truth


counters

nama

Thursday 28 January 2016

IMUNISASI



A.    MATERI
1.      Pemberian Imunisaasi Hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi. Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi. Terdapat 2 jadwal pemberian imunisaasi hepatitis B. Jadwal pertama, hepatitis B sebanyak 3 kali, yaitu pada usia 0 (segera setelah bayi lahir menggunakan uniject), 1 dan 6 bulan. Jadwal kedua, imunisasi hepatitis B sebanyak 4 kali, yaitu pada usia 0 dan DPT + Hepatitis B pada 2, 3 dan 4 bulan usia bayi.
Imunisasi
Jumlah Pemberian
Jadwal
Regimen Tunggal
3 kali
1. Usia 0 bulan (segera setelah bayi lahir)
2.  Usia 1 bulan
3.  Usia 6 bulan
Regimen Kombinasi
4 kali
Usia 0 bulan (segera setelah lahir)
Usia 2 bulan (DPT + Hepatitis B)
Usia 3 bulan (DPT + Hepatitis B)
Usia 4 bulan (DPT + Hepatitis B)

a.       Kontraindikasi
Belum dipastikan adanya kontraindikasi absolut terhadap pemberian imunisasi hepatitis B, kecuali pada ibu hamil.
b.      Hiporesponder dan nonresponder
Tanggap kebal yang rendah pascaimunisasi dapat disebabkan oleh hal-hal berikut : Usia tua, pemberian vaksinasi didaerah bokong, pada anak yang gemuk, pasien hemodialisis/transplantasi, pasien yang mendapat obat-obatan imunosupresif, pasien leukemia dan penyakit keganasan lain, pasien DM dengan insulin dependent, infeksi HIV, pecandu alcohol.

2.      Vaksin BCG
a.       Bacille Calmette-Guerin)
Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis dan mycobacterium bovis. Tuberkulosis paling sering menyerang paru-paru, tetapi dapat juga menyerang organ-organ lainnya seperti selaput otak, tulang, kelenjar superfisialis dan lain-lain. Mycobacterium tuberculosis tidak selalu menjadi sakit tuberculosis aktif. Respons imunitas seluler terjadi beberapa minggu (2-12 minggu) setelah terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis yang dapat ditunjukkan dengan uji tuberculin.
Bacille Calmette-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari mycobacterium bovis yang dibiakkan berulang selama 1-3 tahun, sehingga didapat hasil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG menimbulkan sensitivitas terhadap tuberculin.
Vaksin BCG berisi suspensi mycobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan. Vaksinasi BCG tidak mencegah infeksi tuberculosis, tetapi mengurangi risiko tuberculosis berat, seperti meningitis tuberkulosa dan tuberculosis millier. Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan. Efek proteksi bervariasi antara 0-80%. Hal ini tergantung lingkkungan dengan mycobacterium atipik atau factor penjamu (umur, keadaan gizi, dan lain-lain).
Vaksin BCG diberikan secara intradermal/ intrakutan 0,10 ml untuk anak dan 0,05 ml untuk bayi baru lahir. Penyuntikan imunisasi BCG ini sebaiknya diberikan pada deltoid kanan (lengan kanan atas), sehingga bila terjadi limfadentis (pada aksila) akan lebih mudah terdeteksi. Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, tidak boleh beku, dan harus disimpan pada suhu 2-8oC. Vaksin yang telah diencerkan harus dibuang dalam 8 jam. Imunisasi BCG diberikan pada anak ketika berumur ≤ 2 bulan dan sebaiknya dilakukan uji mantoux (tuberculin) terlebih dahulu (imunisasi bias diberikan bjika uji mantoux negative).
Penyuntikan BCG intradermal yang benar akan menimbulkan ulkus local superficial di 3 minggu setelah penyuntikan. Ulkus yang biasanya tertutup krusta akan sembuh 2-3 bulan dan menninggalkan parut b ulat dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi, maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikan terlalu dalam, maka parut akan tertarik ke dalam (retracted). Limfadenitis supuratif di aksila atau leher terkadang dijumpai. Hal ini tergantung pada umur anak, dosis, dan galur (strain) yang dipakai. Limfadenitis akan sembuh dengan sendirinya, jadi tidak perlu diobati. Apabila limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistula, maka dapat dibersihkan dengan melakukan drainase dan diberikan obat antituberkulosis oral. Tidak perlu memberikan antituberkulosis oral. Tidak perlu memberikan antituberkulosis sistemik karena hasilnya tidak efektif.
BCG desiminasi jarang terjadi, biasanya berhubungan dengan imunodefisiensi berat. Komplikasi lainnya adalah eritema nodosum, iritis, lupus vulgaris dan osteomielitis. Komplikasi ini harus diobati dengan kombinasi obat antituberkulosis.





