A. PREEKLAMSI/EKLAMSI
1. DEFINISI
Pre
Eklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria (Prawirahardjo, 2008). Pre-eklamsia adalah kondisi khusus
dalam kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah (TD) dan proteinuria
(Vicky Chapman, 2006).
Preeklamsi
merupakan salah satu bentuk hipertensi yang hanya terjadi pada wanita hamil dan
berlanjut ke persalinan maupun nifas. Preeklampsia merupakan suatu keadaan
heterogen dimana patogenesisnya dapat berbeda – beda bergantung faktor resiko
yang dimiliki. Patogenesis preeklampsia pada wanita nulipara kemungkinan
berbeda dengan wanita yang memiliki penyakit vaskuler sebelumnya, pada wanita
diabetes, atau riwayat preeklamspsia sebelumnya.
Frekuensi
kejadian preeklampsia meningkat pada wanita muda dan nulipara. Akan tetapi
distribusi frekuensinya berdasar usia bersifat bimodal, dengan peningkatan
berikutnya pada wanita multipara dengan usia di atas 35 tahun. Pada wanita yang
memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia, resiko preeklampsia lebih besar
dibandingkan dengan populasi wanita pada umumnya.
2. FAKTOR
RESIKO
Faktor predisposisi preeklampsia
adalah sebagai berikut :
1. Usia
> 35 tahun
2. Nullipara
3. Kehamilan
kembar
4. Mola
hidatiformis
5. Diabetes
mellitus
6. Penyakit
thyroid
7. Hipertensi
kronik
8. Gangguan
ginjal
9. Penyakit
vaskuler kolagen
10. Sindroma
anti phospholipid
11. Riwayat
keluarga dengan preeklampsia
3. TANDA
GEJALA
a. Preeklamsi
ringan
1.
Tekanan darah sistolik 140 mmHg atau
lebih dan atau tekanan darah diastolik 90 mmHg
2.
Proteinuria 1 + atau lebih
3.
Sakit kepala disertai gangguan
penglihatan
4.
Penambahan edema berlebihan secara
tiba-tiba. Perlu diperhatikan bahwa apabila hanya 1 tanda ditemukan, perawatan
belum seberapa mendesak, akan tetapi pengawasan ditingkatkan.
b. Preeklamsi
berat
1. Tekanan
darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan diastolic ≥ 110 mmHg
2. Protein
uria lebih dari positif 2 (++)
3. Oliguria
yaitu produksi urine kurang dari 400 cc/ 24 jam
4. Edema
paru : Nafas pendek, sianosis, ronkhi +
5. Nyeri
daerah epigastrium
6. Gangguan
penglihatan
7. Nyeri
kepala hebat
1. PENCEGAHAN
1. Diet
makanan
Makanan tinggi protein, tinggi
karbohidrat, cukup vitamin, dan rendah lemak. Kurangi garam apabila berat badan
bertambah atau edema.
2. Cukup
istirahat
2. PENANGANAN
Penanganan umum di rumah sakit :
1.
Jika ibu tidak sadar/kejang, siapkan
tenaga dan fasilitas
2.
Lakukan penilaian TTV sambil mencari
riwayat kesehatannya
3.
