A.
MATERI
1.
Pemberian Imunisaasi Hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi.
Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi. Terdapat 2 jadwal
pemberian imunisaasi hepatitis B. Jadwal pertama, hepatitis B sebanyak 3 kali,
yaitu pada usia 0 (segera setelah bayi lahir menggunakan uniject), 1 dan 6 bulan. Jadwal kedua, imunisasi hepatitis B
sebanyak 4 kali, yaitu pada usia 0 dan DPT + Hepatitis B pada 2, 3 dan 4 bulan
usia bayi.
Imunisasi
|
Jumlah
Pemberian
|
Jadwal
|
Regimen
Tunggal
|
3
kali
|
1. Usia 0 bulan (segera setelah bayi lahir)
2. Usia 1 bulan
3. Usia 6 bulan
|
Regimen
Kombinasi
|
4
kali
|
Usia 0 bulan (segera setelah lahir)
Usia 2 bulan (DPT + Hepatitis B)
Usia 3 bulan (DPT + Hepatitis B)
Usia 4 bulan (DPT + Hepatitis B)
|
a.
Kontraindikasi
Belum dipastikan
adanya kontraindikasi absolut terhadap pemberian imunisasi hepatitis B, kecuali
pada ibu hamil.
b.
Hiporesponder
dan nonresponder
Tanggap kebal yang
rendah pascaimunisasi dapat disebabkan oleh hal-hal berikut : Usia tua,
pemberian vaksinasi didaerah bokong, pada anak yang gemuk, pasien
hemodialisis/transplantasi, pasien yang mendapat obat-obatan imunosupresif,
pasien leukemia dan penyakit keganasan lain, pasien DM dengan insulin
dependent, infeksi HIV, pecandu alcohol.
2.
Vaksin BCG
a.
Bacille
Calmette-Guerin)
Tuberkulosis
disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis dan mycobacterium bovis.
Tuberkulosis paling sering menyerang paru-paru, tetapi dapat juga menyerang
organ-organ lainnya seperti selaput otak, tulang, kelenjar superfisialis dan
lain-lain. Mycobacterium tuberculosis tidak selalu menjadi sakit tuberculosis
aktif. Respons imunitas seluler terjadi beberapa minggu (2-12 minggu) setelah
terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis yang dapat ditunjukkan dengan uji
tuberculin.
Bacille
Calmette-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari mycobacterium bovis yang
dibiakkan berulang selama 1-3 tahun, sehingga didapat hasil yang tidak virulen
tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG menimbulkan sensitivitas
terhadap tuberculin.
Vaksin BCG berisi
suspensi mycobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan. Vaksinasi BCG tidak
mencegah infeksi tuberculosis, tetapi mengurangi risiko tuberculosis berat,
seperti meningitis tuberkulosa dan tuberculosis millier. Efek proteksi timbul
8-12 minggu setelah penyuntikan. Efek proteksi bervariasi antara 0-80%. Hal ini
tergantung lingkkungan dengan mycobacterium atipik atau factor penjamu (umur,
keadaan gizi, dan lain-lain).
Vaksin BCG diberikan secara intradermal/ intrakutan
0,10 ml untuk anak dan 0,05 ml untuk bayi baru lahir. Penyuntikan imunisasi BCG
ini sebaiknya diberikan pada deltoid kanan (lengan kanan atas), sehingga bila
terjadi limfadentis (pada aksila) akan lebih mudah terdeteksi. Vaksin BCG tidak
boleh terkena sinar matahari, tidak boleh beku, dan harus disimpan pada suhu
2-8oC. Vaksin yang telah diencerkan harus dibuang dalam 8 jam.
Imunisasi BCG diberikan pada anak ketika berumur ≤ 2 bulan dan sebaiknya
dilakukan uji mantoux (tuberculin) terlebih dahulu (imunisasi bias diberikan
bjika uji mantoux negative).
Penyuntikan BCG intradermal yang benar akan
menimbulkan ulkus local superficial di 3 minggu setelah penyuntikan. Ulkus yang
biasanya tertutup krusta akan sembuh 2-3 bulan dan menninggalkan parut b ulat
dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi, maka ulkus yang timbul
lebih besar, namun apabila penyuntikan terlalu dalam, maka parut akan tertarik
ke dalam (retracted). Limfadenitis supuratif di aksila atau leher terkadang
dijumpai. Hal ini tergantung pada umur anak, dosis, dan galur (strain) yang dipakai.
Limfadenitis akan sembuh dengan sendirinya, jadi tidak perlu diobati. Apabila
limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistula, maka dapat dibersihkan
dengan melakukan drainase dan diberikan obat antituberkulosis oral. Tidak perlu
memberikan antituberkulosis oral. Tidak perlu memberikan antituberkulosis
sistemik karena hasilnya tidak efektif.
BCG desiminasi jarang terjadi, biasanya berhubungan
dengan imunodefisiensi berat. Komplikasi lainnya adalah eritema nodosum,
iritis, lupus vulgaris dan osteomielitis. Komplikasi ini harus diobati dengan kombinasi obat antituberkulosis.
b.