b.      Kontraindikasi
a.       Reaksi uji tuberculin > 5 mm
b.      Terinfeksi HIV atau dengan resiko tinggi HIV, imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif, sedang menjadi terapi radiasi, serta menderita penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau system limfe.
c.       Anak menderita gizi buruk
d.      Anak menderita demam tinggi
e.       Anak menderita infeksi kulit yang luas
f.       Anak pernah menderita tuberculosis
g.      Kehamilan
c.       Rekomendasi
a.       Imunisasi BCG diberikan pada saat usia ≤ 2 bulan
b.      Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB, dan melalui pemeriksaan sputum didapati BTA (+3) maka sebaiknya diberikan INH profilaksis terlebih dahulu dan jika kontak sudah tenang dapat diberi BCG
c.       Jangan melakukan imunisasi BCG pada bayi atau anak imunodefisiensi, misalnya HIV, gizi  buruk dan lain-lain.

3.      DIFTERI, PERTUSIS DAN TETANUS
a.      Difteri
Difteri adalah suatu penyakit akut yang bersifat toxin-mediated diseasse dan disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Nama kuman ini berasal dari bahasa yunani, diphtera yang berarti leather hide. Diphteriae adalah suatu basil graam poitif. Produksi toksin terjadi hanya bila kuman tersebut mengalami lisogenasi oleh bakteriofag yang mengandung informasi genetic toksin. Hanya galur toksigenik yang dapat menyebabkan penyakit berat. Saat ini ditemukan 3 galur bakteri, yaitu gravis, intermedius, dan mitis yang kesemuanya dapat memproduksi toksin, namun jenis gravis yang paling virulen. Semua kuman C, diphteriae yang ditemukan dalam suatu biakan harus dinyatakan toksigenitasnya dengan menentukan galurnya.
Seorang anak dapat terinfeksi basil difteri pada nasofaringnya dan kuman tersebut kemudian akan memproduksi toksin yang menghambat sistensi protein seluler sehingga menyebabkan destruksi jaringan setempat lalu terjadilah suatu keadaan dimana selaput/membrane menyumbat jalan nafas. Toksin yang terbentuk di membrane tersebut kemudian diabsorpsi ke dalam aliran darah dan dibawa ke seluruh tubuh. Penyebaran toksin ini berakibat komplikasi berupa miokarditis dan neuritis, serta trombositopenia dan proteinuria.
Untuk imunisasi rutin pada anak, dianjurkan pemberian 5 dosis pada usia 2,4,6, 15-18 bulan dan saat masuk sekolah. Dosis ke empat harus diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ke-3. Kombinasi toksoid difteri dan tetanus (DT) yang mengandung 10-12 Lf dapat diberikan pada anak yang memiliki kontraindikasi terhadap pemberian vaksin pertusis. Vaksin DPT disimpan pada suhu 2-8oC dan cara pemberiannya melalui suntikan intramuscular/subcutan.
Toksoid difteri secara khusus sulit dibuktikan karena selama ini pemberiannya selalu digabung dengan toksoid tetanus dan atau tanpa vaksin pertusis. Beberapa laporan menyebutkan bahwa reaksi local akibat pemberian vaksin DT sering ditemukan lebih banyak dibandingkan pemberian tetanus toksoid saja. Namun kejadian tersebut sangat ringan dan belum pernah dilaporkan adanya kejadian ikutan yang berat. Untuk menekan kejadian ikutan akibat hiperaktivitas terhadap toksoid difteri, telah dilakukan beberapa upaya untuk memperbaiki kualitas toksoid tersebut yaitu dengan beberapa cara berikut: meningkatkan kemurnian toksoid dengan menghilangkan protein yang tidak perlu, menyerapkan toksoid ke dalam garam aluminium, mengurangi jumlah toksoid per inokulasi menjadi 1-2 Lf yang dianggap cukup efektif untuk mendapatkan imunitas.
1)      Efek Samping
a)      Kebanyakan anak menderita panas pada sore pada sore hari setelah mendapat vaksinasi DPT, tetapi panas akan sembuh dalam 1-2 hari. Bila panas yang timbul lebih dari 1 hari sesudah pemberian DPT, maka itu bukanlah disebabkan vaksin DPT, mungkin ada infeksi lain yang perlu diteliti lebih lanjut. Berikan 1 tablet antipiretik kepada ibu untuk mengatasi efek samping tersebut dan katakana bahwa bila anak panas lebih tinggi dari 39oC, maka anak perlu diberi ¼ tablet yang dihancurkan dengan sedikit air. Anjurkan ibu untuk tidak membungkus anak dengan baju tebal dan mandikan anak dengan cara sibin (membasuh tubuh dengan waslap tanpa disabuni)
b)      Sebagian anak merasakan nyeri, sakit, kemerahan, dan bengkak di tempat suntikan. Hal ini perlu diberitahukan kepada ibu sesudah vaksinasi, serta yakinkan ibu bahwa keadaan itu berbahaya dan tidak perlu pengobatan
c)      Bila pembengkakan sakit terjadi seminggu atau lebih sesudah vaksinasi, maka hal ini mungkin disebabkan oleh peradangan yang mungkin diakibatkan oleh jarum suntik tidak steril, penyuntikan kurang dalam
d)     Kejang-kejang merupakan reaksi yang terjadi, tetapi perlu diketahui petugas. Reaksi ini disebabkan oleh komponen pertusis dari DPT. Oleh karena efek samping ini cukup berat, maka anak yang pernah mendapat reaksi ini tidak boleh diberi vaksin DPT lagi dan sebagai gantinya diberi DT saja

