termasuk kontak dengan pasien),
d)   Keganasan (untuk pasien dan kontak) yang berhubungan dengan sistem retikuloendotelial (limfoma, leukimia, dan penyakit Hodgkin) dan yang mekanisme imunologisnya terganggu, misalnya pada hipogamaglobulinemia,
e)    Infeksi HIV atau anggota keluarga sebagai kontak,
f)    Walaupun kejadian ikutan pada fetus belum pernah dilaporkan, OPV jangan diberikan kepada orang hamil pada 4 bulan pertama kehamilan kecuali terdapat alasan mendesak, misalnya bepergian ke daerah endemis poliomyelitis,
g)   vaksin polio oral dapat diberikan bersama-sama dengan vaksin inactivated dan virus hidup lainnya (sesuai dengan indikasi) tetapi jangan bersama vaksin oral tifoid,
h)   bila BCG diberikan pada bayi tidak perlu memperlambat pemberian OPV, karena OPV memacu imunitas lokal dan pembentukan antibodi dengan cara replikasi dalam usus,
i)     OPV dan IPV mengandung sejumlah kecil antibiotik (neomisin, polimiksin, streptomisin) namun hal ni tidak merupakan kontraindikasi, kecuali pada anak yang mempunyai bakat hipersensitif yang berlebihan,
j)     Anggota keluarga kontak dengan anak yang menderita imunosupresi jangan diberikan IPV, jangan OPV.
5.      Vaksin campak
Imunisasi campak berlakubagi yang sedang menderita demam tinggi, sedang memperoleh pengobatan imunisupresi, hamil, memiliki riwayat alergi dan sedang memperoleh pengobatan imnuglobulin atau kontak dengan darah.

D.    KIPI (Kejadian IkutanPasca munisasi)
1.      Imunisasi BCG
Penyuntikan BCG secara intradermal akan menimbulkan ulkus lokal yang superfisual 3 minggu setelah penyuntikan. Ulkus tertutup krusta, akan sembuh dalam 2-3 bulan, dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikan terlalu dalam maka perut yang terjadi tertarik dalam (retracted).
2.      Imunisasi Hepatitis B
Efek samping yang terjadi umumnya berupa reaksi lokal yang ringan dan bersifat sementara. Kadang-kadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari.
3.      DPT
a)    Reaksi lokal kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi injeksi terjadi pada separuh (42,9%) penerima DPT.
b)   Proporsi demam ringan dengan reaksi lokal sama dan 2,2% diantaranya dapat mengalami hiperpireksia.
c)    Anak gelisah dan menangis terus menerus salama beberapa jam pasca suntikan (inconsolable crying) .
d)   Dari suatu penelitian ditemukan adanya kejang demam (0,06%) sesudah vaksinasi yang dihubungkan dengan demam yang terjadi.
e)    Kejadian ikutan yang paling seriusadalah terjadinya ensefalopati akut atau reaksi anafilaksis dan terbukti disebabkan oleh pemberian vaksin pertusis.
4.      Polio
Kasus polio yang berkaitan dengan vaksin telah dilaporkan terjadi pada resipien (VDPV= vaccine derrived polio virus) atau kontak (VAPP=vaccine asocciated polio paralytic).
a)    Diperkirakan terdapat satu kasus poliomielitis paralitik dan berkaitan dengan vaksin terjadi setiap 2,5 juta dosis OPV yang diberikan.
b)   Resiko terjadi paling sering pada pemberian dosis pertama dibanding dengan dosis-dosis berikutnya. Resiko yang relatif kecil pada poliomielitis yang ditimbulkan pemberian OPV ini tidak boleh diremehkan, namun tidak cukup menjadi alasan untuk mengadakan perubahan terhadap kebijakan imunisasi, karena vaksinasi tersebut terbukti sangat berguna. Harus ditekankan bahwa kebersihan terhadap kontak penerima vaksin yang baru adalah sangat penting.
c)    Setelah vaksinasi sebagian kecil resipien dapat mengalami gejala pusing, diare ringan, nyeri otot. Seperti kejadian ikutan pada vaksinasi yang lain, semua gejala yang timbul setelah vaksinasi harus dilaporkan kedinas kesehatan setempat.
5.      Campak
a)    Reaksi KIPI imunisasi campak yang bayak dijumpai terjadi pada imunisasi ulang pada seseorang yang telam memiliki imunitas sebagai akibat imunisasi dengan vaksi campak dari virus yang dimatiakan. Kejadian KIPI imunisasi campak telah menurun dengan digunakannya vaksin campak yang telah dilemahkan
b)   Gejala KIPI berupa demam yang lebih dari 39,50C yang terjadi pada 5%-15% kasus, demam mulai dijumpai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari.
c)    Berbeda dengan inveksi alami demam tidak tinggi, walaupun demikian peningkatan suhu tubuh tersebut dapat merangsang terjadinya kejang demam.
d)   Ruam dapat dijumpai pada 5% resipen, timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari. Hal ini sukar dibedakan dengan akibat imunisasi yang terjadi jika seseorang telah memperoleh imunisasi pada saat masa inkubasi penyakit alami.
e)    Reaksi KIPI berat jika ditemukan gangguan fungsi sistem saraf usap seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi, diperkirakan resiko terjadinya ke 2 efek samping tersebut 30 hari sesudah imunisasi sebayak satu diantara satu milyar dosis vaksin.  