Kontraindikasi
a. Reaksi uji tuberculin > 5 mm
b. Terinfeksi HIV atau dengan resiko tinggi HIV,
imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif, sedang
menjadi terapi radiasi, serta menderita penyakit keganasan yang mengenai sumsum
tulang atau system limfe.
c. Anak menderita gizi buruk
d. Anak menderita demam tinggi
e.
Anak menderita infeksi kulit yang luas
f. Anak pernah menderita tuberculosis
g. Kehamilan
c.
Rekomendasi
a.
Imunisasi BCG diberikan pada saat usia ≤ 2 bulan
b.
Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB,
dan melalui pemeriksaan sputum didapati BTA (+3) maka sebaiknya diberikan INH
profilaksis terlebih dahulu dan jika kontak sudah tenang dapat diberi BCG
c.
Jangan melakukan imunisasi BCG pada bayi atau
anak imunodefisiensi, misalnya HIV, gizi
buruk dan lain-lain.
3.
DIFTERI, PERTUSIS DAN TETANUS
a. Difteri
Difteri adalah suatu
penyakit akut yang bersifat toxin-mediated
diseasse dan disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Nama kuman
ini berasal dari bahasa yunani, diphtera
yang berarti leather hide. Diphteriae adalah suatu basil graam
poitif. Produksi toksin terjadi hanya bila kuman tersebut mengalami lisogenasi
oleh bakteriofag yang mengandung informasi genetic toksin. Hanya galur
toksigenik yang dapat menyebabkan penyakit berat. Saat ini ditemukan 3 galur
bakteri, yaitu gravis, intermedius, dan
mitis yang kesemuanya dapat memproduksi toksin, namun jenis gravis yang
paling virulen. Semua kuman C, diphteriae
yang ditemukan dalam suatu biakan harus dinyatakan toksigenitasnya dengan
menentukan galurnya.
Seorang anak dapat
terinfeksi basil difteri pada nasofaringnya dan kuman tersebut kemudian akan
memproduksi toksin yang menghambat sistensi protein seluler sehingga
menyebabkan destruksi jaringan setempat lalu terjadilah suatu keadaan dimana
selaput/membrane menyumbat jalan nafas. Toksin yang terbentuk di membrane
tersebut kemudian diabsorpsi ke dalam aliran darah dan dibawa ke seluruh tubuh.
Penyebaran toksin ini berakibat komplikasi berupa miokarditis dan neuritis,
serta trombositopenia dan proteinuria.
Untuk imunisasi rutin pada anak, dianjurkan pemberian 5
dosis pada usia 2,4,6, 15-18 bulan dan saat masuk sekolah. Dosis ke empat harus
diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ke-3. Kombinasi toksoid
difteri dan tetanus (DT) yang mengandung 10-12 Lf dapat diberikan pada anak
yang memiliki kontraindikasi terhadap pemberian vaksin pertusis. Vaksin DPT disimpan pada
suhu 2-8oC dan cara pemberiannya melalui suntikan
intramuscular/subcutan.
Toksoid difteri secara khusus sulit dibuktikan karena
selama ini pemberiannya selalu digabung dengan toksoid tetanus dan atau tanpa
vaksin pertusis. Beberapa laporan menyebutkan bahwa reaksi local akibat pemberian
vaksin DT sering ditemukan lebih banyak dibandingkan pemberian tetanus toksoid
saja. Namun kejadian tersebut sangat ringan dan belum pernah dilaporkan adanya
kejadian ikutan yang berat. Untuk menekan kejadian ikutan akibat hiperaktivitas
terhadap toksoid difteri, telah dilakukan beberapa upaya untuk memperbaiki
kualitas toksoid tersebut yaitu dengan beberapa cara berikut: meningkatkan
kemurnian toksoid dengan menghilangkan protein yang tidak perlu, menyerapkan
toksoid ke dalam garam aluminium, mengurangi jumlah toksoid per inokulasi
menjadi 1-2 Lf yang dianggap cukup efektif untuk mendapatkan imunitas.
