A.
Kasus
Euthanasia di Indonesia
Kasus
Hasan Kusuma – Indonesia
Sebuah
permohonan untuk melakukan eutanasia pada tanggal 22 Oktober 2004 telah
diajukan oleh seorang suami bernama Hassan Kusuma karena tidak tega menyaksikan
istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma selama 2 bulan
dan disamping itu ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan
merupakan suatu alasan pula. Permohonan untuk melakukan eutanasia ini diajukan
ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan salah satu contoh
bentuk eutanasia yang diluar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak
oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif
maka kondisi terakhir pasien (7 Januari 2005) telah mengalami kemajuan dalam
pemulihan kesehatannya.
B.
Pengertian
Euthanasia
Eutanasia (Bahasa Yunani
, eu yang artinya
"baik", dan thanatos yang
berarti kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia melalui
cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit
yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang
mematikan. Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan
dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan, 1995:145).
C.
Jenis
Euthanasia
a. Euthanasia
Aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan
yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk mengakhiri hidup seorang (pasien)
yang dilakukan secara medis. Biasanya dilakukan dengan penggunaan obat-obatan
yang bekerja cepat dan mematikan.
b. Euthanasia
Pasif
Euthanasia
pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan
yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien diperkirakan
akan meninggal setelah tindakan pertolongan dihentikan.
D.
Euthanasia
Jika dipandang dari Berbagai Aspek
1. Aspek Hak Asasi.
Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai dan
sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati.
Mati sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hal
ini terbukti dari aspek hukum euthanasia, yang cenderung menyalahkan tenaga
medis dalam euthanasia. Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan
sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati,
apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidaknyamanan atau lebih
tegas lagi dari segala penderitaan yang hebat. Euthanasia jika dipandang dari
sisi hak asasi maka itu diperbolehkan, seorang punya hak untuk hidup maka ia
pun mempunyai hak untuk memutuskan tidak ingin melanjutkan hidupnya atau ingin
mati karena setiap orang punya hak untuk menentukan jalan hidupnya.
2. Aspek Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan
kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau
pengurangan penderitaan pasien. Apabila secara ilmu pengetahuan hampir tidak ada
kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan maka seseorang tidak disalah jika akhirnya mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi
hidupnya karena segala upaya yang
dilakukan akan sia-sia, bahkan sebaliknya
dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak membawa kepada
kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam pengurasan dana.
3.
Aspek Agama
a. Agama Islam
Seperti
dalam agama-agama Ibrahim lainnya ( Yahudi dan Kristen ), Islam mengakui hak seseorang
untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada
manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia
mati (QS 22: 66; 2: 243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum
Islam.
Dan
belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS 2: 195), dan dalam ayat lain
disebutkan, Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri, (QS 4: 29), yang makna
langsungnya adalah Janganlah kamu saling berbunuhan. Dengan demikian, seorang
Muslim (dokter) yang membunuh seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan
dengan membunuh dirinya sendiri.
b. Agama Budha
Ajaran
agama Buddha sangat menekankan kepada makna dari kehidupan dimana penghindaran
untuk melakukan pembunuhan makhluk hidup adalah merupakan salah satu moral
dalam ajaran budha. Berdasarkan pada hal tersebut diatas maka nampak jelas
bahwa euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan dalam
ajaran agama budha.
Mempercepat
kematian seseorang secara tidak alamiah adalah merupakan pelanggaran terhadap
perintah utama ajaran budha yang dapat menjadi karma kepada siapapun yang
terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut.
c. Agama Hindu
Pandangan
agama hindu terhadap euthanasia bahwa bunuh diri adalah suatu perbuatan yang
terlarang didalam ajaran hindu karena perbuatan tersebut dapat menjadi suatu
factor yang mengganggu pada saat reinkarnasi dan dapat menghasilkan karma
buruk. Kehidupan manusia adalah merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga
untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan kembali.
Berdasarkan
kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya
tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada didunia fana
sebagai roh jahat dan berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu
dimana seharusnya ia menjalani kehidupan (Catatan : misalnya umurnya waktu
bunuh diri 17 tahun dan seharusnya ia ditakdirkan hidup hingga 60 tahun maka 43
tahun itulah rohnya berkelana tanpa arah tujuan), setelah itu maka rohnya masuk
ke neraka menerima hukuman lebih berat dan akhirnya ia akan kembali ke dunia
dalam kehidupan kembali (reinkarnasi) untuk menyelesaikan dahulu yang belum
selesai dan dijalaninya kembali lagi dari awal.
E.
Euthanasia
dipandang dari aspek hukum di Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia
adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada
peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344, 338, 340, 345, dan
359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
1. Pasal
344 KUHP
Barang siapa
menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutnya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua
belas tahun.
2. Pasal
338 KUHP
Barang siapa dngan
sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan
penjara selama-lamanya lima belas tahun.
3. Pasal
340 KUHP
Barang siapa yang
dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum,
karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau pejara
selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh
tahun.
4. Pasal
359 KUHP
Barang siapa karena
salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun
atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
5. Pasal
345 KUHP
Barang siapa dengan
sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan
itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara
selama-lamanya empat tahun penjara.
Berdasarkan
penjelasan pandangan hukum terhadap tindakan euthanasia, maka dokter dan
keluarga yang memberikan izin dalam pelaksanaan tindakan tersebut dapat
dijeratkan dengan pasal 345 KUHP dengan acaman penjara selama-lamanya empat
tahun penjara.
F.
Praktik
Euthanasia di Berbagai Negara
Praktik-praktik
eutanasia yang dilaporkan dalam berbagai tindakan masyarakat:
1.