E.     Teknik Pemberian Imunisasi
1.      Imunisasi BCG
Sebelum meberikan suntikan kepada bayi atau anak harus dijelaskankepada ibunya, mengapa diberikan imunisasi dan jelaskan hal – hal yang mungkin timbul setelah imunisasi, terutama pada tempat penyuntikan.
a)      Cara melarutkan vaksin
Zat pelarut dihisab dengan spuit sebanyak 4cc dan kemudian dimasukkan kedalam ampul BCG, tunggu sebentar samapi semua serbuk larut , kemudian digoyang – goyang sampai vaksin ini larut sampai merata.
b)   Cara mengisi spuit
1)   Sediakan spuit dengan jarumnya 0,05cc untuk vaksin BCG
2)   Masukkan jarum kedalam ampul yang telah dibuka
3)   Pada waktu menghisap vaksin dilebihkan sedikit ( 1 dosis) agar pada waktu pembuangan gelembung udara jumlah vaksin tetap 1 dosis
c)    Cara penyuntikan BCG
1)   Bersihkan lengan dengan kapas yang dibasahi air matang
2)   Peganglah lengan tangan kanan anak  dengan tangan kiri sehingga tangan kita berada dibawah lengan anak. Lingkar jari jari anada dan kulit lengan atas anak meregang
3)   Pengan spuit dengan tangan kanan dengan lubang jarum menghadap keatas
4)   Letakkan jarum dan spuit hampr sejajar dengan lengan anak
5)   Masukkan ujungjarum kedalam kulit usahakan desikit mungkin melukai kulit. Pertahankan jarum sejajar dengan lengan anak dan lubang tetap menghadap keatas, sehingga hanya bagian atas jarum saja yang masuk ke dalam kulit. Jangan menekan jarum terlalu lama dan jangan meregangan ujung jarum terlalu menukik.
6)   Letakkan ibu jari dengan tangan kiri dengan ujung barel.
7)   Pegang pangkal barel antara jari telunjuk dan jari tengan dan doronglah piston dengan ibujari tangan kanan anda.
8)   Setelah vaksin habis cabut jarumnya. Bila vaksinasi BCG tepat maka akan timbul benjolan dikulit yang mendatar dengan kulit kelihatan pucat dan pori pori jelas.
d)   Hal – hal yang harus diperhatikan untuk vaksin BCG
1)   Pelarut yang akan digunakan harus pada suhu 0 – 8 c
2)   Suntikan di dalam kulit IC
3)   Satu jarum dan spuit untuk setiap suntikan
4)   Sisa vaksin BCG yang sudah dilarutkan dan tidak digunakan harus dibuang.
2.      Imunisasi Hepatitis B
Cara pemberian imunisasi hepatitis B:
Dengan suntikan secara IM pada bagian luar paha bayi, dengan jumlah suntikan 3 kali dengan jarak masing-masing penyuntikan 5 bulan. Bayi yang lahir dari ibu pengidap HBsAg hari pertama diberikan suntikan (IM) vaksinasi pasif : 0,5 ml hepatitis B immunoglobulin. Vaksinasi aktif fdiberikan berturut-turut pada usia : 7 hari,1 bulan dan 6 bulan atau sesuai petunjuk dari pabrik pembuat vaksin.
3.      DPT
a)      Cara penyuntikan
1)        Tempat yang paling baik untuk suntikan adalah bagianb paha sebelah luar.
2)        Letakkan ibu jari dan telunjuk pada posisi yang akan disuntik.
3)        Peganglah otot paha diantara jari telunjuk dan ibu jari
4)        Bersihkan lokasi suntikan dengan kapas basah.
5)        Tusukkan jarum tegak lurus kebawah melalui kilit antara jari anda sampai kedalam otot
6)        Tarik piston sedikit untuk meyakinkan bahwa jarum tidak mengenai pembuluh darah.
7)        Dorong pangkal piston dengan ibu jari untuk memasukkan vaksin
8)        Cabut jarum