Jika ibu tidak bernafas/bernafas dangkal
:
a. Periksa
dan bebaskan jalan nafas
b. Jika
tidak bernafas, lakukan ventilasi dengan masker dan balon
c. Intubasi
jika perlu
d. Jika
bernafas, beri oksigen 4-6 lt per menit
4. Jika
ibu tidak sadar/koma :
a. Bebaskan
jalan nafas
b. Baringkan
pada sisi kiri
c. Ukur
suhu
d. Periksa
adanya kaku tengkuk
5. Jika
syok, lakukan penanganan
6. Jika
perdarahan, lakukan penanganan
7. Jika
kejang :
a. Baringkan
pada sisi kiri, agak tinggikan kepala untuk mengurangi kemungkinan aspirasi
sekret
b. Bebaskan
jalan nafas
c. Hindari
jatuhnya pasien dari tempat tidur
d. Lakukan
pengawasan ketat
8. Jika
diagnosis pasti adalah eklamsia, beri magnesium sulfat
9. Jika
penyebab kejang belum diketahui, tangani sebagai eklamsia sambil mencari
penyebabnya
Penanganan kejang
1. Beri
obat antikonvulsan
2. Pelengkapan
untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan, masker oksigen, oksigen)
3. Lindungi
pasien dari kemungkinan trauma
4. Aspirasi
mulut dan tenggorokan
5. Baringkan
pasien pada sisi kiri, posisi trandelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi
6. Beri
O2 4-6 liter/menit
Penanganan umum
1. Jika
tekanan diastolik >110 mmHg, berikan anti hipertensi, sampai tekanan
diastolik antara 90-100 mmHg
2. Pasang
infus RL dengan jarum besar (16 gauge atau lebih)
3. Ukur
keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
4. Kateterisasi
urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
5. Jika
jumlah urine <30 ml per jam :
a. Infus
cairan dipertahankan 1 1/8 jam
b. Pantau
kemungkinan edema paru
6. Jangan
tinggalkan pasien sendirian, kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin
7. Observasi
tanda-tanda vital, reflex, dan DJJ setiap jam
8. Auskultasi
paru untuk mencari tanda-tanda edema paru
(maternal&neonatal, 2010)
Perawatan Post Partum
1. Anti
konvulsan diteruskan sampai 24 jam post partum atau kejang berakhir
2. Teruskan
terapi antihipertensi jika tekanan diastolik >110 mmHg
3. Pantau
urin
Pengobatan: MgSO4
1. Dosis
awal
a. MgSO4
4gr IV sebagai larutan 20% 5 menit
b. Diikuti
dengan MgSO4 (50%) 5gr IM dengan 1 ml ligonain 2%
2. Dosis
Pemeliharaan
a. MgSO4
(50%) 5gr + ligonokain 2% 1 ml IM setiap 4 jam, sampai 24 jam pasca persalinan
atau kejang berakhir
(Maternal & Neonatal, 2007)
A. TROMBOEMBOLI
1. DEFINISI
Trombos
adalah bekuan darah, embolus adalah terbawa masa (misal bekuan) didalam aliran
darah, oklusi adalah tersumbatnya vena, flebo adalah pembuluh darah, -itis
adalah infeksi, statis adalah tidak bergerak, tanda homan’s adalah rasa sakit
karena kompresi vena tibialis menyebabkan rasa sakit. Tanda homan diperiksa
dengan menempatkan satu tangan dilutut ibu dan memberikan tekanan ringan untuk
menjaga kaki tetap lurus. Jika terdapat nyeri saat dorsifleksi kaki, tanda ini
positif.
Tromboemboli
berasal dari kata thrombus dan emboli. Thrombus adalah kumpulan faktor darah
terutama trombosit dan fibrin dengan terperangkapnya unsur seluler yang sering
menyebabkan obstruksi vaskuler pada akhir pembentukannya. Tromboemboli adalah
obstruksi pembuluh darah dengan bahan trombolik yang dibawa oleh darah dari tempat
asal untuk menyumbat. Statis vena pada ekstremitas bawah yang disebabkan karena
melehnya dinding pembuluh darah dan penekanan vena-vena utama akibat pembesaran
uterus.
