A.
Konsep Dasar Penyulit Kala I dan
Kala II
1. Konsep Dasar Kelainan Presentasi dan Posisi
a. Presentasi Puncak Kepala
Pada
persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati jalan lahir berada dalam
keadaan fleksi. Dalam keadaan tertentu fleksi kepala tersebut tidak terjadi,
sehingga kepala dalam keadaan defleksi. Bergantung pada derajat defleksinya
maka dapat terjadi presentasi puncak kepala, presentasi dahi a tau presentasi
muka. Presentasi puncak kepala atau disebut juga presentasi sinsiput, terjadi
apabila derajat defleksinya ringan, sehingga ubun-ubun besar merupakan bagian
terendah. Presentasi dahi, bila derajat defleksinya lebih berat sehingga dahi
merupakan bagian yang paling rendah. Presentasi muka bila derajat defleksinya
maksimal, sehingga muka janin merupakan bagian yang terendah.
Pada
umumnya presentasi puncak kepala merupakan kedudukan sementara, yang kemudian
akan berubah menjadi presentasi belakang kepala. Mekanisme persalinanya hampir
sama dengan posisi oksipitalis posterior persisten, sehingga keduanya
seringkali dikacaukan satu dengan yang lainnya. Perbedaanya adalah: pada
presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal, sehingga
lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah sirkumferensia
frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah simpisis
adalahglabela.
b. Presentasi Dahi
Presentasi
dahi jarang terjadi dari pada presentasi muka, terjadi hanya 1 dari 2000
persalinan. Kepala pada pertengahan antara versi dan ekstensi, dengan diameter
mento vertikal 13 cm.
Diagnosis
Pemeriksaan
abdomen kepala sangat tinggi dan diameter sangat besar, teraba lekukan antara
oksiput dengan bagian belakang. Pada pemeriksaan vagina, presentasi tinggi dan
tidak bisa diraba. Jika dahi dapat teraba, orbital berada pada satu sisi dan
fontanel anterior berada pada sisi yang lain. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
radiografik atau dengan USG.
Manajemen
Bidan
harus dengan cepat menghubungi dokter jika ada suspek atau diagnosa presentasi
dahi dalam persalinan, dan seharusnya ibu dirujuk ke RS. Pada semua
malpresentasi seringnya terjadi KPD dan resiko prolapsus tali pusat lebuh
besar. Oleh karena itu pemeriksaan pervaginam dilakukan sesegera mungkin untuk
mendeteksi prolapsus tali pusat. Jika presentasi dahi didiagnosis segera dalam
persalinan dapat mengubah presentasi muka menjadi ekstensi penuh atau fleksi
pada presentasi verteks. Jika presentasi dahi menetap dan fetus dalam ukuran
normal tidak mungkin terjadi kelahiran pervaginam dan SC harus segera
dilakukan. Manuver jarang dilakukan pada presentasi muka, tindakan yang paling
aman untuk ibu dan bayi adalah dengan menggunakan SC.
c. Presentasi Muka
Presentasi
Muka jarang terjadi kira-kira 1 dalam 500 kelahiran. Kepala dan tulang belakang
ekstensi tetapi lutut fleksi sehingga letak fetus dalam uterus dalam bentuk
huruf S. Oksiput berlawanan dari bahu dan muka secara langsung yang berada
dibagian os. Internum.
Penyebab
Pada
presentasi muka primer sebelum persalinan berlangsung fetus seringnya abnormal.
Pada anensephalus yang biasa terjadi, vertek tidak ada. Fetus goitre, kepala
tidak dapat versi biasanya tonus otot ekstensor tonus berlebuhan dan bertahan
dalam sikap ekstensi pada beberapa setelah lahir.
Presentasi
muka sekunder yang berkembang dalam persalinan sering tidak diketahui sebabnya.
Pada posisi oksipito pesterior defleksi diameter biparietal mungkin mempunyai
kesulitan dalam menjauhi diameter sacro cotyloid dari pelvis maternal. Diameter
bitemporal lebih cepat turun, kepala ekstensi dan muka terlihat. Uterus yang
berada disisi samping (uterus obliq). Kekuatan kontraksi uterus berjalan kearah
kepala bagian frontal supaya kepala ekstensi dan masuk kerongga pelvis.
