1. Adaptasi
Bayi Baru
Lahir Di luar
Uterus
Saat lahir, BBL harus beradaptasi dari
keadaan yang sangat tergantung menjadi mandiri. Banyak perubahan yang akan
dialami oleh bayi yang semula berada dalam lingkungan interna ke lingkungan
eksterna. Saat ini bayi tersebut harus dapat oksigen melalui sistem sirkulasi
pernapasannya sendiri, mendapatkan nutrisi oral untuk mempertahankan kadar gula
yang cukup, mengatur suhu tubuh dan melawan penyakit.
Periode adaptasi terhadap kehidupan
diluar rahim, disebut “Periode Transisi”. Periode ini berlangsung hingga satu
bulan atau lebih setelah kelahiran untuk beberapa sistem tubuh. Transisi yang
paling nyata dan cepat terjadi adalah pada sistem pernapasan dan sirkulasi, sistem
termoregulasi, dan kemampuan dalam mengambil dan menggunkan glukosa.
a.
Perubahan Sistem Pernapasan
Dua
faktor yang berperan pada rangsangan nafas pertama bayi. Hipoksia pada akhir
persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang merangsang pusat pernapasan
di otak, tekanan
terhadap rongga dada yang terjadi karena kompresi paru-paru selama persalinan
yang merangsang masuknya udara kedalam paru-paru secara mekanis (Varney,
551-552). Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk : mengeluarkan
cairan dalam paru-paru dan mengembangkan jaringan alveolus dalam paru-paru
untuk pertama kali.
b.
Perubahan Dalam Sistem Peredaran Darah
Setelah
lahir darah bayi harus melewati paru untuk mengambil O2 dan
mengantarkannya ke jaringan. Untuk membuat sirkulasi yang baik guna mendukung
kehidupan luar rahim harus terjadi dua perubahan besar. Penutupan foramen ovale
pada atrium jantung.
Penutupan
duktus arteriosus antara arteri paru-paru dan aorta.
Perubahan sirkulasi ini
terjadi akibat perubahan tekanan pada seluruh sistem pembuluh tubuh. Oksigen
menyebabkan sistem pembuluh darah menngubah tekanan dengan cara mengurangi dan
meningkatkan resistensinya hingga mengubah aliran darah.
Dua peristiwa yang mengubah tekanan dalam sistem pembuluh darah :
1)
Pada saat
tali pusat dipotong. Tekanan atrium kanan menurun karena berkurangnya aliran
darah ke atrium kanan. Hal ini menyebabkan penurunan volume dan tekanan atrium
kanan. Kedua hal ini membantu darah dengan kandungan o2 sedikit mengalir ke
paru-paru untuk oksigenasi ulang.
2)
Pernapasan
pertama menurunkan menurunkan resistensi pembuluh darah paru-paru dan
meningkatkan tekanan atrium kanan. O2 pada pernapasan pertama menimbulkan
relaksasi dan terbukanya sistem pembuluh darah paru-paru. Peningkatan sirkulasi
ke paru paru mengakibatkan peningkatan volume darah dan tekanan pada atrium
kanan. Dengan peningkatan atrium kanan dan penurunan tekanan atrium kiri,
foramen ovale secara fungsional akan menutup. Dengan pernapasan, kadar o2 dalam
darah akan meningkat, mengakibatkan ductus arteriosus berkontriksi dan menutup.
Vena umbilicus, duktus venosus dan arteri hipogastrika dari tali pusat menutup
dalam beberapa menit setelah lahir, dan setelah tali pusat diklem. Penutupan
anatomi jaringan fibrosa berlangsung 2-3 bulan.
c.
Sistem Pengaturan tubuh
1)
Pengaturan
Suhu
Suhu dingin lingkungan
luar menyebabkan air ketuban menguap melalui kulit sehingga mendinginkan darah
bayi. Pembentukan suhu tanpa menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang
kedinginan untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya melalui penggunaan lemak
coklat untuk produksi panas. Lemak coklat tidak diproduksi ulang oleh bayi dan
akan habis dalam waktu singkat dengan adanya stress dingin.
2)
Mekanisme
kehilangan panas
Bayi dapat kehilangan
panas tubuhnya melalui cara-cara berikut ini:
a.
Evaporasi,
yaitu penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi sendiri karena setelah
lahir tidak segera dikeringkan dan diselimuti.
b.
Konduksi,
yaitu melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin
c.
Konveksi,
yaitu pada saat bayi terpapar udara yang lebih dingin (misalnya melalui kipas
angin, hembusan udara, atau pendingin ruangan.
d.
Radiasi,
yaitu ketika bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih
rendah dari suhu tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung)
(JNPKR.2007)
3)
Metabolisme
Glukosa
Untuk memfungsikan otak
memerlukan glukosa dalam jumlah tertentu. Pada BBL, glukosa darah akan turun
dalam waktu cepat (1-2 jam). BBL yang tidak dapat mencerna makanan dalam jumlah
yang cukup akan membuat glukosa dari glikogen dalam hal ini terjadi bila bayi
mempunyai persediaan glikogen cukup yang disimpan dalam hati. Koreksi penurunan
kadar gula darah dapat dilakukan dengan tiga cara:
a.