Jadi,
tromboemboli adalah kelainan pada masa nifas yaitu masa setelah melahirkan dimana
terjadi sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya darah yang
membeku. Tromboemboli dalam masa nifas mencakup :
a. Trombosis
Vena Superfisial (TVS)
Lebih sering diderita oleh wanita
dengan varises vena dan angka kejadian tidak dipengaruhi oleh intervensi
obstetrik.
b. Trombosis
Vena Dalam (TVD)
Trombosis Vena Dalam sangat
dipengaruhi oleh intervensi obstetrik, sebagai contoh tindakannya meningkat
setelah tindakan bedah caesar. Penderita
Trombosis Vena Dalam yang tidak tertangani dengan baik akan mengalami
embolisasi trombus pada pembuluh darah paru (EP) yang dapat berakibat fatal.
c. Emboli
paru (EP)
2. FAKTOR
RESIKO
Faktor resiko umum terjadinya
Tromboemboli adalah :
a. Trombofilia
Herediter ( Mutasi faktor V Leiden, defisiensi AT-III, defiensi protein C,
defiensi protein S, hiperhomosistein dan mutasi gen protombin ).
b. Riwayat
Tromboemboli sebelumnya
c. Penggunaan
katub jantung artifisial
d. Fibrilasi
atrial
e. Sindroma
Antifosfolipid
Secara
khusus faktor resiko dalam kehamilan dan masa kehamilan yang meningkatkan
kecenderungan Tromboemboli adalah :
a. Bedah
Caesar
b. Persalinan
pervaginam dengan tindakan
c. Usia
ibu yang risiko tinggi saat hamil dan bersalin
d. Supresi
laktasi dengan menggunakan preparat estrogen
e. Sickle
Cell Disease
f. Riwayat
tromboflebitis sebelumnya
g. Penyakit
jantung
h. Immobilisasi
yang lama
i.
Obesitas
j.
Infeksi maternal dan insufisiensi vena
kronik
Faktor
resiko terjadinya Tromboemboli dalam kehamilan dan masa nifas menurut Biswas
& Perloff (1994), yaitu :
a. Merokok
b. Preeklamsia
c. Persalinan
lama (prolonge labor)
d. Anemia
e. Perdarahan
3. TANDA
GEJALA
a. Trombosis
Vena Superfisial (TVS) :
1. Umumnya
hanya terbatas pada vena superfisial dari sistem safena.
2. Secara
klinis daerah yang terlibat akan terlihat : kemerahan (eritema), pada palpasi
terasa hangat atau panas, teraba vena superfisial seperti tali yang keras.
3. Kelainan
yang sering terjadi pada penderita dengan varises vena superfisial sebelumnya,
yaitu : obesitas, immobilisasi yang lama dan katerisasi intravena.
b. Trombosis
Vena Dalam (TVD) :
1. Sangat
tergantung dari tempat dan besar trombus, status sirkulasi vena kolateral,
derajat respons, dan inflamasi.
2. Hampir
80% mengenai tungkai kiri karena kompresi vena iliaka sinistra saat bersilangan
dengan arteri illiaka dekstra dan kecepatan aliran darah terutama pada tungkai
kiri yang jauh berkurang jika wanita hamil berbaring terlentang.
c. EMBOLI
PARU (EP) :
1. Sering
didahului oleh adanya Tromboemboli pada ekstrimitas inferior dan pada beberapa
lainnya Tromboemboli pada vena dalam pelvis yang asimtomatik) diketahui.
2. Tanda
dan Gejala Umum adalah dispnea, nyeri dada, batuk, sinkop dan hemoptisis.
4. PENCEGAHAN
1. Lakukan aktivitas secara
bertahap
2. Lakukan senam nifas setiap hari
selama 6 minggu
5. PENANGANAN
1. Trombosis
ringan khususnya dari vena -vena di bawah permukaan ditangani dengan :
a. Istirahat
dengan kaki agak tinggi
b. Pemberian
obat – obat seperti asidumasetilosalisilikum
c. Jika
ada tanda peradangan, dapat diberi anti biotika
d. Segera
setelah rasa nyeri hilang, penderita dianjurkan untuk mulai berjalan
2. TVD
membutuhkan rujukan dokter segera untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
a. Stocking
untuk menekan
b. Terapi
antikoagulan dengan heparin melalui intravena lebih dari 40.000 U setiap hari
c. Wafarin
diberikan mula-mula 10 mg sehari, kemudian 3 mg sehari.