Presentasi muka juga lebih sering terjadi pada flat pelvis, dalam rongga pelvis
dan pada prematuritas dan dimana terjadi polihidramnion atau kehamilan ganda.
Diagnosis
Presentasi
muka tidak mudah didiagnosis dalam kehamilan. Hal ini seharusnya diperhatikan
jika ada lekukan yang dalam antara kepala dengan bagian belakang. Bunyi jantung
terdengar melalui dinding dada anterior pada sisi dimana lutut teraba. Suaranya
terdengar jelas pada posisi mento anterior. Pada posisi mento posterior bunyi
jantung janin lebih sulit terdengar karena dada pada posterior. Ultrasound
dalam kehamilan dapat digunakan untuk memastikan diagnosis presentasi muka.
Diagnosis
dapat ditegakan dengan pemeriksaan vagina, dengan palpasi yang lembut akan
teraba orbital dan mulut dengan gusi. Adanya gusi dan mulut dalam presentasi
muka harus dibedakan dari anus pada presentasi bokong. Biasanya fetus akan
membantu diagnosis dengan menghisap jari tangan pemeriksa saat dilakukan
pemeriksaan. Presentasi muka didiagnosa dengan menentukan posisi dagu apakah
anterior atau posterior. Presentasi muka posterior, yang tidak bisa berputar ke
posisi anterior, akan menyebabkan obstruksi persalinan. Kemajuan persalinan
menjadi sangat sulit pada pemeriksaan
pervaginam untuk membedakan muka karena muka menjadi oedemmeriks. Pemeriksaan
harus hati-hatiuntuk menghindari trauma pada mata.
Manajemen
Pada
posisi mento anteerior seringnya proses persalinan berjalan normal. Pada kala
II kelahiran normal diantisipasi dengan menggunakan episiotomi meskipun
diameter sub mento bregmatika 9,5 cm. Sub mento vertikal 11,5 cm yang dapat
merobek perineum saat kelahiran. Jika kelahiran normal terjadi ekstensi
dipertahankan dengan menekan sinsiput hingga dagu berada di bawah simpisis
pubis, kepala difleksikan sehingga memungkinkan verteks dan oksiput melewati
perineum. Posisi mento lateral dan mento posterior lebih berbahaya. Kelahiran
spontan tidak akan terjadi, kemungkinan persalinan obstruksi dan dibutuhkan
penatalaksanaan dengan segera.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada
presentasi muka, meliputi;
1. Prolapsus tali pusat
2. Obstruksi persalinan, karena;
a. Muka tidak berbentuk dan oleh karena CPD yang
tidak dapat ditangani
b. Presentasi muka posterior presisten mengakibatkan
obstruksi persalinan
3. Kelahiran operasi
mungkin dibutuhkan
4. Trauma perineum berat dapat terjadi karena,
meskipun diameter sub mento bregmatik hanya 9,5 cm, sub mento vertikal 11,5 cm
akan memperlebar vagina dan perineum. Bentuk tengkorak fetus abnormal
disebabkan perdarahan intrakranial.
5. Muka memar dan oedem
d. Posisi Oksipitalis Posterior Persisten
Keadaan
dimana ubun-ubun kecil tidak berputar ke depan, sehingga tetap dibelakang.
Keadaan ini dinamakan posisi oksiput posterior persisten.
Etiologi
Salah
satu sebab terjadinya posisi oksipitalis oksiput posterior persisten ialah
usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul. Misalnya: apabila
diameter anterior posterior lebih panjang dai diameter transfersa seperti pada
panggul antropoid atau segmen depan menyempit seperti pada panggul android,
maka ubun-ubun kecil akan mengalami kesulitan memutar ke depan. Sebab-sebab
lain adalah otot-otot dasar panggul yang sudah lembek pada multipara atau kepala
janin yang kecil dan bulat, sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala
janin, untuk memutar ke depan.
Mekanisme Persalinan
Bila
hubungan antara panggul dengan kepala janin cukup longgar persalianan pada
posisi oksipitalis posterior persisten dapat berlangsung secara spontan tetapi
pada umumnya lebih lama. Kepala janin akan lahir dalam keadaan muka di bawah
simpisis dengan mekanisme sebagai berikut.