1)
Efek
Samping
a)
Kebanyakan
anak menderita panas pada sore pada sore hari setelah mendapat vaksinasi DPT,
tetapi panas akan sembuh dalam 1-2 hari. Bila panas yang timbul lebih dari 1
hari sesudah pemberian DPT, maka itu bukanlah disebabkan vaksin DPT, mungkin
ada infeksi lain yang perlu diteliti lebih lanjut. Berikan 1 tablet antipiretik
kepada ibu untuk mengatasi efek samping tersebut dan katakana bahwa bila anak
panas lebih tinggi dari 39oC, maka anak perlu diberi ¼ tablet yang
dihancurkan dengan sedikit air. Anjurkan ibu untuk tidak membungkus anak dengan
baju tebal dan mandikan anak dengan cara sibin (membasuh tubuh dengan waslap
tanpa disabuni)
b) Sebagian anak merasakan nyeri, sakit,
kemerahan, dan bengkak di tempat suntikan. Hal ini perlu diberitahukan kepada
ibu sesudah vaksinasi, serta yakinkan ibu bahwa keadaan itu berbahaya dan tidak
perlu pengobatan
c) Bila pembengkakan sakit terjadi seminggu atau
lebih sesudah vaksinasi, maka hal ini mungkin disebabkan oleh peradangan yang
mungkin diakibatkan oleh jarum suntik tidak steril, penyuntikan kurang dalam
d) Kejang-kejang merupakan reaksi yang terjadi,
tetapi perlu diketahui petugas. Reaksi ini disebabkan oleh komponen pertusis
dari DPT. Oleh karena efek samping ini cukup berat, maka anak yang pernah
mendapat reaksi ini tidak boleh diberi vaksin DPT lagi dan sebagai gantinya
diberi DT saja
b. Pertusis
Pertusis atau batuk
rejan/batuk seratus hari adalah suatu penyait akut yang disebabkan oleh bakteri
Borditella Pertusis. Sebelum
ditemukan vaksin pertusis, penyakit ini merupakan penyakit tersering yang
menyerang anak-anak dan merupakan penyebab utama kematian.
Borditella pertusis adalah kuman batang yang bersifat gram negative dan membutuhkan media
khusus untuk isolasinya. Kuman ini menghasilkan beberapa antigen antara lain
toksin pertusis, filament hemaglutinin, aglutinogen fimbriae, adenil siklase,
endotoksin dan sitotoksin trakea. Produk-produk ini berperan dalam terjadinya
gejala penyakit pertusis dan kekebalan terhadap salah satu atau lebih komponen
ini akan menyebabkan serangan penyakit yang ringan. Pertusis merupakan penyakit
yang bersifat toxin mediated dan
toksin yang dihasilkan kuman yang melekat pada bulu getar saluran nafas atas
akan melumpuhkan bulu getar tersebut hingga menyebabkan gangguan aliran secret
saluran nafas dan berpotensi menyebabkan pneumonia. Gejala pertusis timbul saat
terjadinya penumpukan lendir dalam saluran pernafasan akibat kegagalan aliran
oleh bulu getar yang lumpuh dan berakibat pada terjadinya batuk paroksimal
tanpa inspirasi yang diakhiri dengan bunyi whoop.
Pada serangan seperti ini, pasien biasanya akan muntah dan sianosis yang
membuat pasien menjadi sangat lemas dan tegang. Keadaan ini dapat berlanjut
antara 1 sampai 10 minggu. Pada bayi di bawah 6 bulan juga dapat menderita
batuk seperti ini namun biasanya tanpa disertai suara whoop.
Antibodi terhadap
kuman pertusis dan hemaglutinintelah dapat ditemukan dalam serum neonatus dalam
konsentrasi yang sama dengan ibunya dan akan menghilang dalam 4 bulan. Vaksin
pertusis whole cell adalah vaksin
yang merupakan suspensi kuman B. pertusis mati. Umumnya vaksin pertusis dengan
menggunakan fraksi sel memberikan reaksi local dan demam yang lebih ringan
disbanding dengan whole cell.
Dampak dari pertusis
diantaranya kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi injeksi. Terkadang juga
ditemukan demam ringan dan hiperpireksia.
1) Kontraindikasi
kontraindikasi mutlak terhadap pemberian vaksin pertusis, baik whole cell maupun
aseluler yaitu riwayat anafilaksis dan enosefalopati pascavaksinasi pertusis
sebelumnnya. Bila pada pemb erian awal dijumpai riwayat hiperpireksia, hipotonik-hiporesponsif
dalam 48 jam, anak menangis terus menerus selama 3 jam dan riwayat kejang dalam
3 hari sesudahnya.
c. Tetanus
Tetanus adalah suatu
penyakit akut yang bersifat fatal, dotal, disebabkan oleh eksotoksin kuman clostridium tetani. Kuman ini berbentuk
batanag, bersifat gram positif dan bermetabolisme anaerob, yang mampu
menghasilkan spora dalam bentuk drumstick.
Kuman ini sensitive terhadap suhu panas dan tidak bias hidup dalam lingkungan
beroksigen. Sebaliknya spora tetanus sangat tahan panas, dan kebal terhadap
antiseptic. Spora ini dapat tetap hidup dalam autoclave bersuhu 121 derajat
Celsius seslama 10 sampai 15 menit. Kuman ini dapat tersebar dalam kotoran,
debu jalanan, usus dan feses kuda, domba, anjing, kucing, tikus dan lainnya.
Kuman ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka dan dalam suasana anaerob,
kemudian memproduksi toksin (tetanuspasmin), lalu disebarkan melalui darah dan
limfa. Toksin ini kemudian akan menempel apada reseptor di
system saraf. Gejala utama penyakit ini timbul akibat toksin tetanus yang
mempengaruhi pelepasan neurodrasmiter yang berakibat penghambatan
implusinhibisi, sehingga terjadi kontraksi sehingga terjadi spastisitas otot
yang terkontrol, kejang-kejang, dan gangguan saraf ototnom.