Uruguay mencantumkan
kebebasan praktik eutanasia dalam undang-undang yang telah berlaku sejak
tahun 1933.
2.
Belanda pada tahun 2000 lalu menerbitkan
undang-undang yang membolehkan tindakan euthanasia (mempercepat kematian
seseorang).
3.
Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia
pada akhir September 2002.
Belgia kini menjadi negara ketiga yang melegalisasi eutanasia (setelah Belanda dan
negara bagian Oregon di
Amerika).
4.
Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik
kepada warga negara Swiss ataupun
orang asing apabila yang bersangkutan memintanya sendiri
5.
Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial
dalam suatu "program" eutanasia terhadap anak-anak di bawah umur 3
tahun yang menderita keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan
lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna.
G.
Beberapa
Kasus Euthanasia di Negara Lain
Terri Shiavo (usia 41
tahun) meninggal dunia di negara bagian Florida, 13 hari setelah Mahkamah Agung Amerika memberi izin mencabut pipa makanan yang selama ini memungkinkan pasien dalam koma ini masih dapat hidup. Komanya mulai pada
tahun 1990 saat Terri jatuh di rumahnya dan ditemukan
oleh suaminya, Michael Schiavo, dalam keadaan gagal jantung. Setelah Terri Schiavo selama 8 tahun berada
dalam keadaan koma, maka pada bulan Mei 1998 suaminya yang
bernama Michael Schiavo mengajukan permohonan ke pengadilan agar pipa alat
bantu makanan pada istrinya bisa dicabut agar istrinya dapat meninggal dengan
tenang, namun orang tua Terri Schiavo yaitu Robert dan Mary Schindler
menyatakan keberatan dan menempuh langkah hukum guna menentang
niat menantu mereka tersebut. Dua kali pipa makanan Terri dilepaskan dengan
izin pengadilan, tetapi
sesudah beberapa hari harus dipasang kembali atas perintah hakim yang lebih tinggi.
Akhirnya hakim memutuskan bahwa pipa makanan boleh dilepaskan.
2.
Kasus "Doctor Death"
Dr. Jack Kevorkian dijuluki "Doctor Death", seperti
dilaporkan Lori A. Roscoe . Pada awal April 1998, di Pusat Medis Adven
Glendale , California diduga puluhan pasien telah
"ditolong" oleh Kevorkian untuk mengakhiri hidup. Kevorkian
berargumen apa yang dilakukannya semata demi "menolong"
pasien-pasiennya. Namun, para penentangnya menyebut apa yang dilakukannya adalah
pembunuhan.
3. Kasus rumah sakit Boramae – Korea
Pada tahun 2002, ada seorang pasien wanita berusia 68 tahun yang
terdiagnosa menderita penyakit sirosis hati. Tiga bulan setelah dirawat, seorang dokter
bermarga Park umur 30 tahun, telah mencabut alat bantu pernapasan (respirator) atas permintaan anak
perempuan si pasien. Pada Desember 2002, anak lelaki almarhum tersebut meminta
polisi untuk memeriksa kakak perempuannya beserta dua orang dokter atas tuduhan
melakukan pembunuhan. Seorang dokter yang bernama dr. Park mengatakan bahwa si
pasien sebelumnya telah meminta untuk tidak dipasangi alat bantu pernapasan
tersebut.
4. Kasus BBC
Seorang warga Swiss bunuh diri dibantu medis atau euthanasia.
Disaksikan keluarganya, ia menenggak obat mematikan di satu klinik di Swiss. Proses menuju kematian
itu, disiarkan oleh televisi BBC. Kontroversi pun sontak merebak. Nama pria itu
adalah Peter Smedley berusia 71 tahun dan sedang sakit parah yang tak mungkin
disembuhkan lagi. Niatnya itu bisa terlaksana karena di negaranya, Swiss,
euthanasia tidak terlarang. Ia pun meminta dokter di satu klik bernama Dignitas
memberikan obat mematikan, barbituates.
H. Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan di atas
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
a.
Euthanasia
jika dipandang dari sisi hak asasi maka itu diperbolehkan, seorang mempunyai
hak untuk hidup maka ia pun mempunyai hak untuk memutuskan tidak ingin
melanjutkan hidupnya atau ingin mati karena setiap orang punya hak untuk
menentukan jalan hidupnya.
b.
Menurut ilmu pengetahuan jika hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan
ataupun pengurangan penderitaan
maka seseorang tidak disalah jika akhirnya mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi
hidupnya karena segala upaya yang
dilakukan akan sia-sia, bahkan sebaliknya
dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak membawa kepada
kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam pengurasan dana.
c.
Menurut
agama islam, euthanasia itu dilarang karena hanya Allah yang dapat
menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati. Oleh karena itu, bunuh diri
diharamkan dalam hukum Islam. Selain itu dalam ajaran agama budha, euthanasia
juga dilarang karena mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah adalah
pelanggaran terhadap perintah utama ajaran budha yang dapat menjadi karma
kepada siapapun yang terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut. Serta
menurut agama hindu, euthanasia juga di larang karena perbuatan tersebut dapat
menjadi suatu faktor yang mengganggu pada saat reinkarnasi dan dapat
menghasilkan karma buruk.
d.
Berdasarkan hukum di Indonesia,
euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat
pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344, 338, 340, 345,
dan 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
DAFTAR
PUSTAKA
Euthanasia.(Online).
(http://kamusbahasaindonesia.org/eutanasia, diakses 24 Oktober 2010).
Franson,
J.C. 2004. Chapter 5 Euthanasia.(Online), (http://www.nwhc.usgs.gov. diakses 29
Oktober 2010).
Karo-Karo,
Andre. 1987. Euthanasia. PenerbitErlangga. Jakarta.
No comments:
Post a Comment