Setelah
kepala mencapai dasar panggul dan ubun-ubun besar berada di bawah shimpisis
dengan ubun-ubun besar tersebut sebagai hipomoklion, oksiput akan lahir melalui
perineum diikuti bagian kepala yang lain. Kelahiran janin dengan ubun-ubun
kecil di belakang menyebabkan regangan yang besar pada vagina dan perineum, hal
ini disebabkan karena kepala yang sudah dalam keadaan fleksi maksimal tidak
dapat menambah fleksinya lagi. Selain itu seringkali fleksi kepala tidak dapat
maksimal, sehingga kepala lahir melalui pintu bawah panggul dengan
sirkumferensia frontooksipitalis yang lebih besar dibandingkan dengan
sirkumferensia sub oksipitooksipitalis, kedua keadaan tersebut dapat
menimbulkan kerusakan pada vagina dan erineum yang luas.
Prognosis
Jalannya
pada proses persalinan posisi oksiput posterior sulit diramalkan hal ini
disebabkan karena kemungkinan timbulnya kesulitan selalu ada. Persalinan pada
pada umumnya berlangsung lebih lama, kemungkinan kerusakan jalan lahir lebih
besar. Sedangkan kematian peeinatal perinatal lebih tinggi bila dibandingkan
dengan keadaan dimana ubun-ubun kecil berada di depan.
Penanganan
Menghadapi
persalinan dengan UUK di belakang sebaiknya dilakuka pengawasan persalinan yang
seksama dengan harapan terjadinya persalinan spontan. Tindakan untuk
mempercepat jalanya persalinan dilakukan
apabila kala II terlalu lama atau ada tanda-tanda bahaya terhadap janin.
Pada
presentasi belakang kepala kadang-kadang kala II mengalami kemacetan dengan
kepala janin sudah berada di dasar panggul dan posisi UUK melintang. Keadaan
ini dinamakan posisi lintang tetap rendah (deep
tranverse arrest).
2. Konsep Dasar Distosia Kelainan Tenaga Atau His
a. His Hipotonik
Kelainan
dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat dan jarang daripada biasa,
keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsungnya
his kuat untuk waktu yang lama hal ini dinamakan dengan inersia uteri sekunder.
Diagnosis
inersia uteri paling sulit dalam fase laten. Kontraksi uterus yang disertai
rasa nyeri tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah dimulai.
Untuk sampai pada kesimpulan ini diperluakan kenyataan bahwa sebagai akibat
kontraksi terjadi perubahan pada servik yaitu pendataran atau pembukaan servik
Penanganan
Setelah
diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan servik, presentasi
serta posisii janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul.
Apabila ada disproporsi chepalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan
untuk melakukan SC. KU pasien sementara diperbaiki, dan kandung kencing serta
rectum dikosongkan, apabila kepala atau bokong janin sudah masuk ke dalam
panggul, penderita di sarankan untuk berjalan-jalan terlebih dahulu. Untuk
merangsang his selain dengan pemecahan ketuban bisa diberikan oksitosin, 5
satuan oksitosin dimasukan ke dalam larutan glukosa 5% dan diberikan secara
infus IV (dengan kecepatan kira-kira 12 tetes permenit yang perlahan dapat
dinaikan sampai kira-kira 50 tetes. Kalau 50 tetes tidak dapat berhasil bisa
dengan memeberikan dosis lebih tinggi dengan cara pasien harus di awasi dengan
ketat dan tidak boleh ditinggalkan. Oksitosin yang diberikan dengan suntikan IM
akan dapat menimbulkan incoordinate uterin action.
b. His Hipertonik (his terlampau kuat)
Walaupun pada golongan koordinate hipertonik
uterin contraction bukan merupakan penyebab distosia namun bisa juga merupakan
kelaianan his. His ng terlalu kuat atau terlalu efisien menyebabkan persalinan
selessai dalam waktu yang sangat singkat (partus presipitatus): sifat his
normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan
his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada
jalan lahir, khususnya servik uteri, vagina dan perineum. Sedangkan pada bayi
dapat mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami
tekanan kuat dalam waktu sangat singkat.
Batas
antara bagian atas dan segmen bagian bawah atau lingkaran retraksi menjadi
sangat jelas dan meninggi. Lingkaran tersebut dinamakan dengan lingkaran
retraksi patologis (lingkaran bandl).