Tetanus selain dapat ditemukan pada anak-anak, juga
dijumpai kasus tetanus neonatorum yang cukup fatal. Komplikasi yang sering
terjadi antara lain, laringospasme, infeksi nosokomial, dan pneumonia
ortostastik. Pada anak yang lebih besar sering terjadi hiperpireksia yang juga
merupakan tanda tetanus berat. Perawatan luka merupakan pencegahan utama pada
tetanus, di samping imunisasi tetanus, baik aktif maupun pasif.
Toksoid Tetanus yang diperlukan untuk
imunissasi sebesar 40 IU dalam setiap dosis tunggal dan 60 IU bila bersama
dengan toksoid difteri dan vaksin pertusis. Sebagaimana toksoid lainnya,
toksoid tetanus ini memerlukan pemberian bertahap untuk meningkatkan
efektifitas dan mempertahankan imunitas. Tidak perlu pengulangan dosis bila
jadwal pemberian terlambat. Ibu yang mendapat toksoid tetanus 2 atau 3 dosis
ternyata memberikan proteksi yang baik terhadap bayi baru lahir terhadap
tetanus neonatorum. Kadar rata-rata antitoksin 0,01 IU/ml pada ibu cukup untuk
memberikan proteksi terhadap bayi.
Untuk vaksin TT dosis yang diberikan adalah 0,5 ml dan
disuntikkan intramuscular/subcutan di otot deltoid, paha dan bokong.
4.
Poliomielitis
Kata polio (abu-abu)
dan myelon (sumsum), berasal dari bahasa latin yang berarti medulla spinalis.
Penyakit ini disebabkan oleh virus poliomyelitis pada medulla spinalis yang
secara klasik menimbulkan kelumpuhan.
Virus polio termasuk
dalam kelompok (subgroup) enterovirus, famili picomaviridae. Virus polio dibagi
menjadi 3 macam serotype yaitu P1, P2, dan P3. Virus polio ini menjadi tidak
aktif apabila terkena panas,
formaldehida, dan sinar ultraviolet.
Virus polio menyebar
dari orang ke orang melalui jalur oro-fekal dan pada beberapa kasus dapat
berlangsung secara ora-oral. Infeksi virus mencapai puncak pada musim panas,
sedangkan pada daerah tropis tidak ada bentuk musiman penyebaran infeksi. Virus
polio sangat infeksius sejak 7 sampai 10 hari sebelum dan setelah timbulnya
gejala, tetapi virus polio dapat ditemukan dalam feses sejak 3 sampai 6 minggu.
Virus polio masuk
melalui mulut dan multiplikasi pertama kali terjadi pada tempat implantasi,
yaitu di dalam faring dan traktus gastrointestinal. Virus tersebut umumnya
ditemukan di tenggorokan dan feses sebelum timbulnya gejala satu minggu setelah
timbulnya penyakit, virus dalam jumlah kecil akan menetap di tenggorokan,
tetapi virus tersebut terus menerus dikeluarkan bersama feses dalam beberapa
minggu. Virus menembus jaringan limfoid setempat, masuk dalam pembuluh darah
kemudian masuk system saaraf pusat. Aplikasi virus polio yang teerjadi dalam
neuron motor kornu anterior medulla spinalis dan batang otak mengakibatkan
kerusakan sel dan menyebabkan poliomielitis yang spesifik.
a. Masa inkubasi poliomyelitis umumnya
berlangsung dala 6-20 hari dengan kisaran 3-35 hari.
b. Meningitis Aseptik Nonparalisis
Anak menjadi
iritabel, peka saraf meningkat, ada gejala kaku kuduk, serta kaku punggung dan
kaki yang berlangsung antara 2-10 hari dan akan sembuh sempurna.
c. Paralisis flaksid atau Lumpuh Layu
Gejala kelayuan
umumnya mulai 1-10 hari setelah gejala prodormal dan berlangsung selam 2-3
hari. Polio spinal sering menyerang
tungkai bawah, Polio bulbar mengakibatkan kelumpuhan otot-otot yang dipengaruhi
oleh saraf cranial. Polio bulbospinal kombinas dari polio bulbar dan spinal.
Rekomendasi untuk vaksin ini adalah :
a.
imunisasi primer pada bayi dan anak
b.
Vaksin polio oral diberikan pada BBL sebagai
dosis awal. Kemudian diteruskan dengan imunissaasi dasar mulai umur 2-3 bulan
yang diberikan 3 dosis terpisah berturut-turut dengan interval waktu 6-8
minggu. Satu dosis sebanyak 2 tetes (0,1ml) diberikan per oral pada umur 2-3
bulan yang pemberiannya dapat diberikan bersamaan dengan suntikan vaksin PT dan
hepatitis B. Bila OPV yang diberikan dimuntahkan 10 menit, maka dosis tersebut
perlu diulang.
c.
