1.
PENYAKIT
DIARE PADA BBL DAN BAYI
A. Definisi Diare
Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga
didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair
dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila
sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare
bila sudah lebih dari 4 kali buang air besar.
B.
Etiologi
Diare dapat disebabkan karena beberapa
faktor, seperti infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologi.
1.
Infeksi
a. Enteral, yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan dan merupakan
penyebab utama terjadinya diare. Infeksi enteral meliputi:
a) Infeksi bakteri : Vibrio,
E. Coli, Salmonella, Shigella campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan
sebagainya;
b) Infeksi virus :
enterovirus, seperti virus ECHO, coxsackie, poliomyelitis, adenovirus,
rotavirus, astrovirus, dan sebagainya;
c) Infeksi parasit : cacing
(Ascaris, Trichuris, Oxyuris, dan strongylodies), protozoa (Entamoeba
histolytica, Giardia lamblia, dan trichomonas hominis), serta jamur (Candida
albicans).
b.
Parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan,
misalnya otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan sebagainya.
2.
Malabsorbsi
a.
Karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa) serta monosakarida
(intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada anak dan bayi yang paling
berbahaya adalah intoleransi laktosa.
3.
Makanan, misalnya makanan basi, beracun, dan alergi.
4.
Psikologis, misalnya rasa takut atau cemas.
C.
Patogenesis
Mekanisme dasar yang dapat menyebabkan
terjadinya diare adalah sebagai berikut:
1.
Gangguan osmotik
Akibat adanya makanan atau zat yang tidak
dapat diserap oleh tubuh akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus.
Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan isinya
sehingga timbul diare.
2.
Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu, misalnya
toksin pada dinding usus yang akan menyebabkan peningkatan sekresi air dan
elektrolit yang berlebihan ke dalam rongga usus, sehingga akan terjadi
peningkatan isi dari rongga usus yang akan merangsang pengeluaran isi dari
rongga usus dan akhirnya timbullah diare.
3.
Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan
berkurangnya kesempatan bagi usus untuk menyerap makanan yang masuk, sehingga
akan timbul diare. Akan tetapi, apabila terjadi keadaan yang sebaliknya
yaitu penurunan dari peristaltik usus maka akan dapat menyebabkan diare juga.
A.
Patogenesis Diare Akut
1
Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung.
2
Jasad renik tersebut akan berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus
halus.
3
Dari jasad renik tersebut akan keluar toksin (toksin diaregenik).
4
Toksin diaregenik akan menyebabkan hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
B.
Tanda dan Gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala pada
anak yang mengalami diare.
1.
Cengeng, rewel
2.
Gelisah
3.
Suhu meningkat
4.
Nafsu makan menurun
5.
Feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan adanya darah.
Kelamaan, feses ini akan berwarna hijau dan asam
6.
Anus lecet
7.
Dehidrasi, bila menjadi dehidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan
tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan
kesadaran, dan akhirnya syok
8.
Berat badan menurun
9.
Turgor kulit menurun
10. Mata dan ubun- ubun cekung
11. Selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering
C.
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi jika diare tidak
tertangani secara tepat dan tepat, antara lain:
1.
Dehidrasi akibat kekurangan cairan dan elektrolit, yang dibagi menjadi:
a.
Dehidrasi ringan, apabila terjadi kehilangan cairan <5% BB
b.
Dehidrasi sedang, apabila terjadi kehilangan cairan 5-10% BB
c.
Dehidrasi berat, apabila terjadi kehilangan cairan >10-15% BB
2.
Renjatan hipovolemik akibat menurunnya volume darah dan apabila penurunan
volume darah mencapai 15-25% BB maka akan menyebabkan penurunan tekanan darah
3.
Hipokalemia dengan gejala yang muncul adalah meteorismus, hipotoni otot,
kelemahan, bradikardi, dan perubahan pada pemeriksaan EKG
4.
Hipoglikemia
5.
Intoleransi laktosa sekunder sebagai akibat defisiensi enzim laktosa karena
kerusakan vili mukosa usus halus
6.
Kejang
7.
Malnutrisi energi protein karena selain diare dan muntah, biasanya
penderita mengalami kelaparan
G. Penatalaksanaan
Prinsip perawatan diare adalah sebagai
berikut:
1.
Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan)
2.
Diatetik (pemberian makanan)
3.
Obat-obatan
4.
Teruskan pemberian ASI karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh
a.
Jumlah cairan yang diberikan adalah 100ml/kgBB/hari sebanyak 1 kali setiap
2 jam, jika diare tanpa dehidrasi. Sebanyak 50% cairan ini diberikan
dalam 4 jam pertama dan sisanya adlibitium
b.