b.      Pertusis
Pertusis atau batuk rejan/batuk seratus hari adalah suatu penyait akut yang disebabkan oleh bakteri Borditella Pertusis. Sebelum ditemukan vaksin pertusis, penyakit ini merupakan penyakit tersering yang menyerang anak-anak dan merupakan penyebab utama kematian.
Borditella pertusis adalah kuman batang yang bersifat gram negative dan membutuhkan media khusus untuk isolasinya. Kuman ini menghasilkan beberapa antigen antara lain toksin pertusis, filament hemaglutinin, aglutinogen fimbriae, adenil siklase, endotoksin dan sitotoksin trakea. Produk-produk ini berperan dalam terjadinya gejala penyakit pertusis dan kekebalan terhadap salah satu atau lebih komponen ini akan menyebabkan serangan penyakit yang ringan. Pertusis merupakan penyakit yang bersifat toxin mediated dan toksin yang dihasilkan kuman yang melekat pada bulu getar saluran nafas atas akan melumpuhkan bulu getar tersebut hingga menyebabkan gangguan aliran secret saluran nafas dan berpotensi menyebabkan pneumonia. Gejala pertusis timbul saat terjadinya penumpukan lendir dalam saluran pernafasan akibat kegagalan aliran oleh bulu getar yang lumpuh dan berakibat pada terjadinya batuk paroksimal tanpa inspirasi yang diakhiri dengan bunyi whoop. Pada serangan seperti ini, pasien biasanya akan muntah dan sianosis yang membuat pasien menjadi sangat lemas dan tegang. Keadaan ini dapat berlanjut antara 1 sampai 10 minggu. Pada bayi di bawah 6 bulan juga dapat menderita batuk seperti ini namun biasanya tanpa disertai suara whoop.
Antibodi terhadap kuman pertusis dan hemaglutinintelah dapat ditemukan dalam serum neonatus dalam konsentrasi yang sama dengan ibunya dan akan menghilang dalam 4 bulan. Vaksin pertusis whole cell adalah vaksin yang merupakan suspensi kuman B. pertusis mati. Umumnya vaksin pertusis dengan menggunakan fraksi sel memberikan reaksi local dan demam yang lebih ringan disbanding dengan whole cell.
Dampak dari pertusis diantaranya kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi injeksi. Terkadang juga ditemukan demam ringan dan hiperpireksia.
1)      Kontraindikasi
kontraindikasi mutlak terhadap pemberian  vaksin pertusis, baik whole cell maupun aseluler yaitu riwayat anafilaksis dan enosefalopati pascavaksinasi pertusis sebelumnnya. Bila pada pemb erian awal dijumpai riwayat hiperpireksia, hipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam, anak menangis terus menerus selama 3 jam dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudahnya.