Pemberian ASI tidak berpengaruh pada respons
antibody terhadapa OPV dan imunisasi tidak boleh ditunda. Anak-anak dengan
imunosupresi dan mereka yang kontak dekat dengan penderita harus imunisasi
d.
Anak yang telah mendapat imunisasi OPV dapat
memberikan eskresi virus vaksin selama 6 minggu dan akan melakukan infeksi pada
kontak yang belum diimunisasi
e.
Anak yang telah mendapat imunisasi OPV dapat
memberikan ekskresi virus vaksin selama 6 minggu dan akan melakukan infeksi
pada kontak yang belum diimunisasi. Untuk mereka yang berhubungan (kontak)
dengan bayi yang baru saja diberi OPV, dihimbau untuk menjaga kebersihan dengan
mencuci tangan setelah mengganti popok.
5.
Campak
Virus dalam droplet
masuk melalui pernapasan dan selanjutnya masuk kelenjar getah bening yang
berada di bawah mukosa, di tempat ini virus memperbanyak diri kemudian menyebar
ke sel-sel jari ngan limforetikuler seperti limpa. Sel monokuler yang
terinfeksi membentuk sel berinti raksasa yang disebut sel warthin, sedangkan
sel T limfosit meliputi kelompok penekan dan penolong yang rentan terhadap
infeksi, aktif membelah. Pada hari ke-5 sampai ke-6 sesudah infeksi awal, focus
infeksi terwujud, yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar
ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran pernapasan, kulit, kandung
kemih, dan saluran usus. Selanjutnyaa pada hari ke – 9 sampai dengan ke -10
fokus infeksi berada di epitel salluran nafas. Pada saat itu muncul
gejala coriza (pilek) diserta dengan peradangan selaput konjungtiva yang tampak
merah. Pasien tampak lemah disertai suhu tubbuh yang meningkat, lalu pasien
tampak sakit berat sampai munculnya ruam kulit. Pada hari ke-11 tampak pada
mukosa pipi suatu ulser kecil (bintik koplik) yang merupakan tempat virus
tumbuh selanjutnya mati. Kondisi ini merupakan tanda pasti untuk menegakkan
diagnostic. Akhirnya mmuncul ruam makulopapular di hari ke-14 sesudah awal
infeksi dan pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi dan selanjutnya suhu
tubuh menurun.
Diagnosa kasus campak biasanya dapat dibuat atas dasar
gejala klinik yang saling berkaitan, yaitu coriza dan mata meradang disertai
batuk dan demam yang tinggi dalam beberapa hari lalu diikuti timbulnya ruam
makulopapular pada kulit yang memiliki ciri khas.
Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang
dilemahkan adalah 1000 TCID atau sebanyak 0,5 ml. Untuk vaksin hidup, pemberian
20 TCID saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Pemberian yang
dianjurkan melalui subcutan walaupun demikian dapat juga diberikan secara
intramuscular. Daya proteksi vaksin campak diukur berbagai cara. Salah satu indicator
pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan angka kejadian kasus campak
ssesudah pelaksanaannya program imunisasi. Dianjurkan pemberian imunisasi
campak pada bayi berumur 9 bulan.
B. ALAT
DAN BAHAN
1. BCG
a. Spuit
tuberculin dengan jarum ukuran 25-27 panjang 10 mm
b. Vial
vaksin BCG kering dan gergaji ampul
c. Pelarut
vaksin
d. Kapas
lembap ( dibasahi air matang )
e. Sarung
tangan bersih
2. DPT
a. Spuit
disposibel 2,5 cc dan jarumnya
b. Vaksin
DPT dan pelarutnya dalam termos es
c. Kapas
alcohol
d. Sarung
tangan
3. HB0
a. Spuit
disposibel 2,5 cc dan jarumnya
b. Vaksin
hepatitis dan pelarutnya dalam termos es
c. Kapas
lakohol dalam tempatnya
d. Sarung
tangan bersih
4. POLIO
a. Vaksin
polio dalam termos es/flakon berisi vaksin polio
b. Pipet
plastik
5. CAMPAK
a. Spuit
disposibel 2,5 cc dan jarumnya
b. Vaksin
campak dan pelarutnya dalam termos es
c. Kapas
alkohol dalam tempatnya
d. Sarung
tangan
C. PROSEDUR
1. Pemberian Imunisasi BCG
a. Menyiapkan Alat : handscoon, termos vaksin berisi vaksin
kering BCG, pelarut vaksin BCG 4ml : gergaji ampul, spuit 5 cc, spuit
tuberkulin (jarum ukuran 25 atau 27, panjang 10 mm) ; kapas lembab ( dibasahi air matang ),
tisue, bengkok.
b.
Menjelaskan tujuan
pertemuan dan imunisasi BCG
c.
Mencuci tangan sesuai
prosedur, mengeringkan tangan dan memakai sarung tangan
d.