Penanganan
Pada
partus presipitatus tidak banyak yang dapat diilakukan karena biasanya bayi
sudah lahir tanpa ada seseorang yang menolong. Kalau seorang wanita pernah
emengalami partus presipitatus kemungkinan besar kejadian ini akan berulang
pada persaliann selanjutnya. Oleh karena itu sebaiknya wanita di rawat sebelum
persalinan, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik, danepisiotomi
dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari ruptur perineum tingkat III.
c. His yang tidak terkoordinasi
His
disini sifatnya berubah-ubah tonus otot uterus meningkat juga di luar his, dan
kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi
antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi
bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dan mengadakan
pembukaan. Disamping itu tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri
yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada
janin. His ini disebut sebagai incoordinate
hipertonik uterin contraction.
Penanganan
Kelainan
ini hanya dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang dapat
memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus. Usaha yang dapat
dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita. Hal
ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin.
Akan tetapi persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau
ketuban sudah pecah. Dan kalau pembukaan belum lengkap, perlu dipertimbangkan
SC.
Etiologi dari kelainan tenaga atau
His
Kelainan
his terutama ditemukan pada primigravida khususnya primigravida tua. Pada
multipara lebih banyak ditemukan yang bersifat inersia uteri. Faktor herediter
mungkin memegang peranan yang sangat penting dalam kelainan his. Satu sebab yang
penting dalam kelalinan his, khususnya inersia uteri adalah bagian bawah janin
tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya pada
kelainan letak janin atau pada kelainan CPD. Peregangan rahim yang berlebihan
pada kehamilan ganda atau hidramnion juga dapat merupakan penyebab inersia
uteri. Gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional misalnya; uterus
bikornis unikolis, dapat pula mengakibatkan kelainan his. Tetapi pada sebagian
kasus penyebab kelainan inersia uterus tidak diketahui.
3. Distosia Kelainan Alat Kandungan (Traktus
Genitalis)
a. Vulva
Kelainan yang dapat menyebabkan
distosia yaitu edema, stenosis dan tumor
1) Edema
Bisa timbul waktu hamil, biasanya
sebagai gejala preeklampsi tetapi dapat pula mempunyai sebab lain misalnya
gangguan gizi. Pada persalinan lama pada penderita di biarkan meneran terus,
dapat timbul edema pada vulva.
2) Stenosis pada vulva
Biasanya terjadi sebagai akibat
perlukaan dan radang, yang meyebabkan ulkus-ulkus dan yang sembuh dengan
parut-parut yang dapat menimbulkan kesulitan. Walaupun dapat di atasi dengan
melakukan episiotomi yang cukup luas.
3) Tumor
Tumor dalam bentuk neoplasma jarang
ditemukan di vulva, lebih sering terdapat kondiloma akuminata, kista atau abses
glandula bartolin. Abses yang pecah pada waktu persalinan dapat meyebabkan
infeksi purperalis.
b. Vagina
Stenosis
vagina kongenital jarang terjadi lebih sering ditemukan septum vagina yang
memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap dalam bagian kanan dan
bagian kiri. Septum lengkap biasanya tidak menimbulkan distosia karena bagian
vagina yang satu umumnya cukup lebar, baik untuk koitus maupun untuk lahirnya
janin.
Tumor
apada vagina dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam. Adanya
tumor vagina dapat pula menyebabkan persalinan pervaginam dianggap mengandung
terlampau banyak resiko. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor, perlu
dipertimbangkan apakah persalianan dapat berlangsung pervaginam atau harus
diselesaikan dengan SC
c. Uterus/servik
1) Servik uteri
Kondisi
dimana struktur servik abnormal mungkin disebabkan karena kongenital atau
didapat. Kelainan kongenital, jaringan parut servik, stenosis atau servik tidak
berkembang. Distosia karena kelainan yang didapat disebabkan karena fibrosis
dan infeksi, pembedahan dan radiasi. Meskipun kontraksi uterus normal, servik
tidak membuka dan terasa kaku dan keras, oleh karena itu persalinan pervaginam
tidak dapat dilakukan dan dianjurkan untuk SC.
Konglutination
orivisii eksterni ialah keadaan yang jarang didapat, disini dalam kala I uteri
menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga merupakan lembaran kerjas
di bawah kepala janin. Diagnosis dibuat dengan menemukan lubang kecil yakni
ostium uteri eksternum ditengah-tengah lapisan tipis tersebut. Dengan jari
dimasukan kedalam lubang itu pembukaan dapat diperlebar dengan mudah dan dalam
waktu yang tidak lama pembukaan dapat menjadi lengkap dengan sendirinya.