Melalui
penggunaan ASI.
b.
Melalui
penggunaan cadangan glikogen.
c.
Melalui pembuatan
glukosa dari sumber lain terutama lemak.
4)
Perubahan
sistem Gastrointestinal
Reflek gumoh dan reflek
batuk yang matang sudah terbentuk pada saat lahir. Sedangkan sebelum lahir bayi
sudah mulai menghisap dan menelan. Kemampuan menelan dan mencerna makanan
(selain susu) terbatas pada bayi. Hubungan antara esophagus bawah dan lambung
masih belum sempurna yang berakibat gumoh. Kapasitas lambung juga terbatas,
kurang dari 30 cc dan bertambah secara lambat sesuai pertumbuhan janin.
5)
Perubahan
Sistem Kekebalan Tubuh
Sistem imunitas BBL
belum matang sehingga rentan terhadap infeksi. Kekebalan alami yang dimiliki
bayi diantaranya:
a.
Perlindungan
oleh kulit membrane mukosa.
b.
Fungsi
jaringan saluran nafas.
c.
Pembentukan
koloni mikroba oleh kulit dan usus
d.
Perlindungan
kimia oleh lingkungan asam lambung, kekebalan alami juga disediakan pada
tingkat sel oleh sel darah yang membantu membunuh organisme
asing.
2. Pencegahan
Infeksi
Pada bayi baru lahir kemungkinan terjadi
infeksi amatlah besar, ini disebabkan karena bayi belum memiliki kemampuan yang
sempurna. Maka perlindungan dari orang lain disekitarnya sangat diperlukan.
Usaha yang dapat dilakukan meliputi peningkatan upaya higienis yang maksimal
agar terhindarkan dari kemungkinan terkena infeksi.
Bayi baru lahir beresiko tinggi apabila
ditemukan apabila : Ibu menderita eklamsia; Ibu dengan diabetes mellitus, ibu
mempunyai penyakit bawaan, kemungkinan bayi terkena infeksi berkaitan erat
dengan :
a.
Riwayat
kelahiran : persalinan lama, persalinan dengan tindakan (ekstraksi cunam/vakum,
seksio sesarea). Ketuban pecah dini, air ketuban hijau kental
b.
Riwayat
Bayi Baru Lahir : Trauma lahir, lahir kurang bulan, bayi kurang mendapat cairan
dan kalori, hipotermia pada bayi.
1) Infeksi
Pada Neonatus
Infeksi pada neonatus lebih sering
ditemukan pada bayi berat badan lahir rendah. Pathogenesis, infeksi pada
neonatus dapat melalui beberapa cara. Blame (1961) membaginya dalam 3 golongan:
a)
Infeksi Neonatal
Kuman mencapai janin
melalui peredaran darah ibu ke plasenta. Disini kuman itu melewati batas plasenta
dan mengadakan perkembangbiakan. Infeksi ini bisa masuk ke janin melalui vena
umbilikalis. Kuman memasuki janin melalui beberapa jalan yaitu : virus
(rubella), Spirokaeta (sifilis), bacteria
b)
Infeksi Intranatal
Infeksi melalui cara
ini lebih sering terjadi daripada yang lain. Kuman dari vagina naik dan masuk
ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah lama mempunyai
peran penting dalam timbulnya plasentasitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula
terjadi walaupun ketuban masih utuh, misalnya pada partus lama. Janin kena
infeksi karena mengihalasi liquor yang septic sehingga kuman-kuman memasuki
peredaran darahnya dan menyebabkan septicemia (keracunan darah oleh bakteri
pathogen)
c)
Infeksi postnatal
Infeksi ini terjadi
sesudah bayi lahir lengkap dan biasanya merupakan infeksi yang merupakan
infeksi yang menyebabkan kematian terjadi sesudah bayi lahir sebagai akibat
penggunaan alat, atau perawatan yang tidak steril. Infeksi pada bayi cepat
sekali meluas menjadi infeksi umum, sehingga gejalanya tidak tampak lagi.
Walaupun demikian diagnosis dini dapat dibuat kalau kita cukup waspada bahwa
kelainan tingkah laku bayi dapat merupakan tanda-tanda permulaan infeksi umum.