Membuka ampul yang
beisi BCG
e.
Melarutkan BCG dengan
NaCl 0,9% sebanyak 4ml
f.
Mengisi spuit dengan
vaksin BCG sebanyak 0,05 ml (isi 0,06 ml, kurangi 0,01 ml ketika mengeluarkan
udara dari spuit)
g.
Mengatur posisi bayi
h.
Menyiapkan bagian yang
akan diinjeksi, yaitu 1/3 bagian lengan kanan atas
i.
Membersihkan lengan
dengan kapas yang telah dibasahi dengan air matang
j.
Memegang lengan tangan
kanan anak dengan tangan kiri sehingga lengan kita berada di bawah lengan anak
k.
Melingkarkan jari-jari
untuk meregangkan kulit bayi
l.
Memegang spuit dengan
tangan kanan, lubang jarum menghadap ke atas, sudut 15º
m.
Meletakkan spuit
hampir sejajar dengan lengan bayi
n.
Memasukkan ujung jarum
ke dalam kulit, mengusahakan sedikit mungkin melukai kulit (injeksi intrakutan)
o.
Meletakkan ibu jari
tangan kiri pada ujung barel, memegang pangkal barel diantara jari telunjuk dan
jari tengah, lalu mendorong piston dengan ibu jari tangan kanan
p.
Menarik jarum setelah
vaksin habis, tidak melakukan masase, hanya mengusap bekas injeksi dengan kapas
jika ada darah yang keluar pada bekas suntikan
q.
Bila vaksin BCG tepat,
maka akan timbul benjolan dikulit yang mendatar dengan kulit kelihatan pucat
dan pori-pori jelas
r.
Merapikan bayi
s.
Mencuci tangan
t.
Memberikan penjelasan
pada orang tua sehubungan hasil imunisasi, efek samping, dan perawatan setelah
imunisasi
u.
Memberika penjelasan
kepada orang tua tentang jadwal imunisasi selanjutnya
v.
Merapikan alat-alat
(vaksin BCG yang telah diencerkan, harus dibuang dalam 8 jam)
w.
Melakukan dokumentasi
asuhan yang telah dilakukan
2.
Pemberian imunisasi DPT combo (DPT-HB)
a.
Menyiapkan alat :
handscoon, termos vaksin berisi : flakon berisi vaksin DPT combo ; spuit 3 cc,
jarum ukuran 23, kapas desinfektan, bengkok
b.
Menjelaskan tujuan
pertemuan dan imunisasi DPT combo
c.
Mencuci tangan sesuai
prosedur, mengeringkan tangan dan memakai sarung tangan
d.
Mengisi spuit dengan
vaksin DPT combo 0,6ml dan mengganti jarum dengan jarum yang baru. Mengeluarkan
udara dari spuit, sehingga vaksin dalam spuit hanya 0,5ml. Apabila menggunakan
spuit soloshool, isi spuit dengan vaksin sampai 0,5ml sampai terdengar bunyi
“klik”. Jarum tidak perlu diganti dan tidak perlu mengeluarkan udara dari spuit
e.
Mengatur posisi bayi :
bayi dipangku ibunya disisi sebelah kiri, tangan kanan bayi melingkar kebadan
ibu.tangan kiri ibu merangkul bayi, menyangga kepala, bahu dan memegang sisi
luar tangan kiri bayi, tangan kanan memegang kaki bayi dengan kuat
f.
Menyiapkan bagian yang
akan diinjeksi, yaitu : muskulus quadriseps (vastus lateralis) dibagian
antero-lateral (paha kiri) dengan cara menarik garis yang menghubungkan
trocanter mayor dan condyllus lateralis. Tempat penyuntikan adalah batas 1/3
bagian atas dan tengah pada garis tersebut
g.
Membersihkan lokasi
penyuntikan dengan kapas desinfektan
h.
Menekan kulit sekitar
tempat penyuntikan dengan ibu jari dan telunjuk
i.
Menusukkan jarum pada
tempat penyuntikan dengan sudut 80-90º dan melakukan dengan cepat (injeksi
intramuskuler)
j.
Menarik piston sedikit
untuk memastikan jarum tidak masuk kepembulu darah. Apabila terdapat darah,
buang dan ulangi dengan suntikan baru
k.
Mendorong pangkal
piston dengan ibu jari tangan kanan
l.
Menarik jarum setelah
vaksin habis sambil menekan lokasi penyuntikan dengan kapas (untuk suntikan
multipel, berikan pada ekstermitas berbeda)
m.
Mengamati kondisi umum
bayi
n.
Merapikan bayi
o.
Mencuci tangan
p.
Memberikan penjelasan
kepada orang tua sehubungan hasil imunisasi, efek samping dan obat penurun
panas untuk mengantisipasi efek samping berupa panas
q.
Memberika penjelasan
kepada orang tua tentang jadwal imunisasi selanjutnya
r.
Merapikan alat-alat
s.
Melakukan dokumentasi
aushan yang telah dialakukan
3.