2) Uterus
Distosia karena mioma uteri dapat
terjadi;
a). apabila letak mioma uteri menghalangi lahirnya
janin pervaginan
b). apabila berhubungan dangan adanya mioma uteri
terdapat kelainan letak janin
c). mioma uteri menyebabkan inersia uteri dalam
persalinan
Apabila
mioma uteri merupakan halangan bagi lahirnnya janin pervaginan perlu dilakukan
SC. SC dilakukan secara SCTP. Akan tetapi kadang-kadang dihubungkan dengan
lokasinya perlu dilakukan SC klasik. Miomektomi sesudah SC tidak dianjurkan
karena bahaya berdarahan banyak dan tertinggalnya luka-luka yang tidak rata
pada miometrium yang memudahkan terjadinya infeksi puerpurial. Dalam masa
puerpurium mioma uteri dapat mengecil malahan bisa menjadi lebih kecil dari
padasebelum hamil. Puerpurium perlu diawasi dengan baik karena kemungkinan
bahaya nekrosis selalu ada, jika pengobatan konserfatif tidak berhasil
dipertimbangkan histrektomi. Profilaksis dianjurkan ajar pemberian oksitosin
yang dapat menggangu peredaran darah ke miomata yang kemudian menjadi nekrotik
dan mudah terinfeksi.
4. Distosia Karena Kelainan Letak Janin
a. Bayi besar
Yang dinamakan bayi besar adalah bila
berat badannya lebih dari 4000gr.
Diagnosis
Pemeriksaan
yang teliti adanya DKP (disporposi cepalo pelvik) perlu dilakukan. Besarnya
kepala dan tubuh janin dapat diukur dengan menggunakan alat ultrasonik.
Prognosis
Pada
panggul normal janin dengan berat badan kurang dari 4500gr pada umumnya tidak
menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran terjadi karena distosia bahu dapat
menyebabkan kesukaran kelahiran sehingga bayi dapat meninggal akibat asfiksia.
Selain itu penarikan kepala kebawah terlalu kuat dalam pertolongan distosia
bahu berakibat perlukaan pada nervus brachialis dan musculus sterno kleido
mastoideus.
Penanganan
Pada
CPD karena janin besat, SC perlu dipertimbangkan. Untuk melahirkan bahu
hendaknya dilakukan episiotomi mediolateral yang luas, hidung serta mulut janin
dibersihkan, kemudian kepala ditarik curam kebawah secara hati-hati dengan
kekuatan yang terukur. Bila tidak berhasil digunakan perasat muller. Pada
keadaan dimana janin telah mati sebelum bahu dilahirkan dapat dilakukan
kleidotomi pada salah satu atau kedua klafikula. Untuk mengurangi kemungkinan
perlukaan jalan lahir.
b. Hydrocephalus
Kepala
sangat besar yang disebabkan karena peningkatan jumlah cairan serebrospinal
yang meluas ke otak. Tulang kranial lembut, fontanel besar dan sutura lebar.
Keadaan ini dapat menyebabkan obstruksi persalinan jika tidak didiagnosa dengan
segera. Pada palpasi abdomen kepala teraba besar dan dibagian atas pinggir
mungkin teraba bokong. Diagnosis dapat ditetapkan dengan USG, radiogragik atau
denga pemeriksaan vagina. Pada banyak kasus fetus tidak dapat dilahirkan
pervaginam dan SC dibutuhkan. Pada beberapa kasus pembedahan berhasil dengan baik dengan cara insersi
katuk jantung dan kateter dari ventrikel ke vena jugularis dan sisi kanan
jantung. Dengan cara demikian dapat mengurangi cairan sereberal.
Prognosis
Apabila
tidak segera dilakukan pertolongan, bahaya rupture uteri akan mengancam.