c.       Tetanus
Tetanus adalah suatu penyakit akut yang bersifat fatal, dotal, disebabkan oleh eksotoksin kuman clostridium tetani. Kuman ini berbentuk batanag, bersifat gram positif dan bermetabolisme anaerob, yang mampu menghasilkan spora dalam bentuk drumstick. Kuman ini sensitive terhadap suhu panas dan tidak bias hidup dalam lingkungan beroksigen. Sebaliknya spora tetanus sangat tahan panas, dan kebal terhadap antiseptic. Spora ini dapat tetap hidup dalam autoclave bersuhu 121 derajat Celsius seslama 10 sampai 15 menit. Kuman ini dapat tersebar dalam kotoran, debu jalanan, usus dan feses kuda, domba, anjing, kucing, tikus dan lainnya. Kuman ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka dan dalam suasana anaerob, kemudian memproduksi toksin (tetanuspasmin), lalu disebarkan melalui darah dan limfa. Toksin ini kemudian akan menempel apada reseptor di system saraf. Gejala utama penyakit ini timbul akibat toksin tetanus yang mempengaruhi pelepasan neurodrasmiter yang berakibat penghambatan implusinhibisi, sehingga terjadi kontraksi sehingga terjadi spastisitas otot yang terkontrol, kejang-kejang, dan gangguan saraf ototnom.
Tetanus selain dapat ditemukan pada anak-anak, juga dijumpai kasus tetanus neonatorum yang cukup fatal. Komplikasi yang sering terjadi antara lain, laringospasme, infeksi nosokomial, dan pneumonia ortostastik. Pada anak yang lebih besar sering terjadi hiperpireksia yang juga merupakan tanda tetanus berat. Perawatan luka merupakan pencegahan utama pada tetanus, di samping imunisasi tetanus, baik aktif maupun pasif.
Toksoid Tetanus yang diperlukan untuk imunissasi sebesar 40 IU dalam setiap dosis tunggal dan 60 IU bila bersama dengan toksoid difteri dan vaksin pertusis. Sebagaimana toksoid lainnya, toksoid tetanus ini memerlukan pemberian bertahap untuk meningkatkan efektifitas dan mempertahankan imunitas. Tidak perlu pengulangan dosis bila jadwal pemberian terlambat. Ibu yang mendapat toksoid tetanus 2 atau 3 dosis ternyata memberikan proteksi yang baik terhadap bayi baru lahir terhadap tetanus neonatorum. Kadar rata-rata antitoksin 0,01 IU/ml pada ibu cukup untuk memberikan proteksi terhadap bayi.
Untuk vaksin TT dosis yang diberikan adalah 0,5 ml dan disuntikkan intramuscular/subcutan di otot deltoid, paha dan bokong.

4.      Poliomielitis
Kata polio (abu-abu) dan myelon (sumsum), berasal dari bahasa latin yang berarti medulla spinalis. Penyakit ini disebabkan oleh virus poliomyelitis pada medulla spinalis yang secara klasik menimbulkan kelumpuhan.
Virus polio termasuk dalam kelompok (subgroup) enterovirus, famili picomaviridae. Virus polio dibagi menjadi 3 macam serotype yaitu P1, P2, dan P3. Virus polio ini menjadi tidak aktif  apabila terkena panas, formaldehida, dan sinar ultraviolet.
Virus polio menyebar dari orang ke orang melalui jalur oro-fekal dan pada beberapa kasus dapat berlangsung secara ora-oral. Infeksi virus mencapai puncak pada musim panas, sedangkan pada daerah tropis tidak ada bentuk musiman penyebaran infeksi. Virus polio sangat infeksius sejak 7 sampai 10 hari sebelum dan setelah timbulnya gejala, tetapi virus polio dapat ditemukan dalam feses sejak 3 sampai 6 minggu.
Virus polio masuk melalui mulut dan multiplikasi pertama kali terjadi pada tempat implantasi, yaitu di dalam faring dan traktus gastrointestinal. Virus tersebut umumnya ditemukan di tenggorokan dan feses sebelum timbulnya gejala satu minggu setelah timbulnya penyakit, virus dalam jumlah kecil akan menetap di tenggorokan, tetapi virus tersebut terus menerus dikeluarkan bersama feses dalam beberapa minggu. Virus menembus jaringan limfoid setempat, masuk dalam pembuluh darah kemudian masuk system saaraf pusat. Aplikasi virus polio yang teerjadi dalam neuron motor kornu anterior medulla spinalis dan batang otak mengakibatkan kerusakan sel dan menyebabkan poliomielitis yang spesifik.
a.       Masa inkubasi poliomyelitis umumnya berlangsung dala 6-20 hari dengan kisaran 3-35 hari.
b.      Meningitis Aseptik Nonparalisis
Anak menjadi iritabel, peka saraf meningkat, ada gejala kaku kuduk, serta kaku punggung dan kaki yang berlangsung antara 2-10 hari dan akan sembuh sempurna.
c.       Paralisis flaksid atau Lumpuh Layu
Gejala kelayuan umumnya mulai 1-10 hari setelah gejala prodormal dan berlangsung selam 2-3 hari.  Polio spinal sering menyerang tungkai bawah, Polio bulbar mengakibatkan kelumpuhan otot-otot yang dipengaruhi oleh saraf cranial. Polio bulbospinal kombinas dari polio bulbar dan spinal.