Pemberian imunisasi Hepatitis B
a.
Menyiapkan alat :
handscoon, termos vaksin berisi : vaksin hepatitis B uniject, kapas
desinfektan, bengkok
b.
Menjelaskan tujuan
pertemuan dan tujuan imunisasi hepatitis B
c.
Mencuci tangan sesuai
dengan prosedur mengeringkan tangan dan memakai sarung tangan
d.
Membuka kemasan vaksin
hepatitis B uniject dan menyiapkan vaksin dengan cra memutar tutup spuit dan
menekan sehingga terdengar bunyi “klik” (tanpa membuka tutup spuit)
e.
Mengatur posisi bayi :
bayi dipangku ibunya disisi sebelah kiri, tangan bayi melingkar ke badan ibu.
Tangan kiri ibu merangkul bayi, menyangga kepala, bahu dan memegang sisi luar
tangan kiri bayi, tangan kanan memegang kaki bayi dengan kuat
f.
Menyiapkan bagian yang
akan diinjeksi, yaitu : muskulus quadriseps (vastus lateralis) dibagian
antero-lateral (paha kiri) dengan cara menarik garis yang menghubungkan
trocanter mayor dan condyllus lateralis. Tempat penyuntikan adalah batas 1/3
bagian atas dan tengah pada garis tersebut
g.
Membersihkan lokasi
penyuntikan dengan kapas desinfektan
h.
Mendorong ujung
penutup jarum vaksin
i.
Menekan kulit sekitar
tempat penyuntikan dengan ibu jari dan jari telunjuk
j.
Menusukkan jarum
sampai seluruh jarum tidak terlihat pada tempat penyuntikan dengan sudut 80-90º
dan melakukannya dengan cepat (injeksi intramuscular)
k.
Mernarik jarum setelah
vaksin habis sambil menekan lokasi penyuntikan dengan kapas (untuk suntukan
multipel, berikan pada ekstermitas berbeda)
l.
Mengamati kondisi umum
bayi
m.
Merapikan bayi
n.
Mencuci tangan
o.
Memberika penjelasan
kepada orang tua sehubungan dengan hasil imunisasi dan efek samping
p.
Memberikan penjelasan
kepada orang tua tentang jadwal imunisasi selanjutnya
q.
Merapikan alat-alat
r.
Melakukan dokumentasi
sesuai asuhan yang dilakukan
4.
Pemberian imunisasi Inactive Polio Vaccine
(IPV)
a.
Menyiapkan alat :
handscoon, termos vaksin : flakon berisi vaksin IPV, spuit 3cc, jarum ukuran
23, kapas desinfektan, bengkok
b.
Menjelaskan tujuan
pertemuan dan tujuan imunisasi polio
c.
Mencuci tangan sesuai
dengan prosedur mengeringkan tangan dan memakai sarung tangan
d.
Mengisi spuit dengan
vaksin IPV sebnayak 0,6ml dan mengganti jarum dengan jarum yang baru.
Mengeluarkan udara dari spuit sehingga vaksin dalam spuit hanya 0,5ml. Apabila
menggunakan spuit soloshool, isi spuit dengan vaksin sampai 0,5ml sampai
terdengar bunyi “klik”. Jarum tidak perlu diganti dan tidak perlu mengeluarkan
udara dari spuit
e.
Mengatur posisi bayi :
bayi dipangku ibunya disisi sebelah kanan, tangan kiri bayi melingkar ke badan
ibu. Tangan kanan ibu merangkul bayi, menyangga kepala, bahu dan memegang sisi luar
tangan kiri bayi, tangan kiri memegang kaki bayi dengan kuat
f.
Menyiapkan bagian yang
akan diinjeksi, yaitu : muskulus quadriseps (vastus lateralis) dibagian
antero-lateral (paha kiri) dengan cara menarik garis yang menghubungkan
trocanter mayor dan condyllus lateralis. Tempat penyuntikan adalah batas 1/3
bagian atas dan tengah pada garis tersebut
g.
Membersihkan lokasi
penyuntikan dengan kapas desinfektan
h.
Menekan kulit sekitar
tempat penyuntikan dengan ibu jari dan telunjuk
i.
Menusukkan jarum pada
tempat penyuntikan dengan sudut 80-90º dan melakukan dengan cepat (injeksi
intramusculer)
j.
Menarik piston sedikit
untuk memastikan jarum tidak masuk pembulu darah. Apabila terdapat darah, buang
dan ulangi dengan suntikan baru
k.
Mendorong pangkal
piston dengan ibu jari tangan kanan
l.
Menarik jarum setelah
vaksin habis sambil menekan lokasi penyuntikan dengan kapas (untuk suntikan
multipel berikan pada ekstermitas berbeda)
m.
Mengamati kondisi umum
bayi
n.
Merapikan bayi
o.
Mencuci tangan
p.
Memberikan penjelasan
kepada orang tua sehubungan hasil imunisasi, efek samping dan obat penurun
panas untuk mengantisipasi efek samping berupa panas
q.