Kalau bayi baru lahir selama 72 jam pertama tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit
tertentu, tiba-tiba tingkah lakunya berubah, maka mungkin hal ini disebabkan
oleh infeksi, malalui gejalanya : “malas minum, gelisah, frekuensi, pernapsan
meningkat, berat badan tiba tiba turun, pergerakan kurang, diare, dan kejang”
2) Pencegahan
Infeksi Pada Bayi
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap
infeksi yang disebabkan oleh paparan atau kontaminasi mikroorganisme selama
persalinan berlangsung maupun beberapa saat setelah lahir. Sebelum menangani
bayi baru lahir, pastikan penolong persalinan berlangsung maupun beberapa saat
setelah lahir, pastikan penolong telah
melakukan upaya pencegahan infeksi sebagai berikut :
a)
Cuci tangan
sebelum dan sesudah bersentuhan dengan bayi
b)
Pakai
sarung tangan bersih saat menangani bayi yang belum dimandikan
c)
Semua perlatan
dan perlengkapan yang akan digunakan telah di DTT dan distreilakan
d)
Handuk,
pakaian, atau kain yang akan digunakan dalam keadaan bersih (demikian juga
dengan timbangan, pita pengukur, thermometer, stetoskop dll)
Cara pencegahan infeksi
pada neonatus dibagi sebagai berikut :
1)
Cara Umum
Pencegahan infeksi bayi
sudah harus dimulai dalam masa antenatal. Infeksi ibu harus diobati dengan baik
misalnya infeksi umum, lokarea,dll. Dalam kamar bersalin harus ada pemisahan
yang sempurna antara bagian yang septic dan bagian yang aseptic. Ibu yang akan
melahirkan sebelum masuk kamar bersalin sebaiknya dimandikan dahulu dan memakai
baju khusus untuk kamar bersalin.
Pada kelahiran bayi
diberi pertolongan secara aseptic. Alat yang digunakan untuk resusitasi harus
steril. Pada ruangan khusus perawatan bayi baru lahir dengan kelainan dan
kegawatan, sebelum dan sesudah memegang bayi perawat harus mencuci tangan,
mencuci tangan sebaiknya memakai sabun antiseptic.
Air susu ibu yang
dipompa sebelum diberikan kepada bayi harus dilakukan secara bersih, setiap
bayi harus mempunyai tempat sendiri untuk pakaian, thermometer, obat-obatan,
kasa dan lain-lain. Incubator harus selalu dibersihkan. Lantai ruangan setiap
hari dibersihkan dengan antiseptic.
2)
Cara Khusus
Pemberian antibiotika
hanya dibolehkan untuk tujuan dan indikasi yang jelas. Dalam beberapa hal,
misalnya ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam), air ketuban keruh, infeksi
umum pada ibu dan sebagainya sering timbul keragu-raguan apakah akan diberi
antibiotic secara profilaksis. Di satu pihak penggunaan antibiotika yang banyak
dan tidak terarah dapat menyebabkan timbulnya strain kuman yang bertahan dan
penumbuhan furqus yang berlebihan misalnya candida albicans.
Sebaliknya, pemberian
antibiotic yang terlambat menyebabkan kematian pada neonatus. Berdasarkan hal
diatas, dapat digunakan kebijaksanaan sebagai berikut : kalau kemampuan
pengamatan klinikm dan monitoring laboratoirum cukup baik, sebaliknya tidak
perlu diberi antibiotika sebagai pencegahan, antibotika baru diberikan kalau
terdapat tanda- tanda infeksi. Kalau kemampuan tersebut tidak ada maka dapat
dipertanggungjawabkan untuk memberi antibiotika sebagai pencegahan berupa
ampisilin 100 mg/kg berat badan dan Kanamisin 15 mg/kg berat badan selama 3
hari sebagai pengganti kanamisin dapat dipakai gentamisin.
3)
Tindakan
Pencegahan Infeksi Pada bayi secara Umum
Cara mengurangi resiko
infeksi pada bayi sesudah lahir, petugas kesehatan harus melakukan tindakan
sebagai berikut :
(a) Gunakan sarung tangan dan celemek plastic atau karet waktu
memegang bayi baru lahir sampai kulit bayi bersih dari darah
(b) Bersihkan darah dan cairan tubuh lainnya dengan menggunakan kapas
yang direndam di dalam air hangat kemudian keringkan
(c) Bersihkan pantat dan daerah sekitar anus bayi setiap selesai
membersihkan popok
(d) Gunakan sarung tangan waktu merawat tali pusat
(e) Ajari ibu merawat payudara dan bagaimana cara mengurangi trauma
pada payudara dan putting agar tidak terjadi mastitis.
4)
Pencegahan
Infeksi pada mata
Pencegahan infeksi dengan
menggunakan salep Tetrasiklin 1%. Salep antibotik tersebut harus dibersihkan
dalam waktu 1 jam setelah kelahiran. Upaya profilaksis ini tidak efektif jika
diberikan lebih dari 1 jam setelah kelahiran. Berikan salep mata dalam 1 garis
lurus mulai dari bagian mata yang paling dekat dengan hidung bayi menuju keluar
mata. Pada saat pemberian ujung salep mata tidak boleh menyentuh mata bayi dan
jangan menghapus salep mata dari mata bayi dan anjurkan keluarga utnuk tidak
menghapus obat-obatan tersebut. (JNPKR,2007)
No comments:
Post a Comment