Sesuaikan dengan umur anak:
a)
<2 tahun diberikan ½ gelas;
b)
2-6 tahun diberikan 1 gelas;
c)
>6 tahun diberikan 400cc (2 gelas).
c.
Apabila dehidrasi ringan dan diarenya 4 kali sehari, maka diberikan cairan
25-100 ml/kgBB dalam sehari atau setiap 2 jam
d.
Oralit diberikan sebanyak lebih kurang 100 ml/kgBB setiap 4-6 jam pada
kasus dehidrasi ringan sampai berat
Beberapa cara untuk membuat cairan rumah
tangga (cairan RT)
a)
Larutan gula garam (LGG): 1 sendok teh gula pasir + ½ sendok teh garam
dapur halus + 1 gelas air masak atau air teh hangat
b)
Air tajin (2 liter + 5g garam)
1)
Cara tradisional
3 liter air + 100g atau 6 sendok makan
beras dimasak selama 45-60 menit
2)
Cara biasa
2 liter air + 100g tepung beras + 5g garam
dimasak hingga mendidih
2. PENYAKIT DIARE PADA BALITA DAN ANAK
PRASEKOLAH
A.
PENGERTIAN
Menurut WHO
(1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang
air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan
perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik
dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare
persisten.
Sedangkan menurut menurut Depkes RI
(2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk
dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya
frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari .
Menurut Simadibrata (2006) diare
adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Diare akut diberi batasan sebagai
meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang
dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat ocialc terhadap kebiasaan yang ada pada
penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila diare
berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang
berkepanjangan (Soegijanto, 2002).
B. KLASIFIKASI
DIARE
Departemen
Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat kelompok
yaitu:
a.
Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari
empat belas hari (umumnya kurang dari tujuh hari).
b.
Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam
tinjanya.
c.
Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih
dari empat belas hari secara terus menerus.
d.
Diare dengan masalah lain: anak yang menderita diare
(diare akut dan persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam,
gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Menurut
Suraatmaja, (2007)di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Berdasarkan
lamanya diare:
a.
Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari
14 hari.
b.
Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari
14 hari dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure
to thrive) selama masa diare tersebut.
2. Berdasarkan
mekanisme patofisiologik:
a.
Diare sekresi (secretory diarrhea)
b.
Diare osmotic (osmotic diarrhea)
Diare akut
dapat mengakibatkan: (1) kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa
yang menyebabkan dehidrasi, asidosis ocialc dan hipokalemia, (2) Gangguan
sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare dengan
atau tanpa disertai muntah, (3) Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya
cairan berlebihan karena diare dan muntah (Soegijanto, 2002).
C. ETIOLOGI
Diare dapat menyebabkan hilangnya
sejumlah besar air dan elektrolit, terutama natrium dan kalium dan sering
disertai dengan asidosis ocialc. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan ocial
air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap kehilangan berat badan yang
melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi
jarang dapat dipertahankan apabila ocial melampaui 15% (Soegijanto, 2002).
Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines 2005,
etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab:
a.
Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio,
Bacillus cereus, Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter
aeromonas.
b.
Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus,
Coronavirus, Astrovirus.
c.
Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Balantidium coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum,
Strongyloides stercoralis.
d.
Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi,
gangguan motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.
(Simadibrata, 2006).
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan
P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat
dibagi dalam dua golongan yaitu:
1.
Diare
sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a.
Infeksi virus, kuman-kuman ocialc dan apatogen seperti
shigella, ocialc, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings,
stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan
kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam),
gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan
sebagainya.
b.
Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin
A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur
terutama canalida.
2.
Diare ocial
(ocial ocialc) disebabkan oleh:
a.
Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT),
protein, vitamin dan mineral.
b.
Kurang kalori protein.
c.
Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah (2005),
penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa ocial yaitu:
1.
Faktor
infeksi
a.
Infeksi enteral
b. Merupakan
penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus
(enteovirus, ocialcss, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus,
astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris,
strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas
homunis) jamur (canida albicous).
c. Infeksi
parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media
akut (OMA) ocialcs/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah
dua (2) tahun.
2.
Faktor
malaborsi
Malaborsi karbohidrat, lemak dan
protein.
a.
Faktor makanan
b.
Faktor psikologis
D. CARA PENULARAN DIARE
Diare dapat ditularkan dengan
berbagai cara yang mengakibatkan timbulnya infeksi antara lain:
a.
Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi,
baik yang sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor.
b.