Rekomendasi untuk vaksin ini adalah :
a.      imunisasi primer pada bayi dan anak
b.      Vaksin polio oral diberikan pada BBL sebagai dosis awal. Kemudian diteruskan dengan imunissaasi dasar mulai umur 2-3 bulan yang diberikan 3 dosis terpisah berturut-turut dengan interval waktu 6-8 minggu. Satu dosis sebanyak 2 tetes (0,1ml) diberikan per oral pada umur 2-3 bulan yang pemberiannya dapat diberikan bersamaan dengan suntikan vaksin PT dan hepatitis B. Bila OPV yang diberikan dimuntahkan 10 menit, maka dosis tersebut perlu diulang.
c.       Pemberian ASI tidak berpengaruh pada respons antibody terhadapa OPV dan imunisasi tidak boleh ditunda. Anak-anak dengan imunosupresi dan mereka yang kontak dekat dengan penderita harus imunisasi
d.      Anak yang telah mendapat imunisasi OPV dapat memberikan eskresi virus vaksin selama 6 minggu dan akan melakukan infeksi pada kontak yang belum diimunisasi
e.       Anak yang telah mendapat imunisasi OPV dapat memberikan ekskresi virus vaksin selama 6 minggu dan akan melakukan infeksi pada kontak yang belum diimunisasi. Untuk mereka yang berhubungan (kontak) dengan bayi yang baru saja diberi OPV, dihimbau untuk menjaga kebersihan dengan mencuci tangan setelah mengganti popok.

5.      Campak
Virus dalam droplet masuk melalui pernapasan dan selanjutnya masuk kelenjar getah bening yang berada di bawah mukosa, di tempat ini virus memperbanyak diri kemudian menyebar ke sel-sel jari ngan limforetikuler seperti limpa. Sel monokuler yang terinfeksi membentuk sel berinti raksasa yang disebut sel warthin, sedangkan sel T limfosit meliputi kelompok penekan dan penolong yang rentan terhadap infeksi, aktif membelah. Pada hari ke-5 sampai ke-6 sesudah infeksi awal, focus infeksi terwujud, yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran pernapasan, kulit, kandung kemih, dan saluran usus. Selanjutnyaa pada hari ke – 9 sampai dengan ke -10 fokus infeksi berada di epitel salluran nafas. Pada saat itu muncul gejala coriza (pilek) diserta dengan peradangan selaput konjungtiva yang tampak merah. Pasien tampak lemah disertai suhu tubbuh yang meningkat, lalu pasien tampak sakit berat sampai munculnya ruam kulit. Pada hari ke-11 tampak pada mukosa pipi suatu ulser kecil (bintik koplik) yang merupakan tempat virus tumbuh selanjutnya mati. Kondisi ini merupakan tanda pasti untuk menegakkan diagnostic. Akhirnya mmuncul ruam makulopapular di hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi dan selanjutnya suhu tubuh menurun.
Diagnosa kasus campak biasanya dapat dibuat atas dasar gejala klinik yang saling berkaitan, yaitu coriza dan mata meradang disertai batuk dan demam yang tinggi dalam beberapa hari lalu diikuti timbulnya ruam makulopapular pada kulit yang memiliki ciri khas.
Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1000 TCID atau sebanyak 0,5 ml. Untuk vaksin hidup, pemberian 20 TCID saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Pemberian yang dianjurkan melalui subcutan walaupun demikian dapat juga diberikan secara intramuscular. Daya proteksi vaksin campak diukur berbagai cara. Salah satu indicator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan angka kejadian kasus campak ssesudah pelaksanaannya program imunisasi. Dianjurkan pemberian imunisasi campak pada bayi berumur 9 bulan.

B.     ALAT DAN BAHAN
1.      BCG
a.       Spuit tuberculin dengan jarum ukuran 25-27 panjang 10 mm
b.      Vial vaksin BCG kering dan gergaji ampul
c.       Pelarut vaksin
d.      Kapas lembap ( dibasahi air matang )
e.       Sarung tangan bersih
2.      DPT
a.       Spuit disposibel 2,5 cc dan jarumnya
b.      Vaksin DPT dan pelarutnya dalam termos es
c.       Kapas alcohol
d.      Sarung tangan
3.      HB0
a.       Spuit disposibel 2,5 cc dan jarumnya
b.      Vaksin hepatitis dan pelarutnya dalam termos es
c.       Kapas lakohol dalam tempatnya
d.      Sarung tangan bersih
4.      POLIO
a.       Vaksin polio dalam termos es/flakon berisi vaksin polio
b.      Pipet plastik
5.      CAMPAK
a.       Spuit disposibel 2,5 cc dan jarumnya
b.      Vaksin campak dan pelarutnya dalam termos es
c.       Kapas alkohol dalam tempatnya
d.      Sarung tangan