Rupture uteri pada hidrosephalus dapat terjadi sebelum pembukaan servik
lengkap, karena tengkorak yang besar ikut meregangkan segmen bawah rahim.
c. Anencephalus
Anensephalus
adalah kondisi dimana tulang tengkorak tidak ada dan hampir tidak ada
perkembangan otak, yang terbuka dan tampak masa gelap dan merah. Inseden
anensephalus kira-kira 1 dalam 1000 kelahiran. Spina bivida sering menyertai
anensephalus. Fetus mempunyai mata yang besar dan menonjol dan bahu lebar; muka
tampak saat proses persalinan. Biasanya 50% dari kehamilan karena
polihidramnion. Hanya 25% bayi yang dapat hidup, biasanya perempuan dan hampir
semua mati dalam seminggu pertama kelahiran.
d. Kembar siam
adalah keadaan anak
kembar yang tubuh keduanya bersatu. Hal ini terjadi
apabila
zigot dari bayi
kembar identik gagal terpisah secara sempurna. Kemunculan kasus
kembar siam diperkirakan adalah satu dalam 200.000 kelahiran. Yang bisa
bertahan hidup berkisar antara 5% dan 25%, dan kebanyakan (75%) berjenis
kelamin
perempuan.
Istilah
kembar siam berawal dari pasangan kembar siam terkenal Chang dan Eng Bunker (
1811-
1874) yang lahir di Siam (sekarang
Thailand). Kasus kembar siam tertua yang tercatat adalah Mary dan Eliza Chulkhurst
dari
Inggris yang lahir di tahun
1100-an.
e. Gawat janin
Fetal
distress disebabkan oleh kekurangan oksigen (hipoksia didalam uterus). Disalam
banyak kasus hal ini banyak menyebabkan kerusakan intrakranial yang menyebabkan
cerebral palsi dan kadang-kadang terjadi IUFD atau kematian neonatus. Pada
waktu lahir bayi mungkin asfiksia dan membutuhkan resusitasi dengan segera.
Mekanisme
dimana hipoksia menyebabkan kerusakan otak atau kematian belum diketahui,
tetapi beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu;
1) Insufisiensi aliran darah uterus
2) Insufisiensi aliran darah umbilikus
3) Berkurangnya oksigenasi maternal
Derajat
dan Lamanya hipoksia, umur kehamilan dan berat fetus akan mempengaruhi produk
kehamilan.
a) Faktor yang mempengaruhi fetal distress akut
(1) Kondisi uterus
Kontraksi uterus hipertonik yang lama
dan kuat adalah abnormal dan uterus dalam keadaan istirahat yang lama dapat
mempengaruhi sirkulasi utero plasenta, ketika kontraksi sehingga mengakibatkan
hipoksia fetus.
(2) Kompresi tali pusat
Kompresi tali pusat akan menggangu
sirkulasi darah fetus dan dapat mengakibatkan hipoksia. Tali pusat dapat
tertekan pada prolapsus, lilitan tali pusat,
(3) Kondisi tali pusat
Plasenta terlepas, terjadi solusio
plasenta hal ini berhubungan dengan kelainan fetus.
(4) Depresi pusat sistem pernafasan
Depresi sistem pernafasan pada BBL
sebagai akibat pemberian analgetuk pada ibu dalam persalinan dan perlukaan pada
proses kelahiran menyebabkan hipoksia.
Deteksi fetus melalui pemeriksaan
Antenatal
Pemeriksaan
Pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi
fetus meliputi:
1). USG untuk menilai pertumbuhan fetus
2). Profil biofisikal
Pemeriksaan fisik pada fetus menggunakan
USG parameter yang digunakan untuk menilai meliputi; gerakan pernafasan fetus,
gerakan fetus, tonus fetus indeks cairan amnion dan NST
3). Non stress tes (NST)
Eksternal kardiotokograf (CTG)
Kriteria yang seharusnya diamati
meliputi 2 hal atau lebih, yaitu: denjut jantung janin, mengalami penurunan
sedikitnya 15 denyutan permenit menetap sedikitnya 15 detik dalam 20 menit.
4). Dopler
Tanda fetal distress dalam
persalinan
1). Denyut jantung
a). Takikardi diatas 160 bpm atau bradikardi dibawah
120 bpm
b). Deselerasi lebih dini
Ketika denyut jantung turun lebih dari
15 bpm pada saat kontraksi deselerasi menggambarkan kontraksi dan biasanya
tidak dianggap masala serius.
c). Deselerasi yang berubah-ubah
Deselerasi yang berubah-ubah hal ini
sangat sulit dijelaskan. Ini dapat terjadi pada awal atau akhir penurunan
denyut jantung dan bentuknya tidak sama. hubungan antara peningkatan asidosis
fetus dengan dalam dan lamanya deselerasi adalah adanya abnormalitas denyut
jantung janin.