b)      Hal yang perlu diperhatikan
1)        pemberian tiga kali dengan dosis 0,5cc dengan interval 4 minggu secara IM
2)        vaksin yang digunakan jangan sampai bekas
3)        sisa vaksin yang sudah dibuka harus dibuang
4.      Polio
Cara pemberian imunusasi polio bisa dilakukan dengan cara:
Penyuntikan atau dengan cara meneteskan vaksin polio ke dalam mulut, dosis: 2 tetes, 3x pemberian, interval waktu 4 minggu. Atur posisi bayi sehingga mulut bayi terbuka, andaikan bayi tidak mau membuka mulut, dapat diatasi dengan cara tekan dagu bayi kebawah sehingga mulutnya terbuka kemudian teteskan vaksin polio di atas lidah bayi sebanyak 2 tetes tanpa menyentuh bibir bayi. cara suntikan subkutan dengan dosis 0,5 ml diberikan dalam 4 kali berturut-turut dalam jarak 2 bulan.
5.      Vaksin campak
Cara penyuntikan vaksin campak
a)         Tempat yang akan disuntikkan adalah 1/3 bagian lengan atas.
b)        Ambil sedikit kapas yang telah di basahi  dengan air bersih dan bersihkan tempat penyuntikan.
c)         Jepitlah lengan yang akan disuntik dengan jari – jari tangan kiri.
d)        Masukkan jarum kedalam kulit yang dijepit dengan sudutkira – kira 30 derajat terhadap lengan, jangan menusukkan jarum terlalu dalam dan control jarumnya dengan cara menarik pistonnya untuk meyakinkan jarum tidak mengenai pembuluh darah. Bila ada darah maka  jarumnya dicabut dan dipindahkan ketempat lain.
e)         Tekan pistonnya perlahan – lahan sebanyak 0,5 cc
f)         Cabut jarum dan usaplah bekas suntikan dengan kapas basah untuk membersihkan kulit.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Imunisasi termasuk dalam asuhan neonatus yang dilakukan sesuai jadwal pemberian. Imunisasi adalah adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secra aktif terhadap suatu anti gen, sehingga terpajan pada anti gen serupa, tidak terjadi penyakit. Ada 5 macam penyakit yang dapat dicegah sesuai dengan program imunisasi yaitu : BCG, Hepatitis B, Difteria pertusis Tetanus (DPT), Polio dan Campak. Semua jenis imunisasi tersebut mempunyai kontra indikasi masing-masing diantaranya adalah saat daya tahan bayi menurun tidak boleh dilakukan imunisasi. Setelah pemberian imunisasi selalu di ikuti dengan kejadian paska imunisasi biasanya demam pada bayi dan bengkak pada area penyuntikan dan hal tersebut merupakan wajar.
B.     Saran
Dengan mengetahui pengertian, jenis, jadwal,  kontraindikasi,  KIPI dan teknik pemberian imunisasi diharapkan sebagai masyarakat yang mengerti kesehatan dapat membantu terselanggaranya imunisasi, dan meningkatkan kesehatan bayi dan balita.





DAFTAR PUSTAKA

Suyitno, Haryono. 2008. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Depkes, 1993. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga. Jakarta: Depkes RI
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitra Maya
Ranuh, I.G.N.,dkk. 2008. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: BPIDAK

No comments:

Post a Comment