Bermain dengan mainan yang terkontaminasi,
apalagi pada bayi sering memasukan tangan/ mainan / apapun kedalam mulut.
Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa
hari.
c.
Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan
tidak memasak air dengan benar
d.
Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak
bersih.
e.
Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah
selesai buang air besar atau membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi
perabotan dan alat-alat yang dipegang
E. MANIFESTASI
KLINIS
Penderita dengan diare cair
mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan
bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan
air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis ocialc, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan
kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut
tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi ocialc, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya oci
tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat
(Juffrie, 2010).
Diare akut karena infeksi dapat
disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau
kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa
rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan
renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis ocialc yang
berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan
berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor
kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh
deplesi air yang ocialc. Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka
perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan Ph darah
yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan
lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap
hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi
cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien
mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena
kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan
menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini
tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang
berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
Tabel 1.1 Penilaian Derajat Dehidrasi (Mansjoer, 2000).
Penilaian
|
Ringan
|
Sedang
|
Berat
|
Keadaan umum
|
baik, sadar
|
gelisah, rewel
|
lesu, lunglai atau tidak sadar
|
Mata
|
Normal
|
cekung
|
sangat cekung
|
Air mata
|
ada
|
tidak ada
|
Kering
|
Mulut dan lidah
|
Basah
|
Kering
|
tidak ada, sangat kering
|
Rasa haus
|
minum biasa, tidak haus
|
haus, ingin minum banyak
|
malas/tidak oci minum
|
Turgor kulit
|
Kembali
|
kembali lambat
|
kembali sangat lambat
|
Hasil pemeriksaan
|
tanpa dehidrasi
|
Dehidrasi ringan, sedang, bila ada tanda ditambah
satu atau lebih tanda lain.
|
Bila ada satu tanda ditambah satu atau lebih tanda
lain.
|
F. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
Menurut Hassan dan Alatas (1998)
pemeriksaan laboratorium pada diare adalah:
a.
Feses
a.
Makroskopis dan Mikroskopis
b.
Ph dan kadar gula pada tinja dengan kertas lakmus dan
tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
c.
Biakan dan uji resisten.
b.
Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan Ph dan cadangan alkalin atau dengan analisa gas darah.
c.
Ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
d.
Elektrolit terutama natrium, kalium dan fosfor dalam
serium.
e.
Pemeriksaan Intubasi deudenum untuk mengetahui jenis
jasad renik atau parasit.
G. PENCEGAHAN
Pada dasarnya ada tiga tingkatan
pencegahan penyakit secara umum yakni: pencegahan tingkat pertama (Primary
Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan
tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta
pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang
meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).
1.
Pencegahan
Primer
Pencegahan primer penyakit diare
dapat ditujukan pada ocial penyebab, lingkungan dan ocial pejamu. Untuk ocial
penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare
dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan
lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan
daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan
pemberian imunisasi
a.
Penyediaan
Air Bersih
Sebagian besar kuman infeksius
penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-oral mereka dapat ditularkan
dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja
misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panic yang
dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2006).
Masyarakat yang terjangkau oleh
penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai resiko menderita diare lebih
kecil dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih (Depkes
RI, 2006).
b.
Tempat
Pembuangan Tinja
Tempat pembuangan tinja yang tidak
memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah
pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai
kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003).
c.
Status Gizi
Pada ada anak dengan malnutrisi,
kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali
sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap kelompok
ocialc berkurang (Suharyono, 1986)
d.
Pemberian
Air Susu Ibu (ASI)
Pada bayi yang tidak diberi ASI
secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan resiko terkena diare adalah 30
kali lebih besar. Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui.
Penggunaan botol untuk susu formula biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena
diare sehingga oci mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Depkes RI, 2006
e.
Kebiasaan
Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan
kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci
tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak
dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare (Depkes RI, 2006).
f.
Imunisasi
Diare sering timbul menyertai campak
sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu
beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan (Depkes RI, 2006).
Anak harus diimunisasi terhadap
campak secepat mungkin setelah usia 9 bulan. Diare dan disentri sering terjadi
dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita campak dalam 4 mingggu
terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.
Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi dasar lainnya
seperti imunisasi BCG untuk mencegah penyakit TBC, imunisasi DPT untuk mencegah
penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta imunisasi polio yang berguna
dalam pencegahan penyakit polio (Depkes RI, 2006).
2.