d). Deselerasi lambat
Penurunan denyut jantung janin
menunjukkan tingkat deselerasi paling rendah tetapi menunjukkan kontraksi padaa
tingkat yang paling tinggi. Deselerasi yang lambat menyebabkan penurunan aliran
darah uterus dan pengurangan transver oksigen selama kontraksi. Penurunan
tersebut mempengaruhi oksigenasi serebral fetus. Jika pola tersebut terjadi
disertai dengan abnormalitas denyut jantung janin harus di pikirkan untuk
ancaman yang serius dalam kesejahteraan fetus.
e). Tidak adanya denyut jantung
Ini mungkin disebabkan oleh karena
hipoksia kronis atau berat dimana sistem syaraf otonom tidak dapat merespon
stress
f). Mekonium campur air ketuban
2). Mekonium
Adanya
mekonium terjadi kira-kira pada 20% dari semua kelahiran dan aspirasi terjadi
1-3% dari semua bayi hidup yang dilahirkan. Kecenderungan penyebabnya karena
relaksasi spinter anus yang disebabkan oleh karena hipoksia usus yang
mengakibatkan aliran darah keorgan vital berkurang. Adanya mekonium dalam
cairan ketuban berhubungan dengan peningkatan resiko neonatus dan meningkatkan
kesakitan dan kematian neonatus.
3). Asfiksia
a). Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir
tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat
janin sebelum lahir, umunya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah
ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat
atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan
b). Penyebab asfiksia
Beberapa kondisi tertentu pada ibu
hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga
pasokan oksigen ke bayi menjadi kurang. Hipoksia bayi didalam rahim ditunjukkan
dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir
c). Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi
penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor
ibu, tali pusat dan bayi berikut ini :
(1). Faktor ibu
(a). Preeklamsia dan eklamsia
(b). Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solution
plasenta)
(c). Partus lama atau partus macet
(d). Demam selama persalinan
(e). Infeksi berat (malaria, sifilis,
TBC, HIV)
(f). Kehamilan lewat waktu (sesudah 42
minggu kehamilan)
(g). Faktor yang menyebabkan
penurunan sirkulasi utero-plasenter yang
berakibat menurunnya pasokan oksigen ke bayi sehingga dapat menyebabkan
asfiksia bayi baru lahir :
(2). Faktor tali pusat
(a). Lilitan tali pusat
(b). Tali pusat pendek
(c). Simpul tali pusat
(d). Prolapsus tali pusat
(3). Faktor bayi
(a). Bayi premature (sebelum 37 minggu
kehamilan)
(b). Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi
kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
(c).
Kelainan bawaan (congenital)
(d).
Air ketuban bercampur mekonium
(warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor
resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya
resiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya
tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya
faktor resiko menjadi sulit dikenali atau tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap
terjadi. Oleh karena itu penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi
pada setiap pertolongan persalinan
5. Distosia Kelainan Jalan Lahir
a. Kesempitan Pintu Atas Panggul
Pintu
atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10 cm, atau
diameter tranversa kurang dari 12 cm. Kesempitan pada konjugata vera (panggul
picak) umumnya lebih menguntungkan daripada kesempitan pada semua ukuran
(panggul sempit seluruhnya). Oleh karena pada panggul sempit karena kemungkinan
lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini
servik uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat mengakibatkan
inersia uteri serta lambannya pendataran dan pembukaaan servik. Apabila pada
panggul sempit pintua atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala
janin, ketuban bisa pecah oleh pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinya
prolapsusu funikuli. Pada panggul picak turunya belakang kepala bisa tertahan
dengan akibat terjadinya defleksi kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya
ditemukan rintanagn pada semua ukuran;kepala memasuki rongga panggul dengan
hiperfleksi. Selanjutnya moulage kepala janin dipengaruhi oleh jenis
asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada asinklitismus posterior
oleh karena pada mekanisme terakhir gerakan os. Parietale yang terletak paling
bawah tertahan oleh simphisis, sedang
pada asinklistismus anterior os parietale posterior yang terletak paling
bawah tertahan oleh simphisis, sedangkan pada asinklitismus anterior os
parietale anterior dapat bergerak lebih leluasa ke belakang.
b. Kesempitan Pintu Tengah Panggul
Dengan
sakrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi,
foramen iskiadikum mayor cukup luas, dan spina iskiadika tidak menonjol ke
dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan
bagi lewatnya kepala janin. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan
secara pasti dengan pelvimetri rontgenologi, ialah distansia interspinarum.