Memberika penjelasan
kepada orang tua tentang jadwal imunisasi selanjutnya
r.
Merapikan alat-alat (vaksin
tidak boleh dipakai lebih dari 24 jam dan vaksin yang telah digunakan, tidak
boleh digunakan lagi di fasilitas lain)
s.
Melakukan dokumentasi
aushan yang telah dialakukan
5.
Pemberian Imunisasi Oral
Polio Vaccine (OPV)
a.
Memeriksa catatan
riwayat kesehatan bayi
b.
Menyiapkan alat,
handscoon,termos,vaksin berisi OPV, pipet plastik, pinset, bengkok
c.
Mengucapkan salam
d.
Memperkenalkan diri
e.
Menjelaskan tujuan
pertemuan dan imunisasi polio
f.
Menyatakan kontrak
waktu
g.
Mencuci tangan sesuai
prosedur, mengeringkan tangan dan memakai sarung tangan
h.
Membuka tutup metal
dan tutup karet flakon vaksin OPV
i.
Memasang pipet plastic
pada flakon
j.
Mengatur posisi bayi
dengan cara bayi terlentang di atas pangkuan ibunya dan memengangnya dengan
erat-erat
k.
Membuka mulut anak
menggunakan 2 jari (dengan ibu jari dan jari telunjuk menekan pipi anak
sehingga mulut terbuka)
l.
Meneteskan vaksin
polio langsung dari pipet ke dalam mulut sebanyak 2 tetes
m.
Memastikan bahwa
vaksin polio sebanyak 2 tetes masuk kedalam mulut bayi
n.
Merapikan bayi
o.
Mencuci tangan
p.
Memberikan penjelasan
pada orang tua sehungan hasil imunisasi , efek samping imunisasi
q.
Memberikan penjelasan
kepada orang tua tentang jadwal imunisasi selanjutnya
r.
Merapikan alat-alat
(pada akhir kegiatan imunisasi, botol vaksin yang telah terbuka dan masih
berisi vaksin serta telah berubah warna harus dibuang )
s.
Melakukan dokumentasi
asuhan yang telah dilakukan
6.
Pemberian Imunisasi
Campak
a.
Memeriksa catatan
riwayat kesehatan bayi
b.
Menyiapkan alat :
handscoon , termos vaksin berisi flakon vaksin campak dan pelarut vaksin campak
, geraji ampul , spuit 5cc, spuit 3cc,jarum nomor 23, tissue, kapas
desinfektan,bengkok
c.
Mengucapkan salam
d.
Memperkenalkan diri
e.
Menjelaskan tujuan
pertemuan dan imunisasi campak
f.
Menyatakan kontrak
waktu
g.
Mencuci tangan sesuai
prosedur ,mengeringkan tangan dan memakai sarung tangan
h.
Membuka ampul pelarut
vaksin campak
i.
Melarutkan vaksin
campak dengan pelarutnya sebanyak 5ml
j.
Mengisi spuit dengan
vaksin campak sebanyak 0,6 ml dan mengganti jarum dengan yg baru , mengeluarkan
udara dari spuit , sehingga vaksin dalam spuit hanya 0,5 ml
k.
Mengatur posisi bayi:
bayi dipangku ibunya disebelah kiri, tangan kanan bayi melingkar ke badan ibu .
tangan kiri ibu merangkul bayi, menyangga kepala , bahu memeganga sisi luar
tangan kiri bayi , tangan kanan memegang kaki bayi dengan kuat
l.
Menyiapkan bagian yang
akan diinjeksi 1/3 bagian lateral lengan kiri atas
m.
Membersihkan lengan
dengan kapas desinfektan
n.
Menjepit/mencubit
tebal lengan yang akan disuntik
o.
Menusukan jarum
kedalam kulit yang dijepit dengan sudut 450c terhadap lengan (injeksi subkutan
dalam)
p.
Menarik piston sedikit
untuk memastikan jarum tidak masuk pembuluh darah
q.
Mendorong
pangkal piston dengan ibu jari tangan kanan
r.
Menarik jarum setelah
vaksin habis sambil menekan lokasi penyuntikan dengan kapas
s.
Mengamati kondisi umum
banyi
t.
Merapikan bayi
u.
Mencuci tangan
v.
Memberikan penjelasan
kepada orangtua sehungan hasil imunisasi , efek samping dan obat penurun panas
untuk mengantisipasi efek samping berupa panas
w.
Memberikan penjelasan
kepada orang tua tentang jadwal imunisasi selanjutnya
x.
Merapikan alat-alat
y.
Melakukan dokumentasi
asuhan yang telah dilakukan
D. DAFTAR
PUSTAKA
Depkes. 1993. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga. Jakarta : DepKes RI
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan neonatus Bayi dan Anak Balita.
Jakarta : Salemba medika
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta
: Fitra Maya
Ranuh, I.G.N., dkk. 2008. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Jakarta :BPIDAK
No comments:
Post a Comment