C.     PROSEDUR
1.      Pemberian Imunisasi BCG
a.       Menyiapkan Alat : handscoon, termos vaksin berisi vaksin kering BCG, pelarut vaksin BCG 4ml : gergaji ampul, spuit 5 cc, spuit tuberkulin (jarum ukuran 25 atau 27, panjang 10 mm) ; kapas lembab ( dibasahi air matang ), tisue, bengkok.
b.      Menjelaskan tujuan pertemuan dan imunisasi BCG
c.       Mencuci tangan sesuai prosedur, mengeringkan tangan dan memakai sarung tangan
d.      Membuka ampul yang beisi BCG
e.       Melarutkan BCG dengan NaCl 0,9% sebanyak 4ml
f.       Mengisi spuit dengan vaksin BCG sebanyak 0,05 ml (isi 0,06 ml, kurangi 0,01 ml ketika mengeluarkan udara dari spuit)
g.      Mengatur posisi bayi
h.      Menyiapkan bagian yang akan diinjeksi, yaitu 1/3 bagian lengan kanan atas
i.        Membersihkan lengan dengan kapas yang telah dibasahi dengan air matang
j.        Memegang lengan tangan kanan anak dengan tangan kiri sehingga lengan kita berada di bawah lengan anak
k.      Melingkarkan jari-jari untuk meregangkan kulit bayi
l.        Memegang spuit dengan tangan kanan, lubang jarum menghadap ke atas, sudut 15º
m.    Meletakkan spuit hampir sejajar dengan lengan bayi
n.      Memasukkan ujung jarum ke dalam kulit, mengusahakan sedikit mungkin melukai kulit (injeksi intrakutan)
o.      Meletakkan ibu jari tangan kiri pada ujung barel, memegang pangkal barel diantara jari telunjuk dan jari tengah, lalu mendorong piston dengan ibu jari tangan kanan
p.      Menarik jarum setelah vaksin habis, tidak melakukan masase, hanya mengusap bekas injeksi dengan kapas jika ada darah yang keluar pada bekas suntikan
q.      Bila vaksin BCG tepat, maka akan timbul benjolan dikulit yang mendatar dengan kulit kelihatan pucat dan pori-pori jelas
r.        Merapikan bayi
s.       Mencuci tangan
t.        Memberikan penjelasan pada orang tua sehubungan hasil imunisasi, efek samping, dan perawatan setelah imunisasi
u.      Memberika penjelasan kepada orang tua tentang jadwal imunisasi selanjutnya
v.      Merapikan alat-alat (vaksin BCG yang telah diencerkan, harus dibuang dalam 8 jam)
w.    Melakukan dokumentasi asuhan yang telah dilakukan

2.      Pemberian  imunisasi DPT combo (DPT-HB)
a.       Menyiapkan alat : handscoon, termos vaksin berisi : flakon berisi vaksin DPT combo ; spuit 3 cc, jarum ukuran 23, kapas desinfektan, bengkok
b.      Menjelaskan tujuan pertemuan dan imunisasi DPT combo
c.       Mencuci tangan sesuai prosedur, mengeringkan tangan dan memakai sarung tangan
d.      Mengisi spuit dengan vaksin DPT combo 0,6ml dan mengganti jarum dengan jarum yang baru. Mengeluarkan udara dari spuit, sehingga vaksin dalam spuit hanya 0,5ml. Apabila menggunakan spuit soloshool, isi spuit dengan vaksin sampai 0,5ml sampai terdengar bunyi “klik”. Jarum tidak perlu diganti dan tidak perlu mengeluarkan udara dari spuit
e.       Mengatur posisi bayi : bayi dipangku ibunya disisi sebelah kiri, tangan kanan bayi melingkar kebadan ibu.tangan kiri ibu merangkul bayi, menyangga kepala, bahu dan memegang sisi luar tangan kiri bayi, tangan kanan memegang kaki bayi dengan kuat
f.       Menyiapkan bagian yang akan diinjeksi, yaitu : muskulus quadriseps (vastus lateralis) dibagian antero-lateral (paha kiri) dengan cara menarik garis yang menghubungkan trocanter mayor dan condyllus lateralis. Tempat penyuntikan adalah batas 1/3 bagian atas dan tengah pada garis tersebut
g.      Membersihkan lokasi penyuntikan dengan kapas desinfektan
h.      Menekan kulit sekitar tempat penyuntikan dengan ibu jari dan telunjuk
i.        Menusukkan jarum pada tempat penyuntikan dengan sudut 80-90º dan melakukan dengan cepat (injeksi intramuskuler)
j.        Menarik piston sedikit untuk memastikan jarum tidak masuk kepembulu darah. Apabila terdapat darah, buang dan ulangi dengan suntikan baru
k.      Mendorong pangkal piston dengan ibu jari tangan kanan
l.        Menarik jarum setelah vaksin habis sambil menekan lokasi penyuntikan dengan kapas (untuk suntikan multipel, berikan pada ekstermitas berbeda)
m.    Mengamati kondisi umum bayi
n.      Merapikan bayi
o.      Mencuci tangan
p.      Memberikan penjelasan kepada orang tua sehubungan hasil imunisasi, efek samping dan obat penurun panas untuk mengantisipasi efek samping berupa panas
q.      Memberika penjelasan kepada orang tua tentang jadwal imunisasi selanjutnya
r.        Merapikan alat-alat
s.       Melakukan dokumentasi aushan yang telah dialakukan