Apabila ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu kita waspadai terhadap kemunkinan
kesukaran pada persalinan, apalagi bila diameter sagitalis posterior pendek
pula. Pada panggul tengah yang sempit lebih sering ditemukan posisi oksipitalis
posterir persisten atau presentasi ekpala dalam posisi lintang tetap (tranverse
arrest).
c. Kesempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu
bawah panggil tidak merupakan bidang yang datar tetapi, terdiri atas segitiga
depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia
tuberum. Apabila ukuran yang terkhir ini lebih kecil daripada biasa, maka sudut
arkus pubis mengecil pula (<80 0). Agar supaya dalam hal ini
kepala janin dapat lahir, diperlukan ruanagan yang lebih besar pada bagian
belakang pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis poterior yang cukup
panjang persalinan pervaginam dapat dilaksankan, walaupun dengan perlukaan luas
pada perineum. Dengan distansia tuberum bersama dengan diameter sagitalis
posterior <15 cm, timbul kemacetan pada kelahiran janinukuran biasa.
6. Solutio Plasenta
Solutio plasenta adalah lepasnya
plasenta dari tempat melekatnya yang normal pada uterus sebelum janin
dilahirkan
Lakukan uji pembekuan darah, kegagalan
terbentuknya pembekuan darah setelah 7 menit atau terbentuknya bekuan darah
lunak yang mudah terpecah menunjukkan adanya koagulopati, transfusi darah segar
Jika terjadi perdarahan hebat,
lakukan persalinan segera jika :
Pembukaan serviks lengkap, persalinan
dengan ekstraksi vakum
Pembukaan serviks belum
lengkap, persalinan dengan seksio sesarea
Jika perdarahan ringan atau
sedang tindakan tergantung denyut
jantung janin (DJJ) :
DJJ normal atau tidak
terdengar, pecahkan ketuban dengan kocher, jika kontraksi jelek, perbaiki
dengan pemberian oksitosin, jika serviks kenyal, tebal dan tertutup lakukan
seksio sesarea
DJJ abnormal kurang dari 100
atau lebih dari 180/menit
Lakukan persalinan pervaginam
segera
Jika persalinan pervaginam
tidak memungkinkan, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
Ruptur Uteri
Perdarahan dapat terjadi
intraabdominal atau melalui vagina kecuali jika kepala janin menutupi rongga
panggul, perdarahan dari rupture uteri pada ligamentum latum tidak akan
menyebabkan perdarahan intraabdominal
Perbaiki kehilangan darah
dengan pemberian infuse I.V cairan sebelum tindakan pembedahan
Lakukan seksio sesarea dan
lahirkan plasenta segera setelah kondisi stabil
Jika uterus dapat diperbaiki
dengan risiko operasi lebih rendah daripada resiko pada histerektomi dan ujung
rupture uterus tidak nekrosis lakukan histerorafi, tindakan ini akan mengurangi
waktu dan kehilangan darah saat histerektomi, jika uterus tidak dapat
diperbaikki lakukan histerektomi supravaginal atau histerektomi total jika
didapatkan robekan sampai serviks dan vagina
Perdarahan Pasca
persalinan
Perdarahan pervaginam yang
melebihi 500 ml setelah bersalin didefinisikan sebagai perdarahan pasca
persalinan
Penilaian risiko pada saat
antenatal tidak dapat memperkirakan akan terjadinya perdarahan pasca
persalinan. Penanganan aktif kala tiga sebaiknya dilakukan pada semua wanita
yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan pasca
persalinan akibat atonia uteri, semua ibu pasca persalinan harus dipantau
dengan ketat untuk mendiagnosa perdarahan pasca persalinan
Penanganan umum :
1.
Mintalah bantuan, segera
mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat
2.
Lakukan pemeriksaan secara
cepat keadaan umum ibu termasuk TTV
3.
Pastikan bahwa kontrtaksi uterus
baik :
4. Lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan
bekuan darah
5.
Berikan 10 unit oksitosin I.M
6.
Pasang infuse cairan I.V
7.
Lakukan kateterisasi
8.
Periksa kelengkapan plasenta
9. Periksa kemungkinan robekan serviks,
vagina dan perineum
10. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan
uji beku darah
11. Setelah perdarahan teratasi, periksa kadar
Haemoglobin