Pencegahan
Skunder
Pencegahan tingkat kedua ini
ditujukan kepada sianak yang telah menderita diare atau yang terancam akan
menderita yaitu dengan menentukan ocialc dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip
pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi)
dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak ocial seperti
salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus
disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama
kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit,
obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu
menghi langkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan
mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan
menentukan obat yang disesuaikandengan penyebab diarenya ocial bakteri,
parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum
sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).
3.
Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah
penderita diare jangan sampai mengalami kecatatan dan kematian akibat
dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi
fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha
rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare.
Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkon sumsi makanan bergizi dan
menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental
penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan
secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan
kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan ocial
dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.
H. PEANGOBATAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip
tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan
Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO.
Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki
kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak
kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun
program LINTAS DIARE yaitu:
1.
Rehidrasi menggunakan
Oralit osmolalitas rendah
2.
Zinc
diberikan selama 10 hari berturut-turut
3.
Teruskan
pemberian ASI dan Makanan
4.
Antibiotik
Selektif
5.
Nasihat
kepada orang tua/pengasuh
a.
Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat
dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah,
dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah
sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang
baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan
muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk
mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak oci minum harus segera di
bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui ocial.
Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).
1)
Diare tanpa
dehidrasi
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak
mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak
mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak
mencret
2)
Diare dengan
dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/
kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
3)
Diare dengan
dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera
dirujuk ke Puskesmas untuk di ocial.(Kemenkes RI, 2011)
Untuk anak dibawah umur 2 tahun
cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2
menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar
dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10
menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit.
Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti (Juffrie, 2010).
b.
Zinc
Zinc merupakan salah satu
mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS
(Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama
diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama
kejadian diare (Kemenkes RI, 2011).
Pemberian Zinc selama diare terbukti
mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang
air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare
pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi
Zinc segera saat anak mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita:
1)
Umur <6
bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
2)
Umur > 6
bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari
walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet
dalam 1 sendok makan air matangatau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare
(Kemenkes RI, 2011).
c.
Pemberian
ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare
bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap
kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum
ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan
lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang
telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan
diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan
berat badan (Kemenkes RI, 2011).
d.
Pemberian
antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan
secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh
bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah
(sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera (Kemenkes RI, 2011).
e.
Pemberian Nasihat
Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau
pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang:
1)
Cara
memberikan cairan dan obat di rumah
2)
Kapan harus
membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
a)
Diare lebih
sering
b)
Muntah
berulang
c)
Sangat haus
d)
Makan/minum
sedikit
e)
Timbul demam
f)
Tinja
berdarah
g)
Tidak
membaik dalam 3 hari.
Obat-obat yang diberikan untuk mengobati diare ini
dapat berupa :
a.
Kemoterapi
b.
Obstipansia
c.
Spasmolitik
d.
Probiotik
1)
Kemoterapi
Untuk terapi kausal yang memusnahkan
bakteri penyebab penyakit digunakan obat golongan sulfonamide tau antibiotic
C.
Obstipansia
Untuk terapi simptomatis dengan
tujuan untuk menghentikan diare, yaitu dengan cara :
a)
Menekan
peristaltic usus (loperamid)
b)
Menciutkan
selaput usus atau adstringen (tannin)
c)
Pemberian
adsorben untuk menyerap racun ayng dihasilkan bakteri atau racun penyebab diare
yang lain (carbo adsorben, kaolin)
d)
Pemberian
mucilage untuk melindungi selaput lender usus yang luka
D.
Spasmolitik
Zat yang dapat melemaskan
kejang-kejang otot perut (nyeri perut) pada diare (ocialc sulfat)
E.
Probiotik untuk
meningkatkan daya tahan tubuh
Lactobacillus dan bifidobacteria (disebut
Lactid Acid Bacteria / LAB) merupakan probiotik yang dapat menghasilkan
antibiotic alami yang dapat mencegah / menghambat pertumbuhan bakteri pathogen.
LAB dpat menghasilkan asam laktat yang mneybabkan Ph usus menjadi asam, suasana
asam akan menghambat pertumbuhan bakteri pathogen. LAB ini dapat membantu
memperkuat dan memperbaiki pencernaan bayi, mencegah diare.
I. KOMPLIKASI
Menurut Ngastiyah (2005) komplikasi
dari daire ada :
1.
Dehidrasi
(ringan, sedang, berat, hipotonik, ocialc atau hipertonik)
2.
Renjatan
hipovolemik.
3.
Hipokalemia(dengan
gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan
elektrokardiogram)
4.
Hipoglikemia.
5.
Intoleransi
sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase.
6.
Kejang,
terjadi pada dehidrasi hipertonik.
7.
Malnutrisi
ocial protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
No comments:
Post a Comment