3.      Pemberian  imunisasi Hepatitis B
a.       Menyiapkan alat : handscoon, termos vaksin berisi : vaksin hepatitis B uniject, kapas desinfektan, bengkok
b.      Menjelaskan tujuan pertemuan dan tujuan imunisasi hepatitis B
c.       Mencuci tangan sesuai dengan prosedur mengeringkan tangan dan memakai sarung tangan
d.      Membuka kemasan vaksin hepatitis B uniject dan menyiapkan vaksin dengan cra memutar tutup spuit dan menekan sehingga terdengar bunyi “klik” (tanpa membuka tutup spuit)
e.       Mengatur posisi bayi : bayi dipangku ibunya disisi sebelah kiri, tangan bayi melingkar ke badan ibu. Tangan kiri ibu merangkul bayi, menyangga kepala, bahu dan memegang sisi luar tangan kiri bayi, tangan kanan memegang kaki bayi dengan kuat
f.       Menyiapkan bagian yang akan diinjeksi, yaitu : muskulus quadriseps (vastus lateralis) dibagian antero-lateral (paha kiri) dengan cara menarik garis yang menghubungkan trocanter mayor dan condyllus lateralis. Tempat penyuntikan adalah batas 1/3 bagian atas dan tengah pada garis tersebut
g.      Membersihkan lokasi penyuntikan dengan kapas desinfektan
h.      Mendorong ujung penutup jarum vaksin
i.        Menekan kulit sekitar tempat penyuntikan dengan ibu jari dan jari telunjuk
j.        Menusukkan jarum sampai seluruh jarum tidak terlihat pada tempat penyuntikan dengan sudut 80-90º dan melakukannya dengan cepat (injeksi intramuscular)
k.      Mernarik jarum setelah vaksin habis sambil menekan lokasi penyuntikan dengan kapas (untuk suntukan multipel, berikan pada ekstermitas berbeda)
l.        Mengamati kondisi umum bayi
m.    Merapikan bayi
n.      Mencuci tangan
o.      Memberika penjelasan kepada orang tua sehubungan dengan hasil imunisasi dan efek samping
p.      Memberikan penjelasan kepada orang tua tentang jadwal imunisasi selanjutnya
q.      Merapikan alat-alat
r.        Melakukan dokumentasi sesuai asuhan yang dilakukan

4.      Pemberian  imunisasi Inactive Polio Vaccine (IPV)        
a.       Menyiapkan alat : handscoon, termos vaksin : flakon berisi vaksin IPV, spuit 3cc, jarum ukuran 23, kapas desinfektan, bengkok
b.      Menjelaskan tujuan pertemuan dan tujuan imunisasi polio
c.       Mencuci tangan sesuai dengan prosedur mengeringkan tangan dan memakai sarung tangan
d.      Mengisi spuit dengan vaksin IPV sebnayak 0,6ml dan mengganti jarum dengan jarum yang baru. Mengeluarkan udara dari spuit sehingga vaksin dalam spuit hanya 0,5ml. Apabila menggunakan spuit soloshool, isi spuit dengan vaksin sampai 0,5ml sampai terdengar bunyi “klik”. Jarum tidak perlu diganti dan tidak perlu mengeluarkan udara dari spuit
e.       Mengatur posisi bayi : bayi dipangku ibunya disisi sebelah kanan, tangan kiri bayi melingkar ke badan ibu. Tangan kanan ibu merangkul bayi, menyangga  kepala, bahu dan memegang sisi luar tangan kiri bayi, tangan kiri memegang kaki bayi dengan kuat
f.       Menyiapkan bagian yang akan diinjeksi, yaitu : muskulus quadriseps (vastus lateralis) dibagian antero-lateral (paha kiri) dengan cara menarik garis yang menghubungkan trocanter mayor dan condyllus lateralis. Tempat penyuntikan adalah batas 1/3 bagian atas dan tengah pada garis tersebut
g.      Membersihkan lokasi penyuntikan dengan kapas desinfektan
h.      Menekan kulit sekitar tempat penyuntikan dengan ibu jari dan telunjuk
i.        Menusukkan jarum pada tempat penyuntikan dengan sudut 80-90º dan melakukan dengan cepat (injeksi intramusculer)
j.        Menarik piston sedikit untuk memastikan jarum tidak masuk pembulu darah. Apabila terdapat darah, buang dan ulangi dengan suntikan baru
k.      Mendorong pangkal piston dengan ibu jari tangan kanan
l.        Menarik jarum setelah vaksin habis sambil menekan lokasi penyuntikan dengan kapas (untuk suntikan multipel berikan pada ekstermitas berbeda)
m.    Mengamati kondisi umum bayi
n.      Merapikan bayi
o.      Mencuci tangan
p.      Memberikan penjelasan kepada orang tua sehubungan hasil imunisasi, efek samping dan obat penurun panas untuk mengantisipasi efek samping berupa panas
q.      Memberika penjelasan kepada orang tua tentang jadwal imunisasi selanjutnya
r.        Merapikan alat-alat (vaksin tidak boleh dipakai lebih dari 24 jam dan vaksin yang telah digunakan, tidak boleh digunakan lagi di fasilitas lain)
s.       Melakukan dokumentasi aushan yang telah dialakukan

5.      Pemberian Imunisasi Oral Polio Vaccine (OPV)
a.       Memeriksa catatan riwayat kesehatan bayi
b.      Menyiapkan alat, handscoon,termos,vaksin berisi OPV, pipet plastik, pinset, bengkok
c.       Mengucapkan salam
d.      Memperkenalkan diri
e.       Menjelaskan tujuan pertemuan dan imunisasi polio
f.       Menyatakan kontrak waktu
g.      Mencuci tangan sesuai prosedur, mengeringkan tangan dan memakai sarung tangan
h.      Membuka tutup metal dan tutup karet flakon vaksin OPV
i.        Memasang pipet plastic pada flakon
j.        Mengatur posisi bayi dengan cara bayi terlentang di atas pangkuan ibunya dan memengangnya dengan erat-erat
k.      Membuka mulut anak menggunakan 2 jari (dengan ibu jari dan jari telunjuk menekan pipi anak sehingga mulut terbuka)
l.        Meneteskan vaksin polio langsung dari pipet ke dalam mulut sebanyak 2 tetes
m.    Memastikan bahwa vaksin polio sebanyak 2 tetes masuk kedalam mulut bayi
n.      Merapikan bayi
o.      Mencuci tangan
p.      Memberikan penjelasan pada orang tua sehungan hasil imunisasi , efek samping imunisasi
q.      Memberikan penjelasan kepada orang tua tentang jadwal imunisasi selanjutnya
r.        Merapikan alat-alat (pada akhir kegiatan imunisasi, botol vaksin yang telah terbuka dan masih berisi vaksin serta telah berubah warna harus dibuang )
s.       Melakukan dokumentasi asuhan yang telah dilakukan

6.      Pemberian Imunisasi Campak      
a.       Memeriksa catatan riwayat kesehatan bayi
b.      Menyiapkan alat : handscoon , termos vaksin berisi flakon vaksin campak dan pelarut vaksin campak , geraji ampul , spuit 5cc, spuit 3cc,jarum nomor 23, tissue, kapas desinfektan,bengkok
c.       Mengucapkan salam
d.      Memperkenalkan diri
e.       Menjelaskan tujuan pertemuan dan imunisasi campak
f.       Menyatakan kontrak waktu
g.      Mencuci tangan sesuai prosedur ,mengeringkan tangan dan memakai sarung tangan
h.      Membuka ampul pelarut vaksin campak
i.        Melarutkan vaksin campak dengan pelarutnya sebanyak 5ml
j.        Mengisi spuit dengan vaksin campak sebanyak 0,6 ml dan mengganti jarum dengan yg baru , mengeluarkan udara dari spuit , sehingga vaksin dalam spuit hanya 0,5 ml
k.      Mengatur posisi bayi: bayi dipangku ibunya disebelah kiri, tangan kanan bayi melingkar ke badan ibu . tangan kiri ibu merangkul bayi, menyangga kepala , bahu memeganga sisi luar tangan kiri bayi , tangan kanan memegang kaki bayi dengan kuat
l.        Menyiapkan bagian yang akan diinjeksi 1/3 bagian lateral lengan kiri atas
m.    Membersihkan lengan dengan kapas desinfektan
n.      Menjepit/mencubit tebal lengan yang akan disuntik
o.      Menusukan jarum kedalam kulit yang dijepit dengan sudut 450c terhadap lengan (injeksi subkutan dalam)
p.      Menarik piston sedikit untuk memastikan jarum tidak masuk pembuluh darah
q.      Mendorong pangkal piston dengan ibu jari tangan kanan 
r.        Menarik jarum setelah vaksin habis sambil menekan lokasi penyuntikan dengan kapas
s.       Mengamati kondisi umum banyi
t.        Merapikan bayi
u.      Mencuci tangan
v.      Memberikan penjelasan kepada orangtua sehungan hasil imunisasi , efek samping dan obat penurun panas untuk mengantisipasi efek samping berupa panas
w.    Memberikan penjelasan kepada orang tua tentang jadwal imunisasi selanjutnya
x.      Merapikan alat-alat
y.      Melakukan dokumentasi asuhan yang telah dilakukan


D.    DAFTAR PUSTAKA
Depkes. 1993. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga. Jakarta : DepKes RI
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Salemba medika
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitra Maya
Ranuh, I.G.N., dkk. 2008. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Jakarta :BPIDAK







No comments:

Post a Comment