d. Pengobatan
dilanjutkan selama 6 minggu untuk kemudian dikurangi dan dihentikan dalam 2
minggu
e. Pemberian
analgesic
f. Istirahat
total
3. Emboli
paru :
a. Usaha
menanggulangi syock
b. Pemberian
antikoagulan
c. Pada
embolus kecil yang timbul berulang dapat dipertimbangkan mengikat vena di atas
tempat thrombus
B. TROMBOFLEBITIS
1. DEFINISI
Tromboflebitis
adalah peradangan dan pembekuan dalam pembuluh darah. Tromboflebitis merupakan kelanjutan
dari tromboemboli yang sudah mengalami peradangan. Tromboflebitis berarti bahwa
gumpalan darah telah terbentuk dalam vena dekat dengan kulit. Tromboflebitis
biasanya terdapat di vena kaki atau lengan. Tromboflebitis paling sering
mempengaruhi vena superfisial di kaki, tetapi dapat juga mempengaruhi vena
seperfisial di paha. Tomboflebitis dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Pelvio
tromboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai
vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika, vena uterina
dan vena hipograstika. Vena yang paling sering terkena ialah vena overika
dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di bagian atas
uterus; proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika
dekstra, mengalami inflamasi dan akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis dan
peridiapendisitis. Perluasan infeksi dari vena uterna ialah ke vena iliaka
komunis. Biasanya terjadi sekitar hari ke-14 atau ke-15 pasca partum.
b. Tomboflebitis
femoralis
Tromboflebitis femoralis mengenai
vena-vena pada tungkai, misalnya vena femarolis, vena poplitea dan vena safena.
Sering terjadi sekitar hari ke-10 pasca partum.
(Abdul Bari SAifudin, dkk., 2002)
2. FAKTOR
RESIKO
Secara umum etiologi tromboflebitis
adalah sebagai berikut:
a. perluasan
infeksi endometrium
b. mempunyai
varises pada vena
c. obesitas
Faktor Predisposisi Tromboflebitis
a. Pertambahan
usia, semakin tua maka semakin beresiko terjadi tromboflebitis.
b. Episode
tromboflebitis sebelumnya
c. Pembedahan
obstetric
d. Kelahiran
e. Obesitas
f. Imobilisasi
g. Trauma
vaskula
h. Varises
i.
Multiparietas
j.
Supresi laktasi dengan estrogen
k. Infeksi
nifas
3. TANDA
GEJALA
a. Pelvio
Tromboflebitis
1) Nyeri
yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian samping, timbul
pada hari ke-2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
2) Penderita
tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut:
a) Mengigil
berulang kali, menggigil inisial terjadi sangat berat (30-40 menit) dengan
interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari pada waktu menggigil
penderita hampir tidak panas.
b) Suhu
badan naik turun secara tajam (360 C menjadi 400 C) yang
diikuti penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis)
c) Penyakit
dapat langsung selama 1-3 bulan
d) Cenderung
terbentuk pus, yang menjalar kemana-mana, terutama ke paru-paru
3) Abses
pada pelvis
4) Gambaran
darah
a) Terdapat
leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar ke sirkulasi, dapat segera
terjadi leukopenia)
b) Untuk
membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulainya menggigil,
kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
5) Pada
periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling banyak
terkena adalah vena ovarika; yang sulit dicapai pada pemeriksaan dalam.
b. Tromboflebitis
femoralis
1) Keadaan
umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari, kemudian suhu mendadak
naik kira-kira pada hari ke-10-20 yang disertai dengan menggigil dan nyeri
sekali.
2) Pada
salah satu kaki yang terkena, biasanya kaki kiri akan memberikan tanda-tanda
sebagai berikut:
a) Kaki
sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih
panas dibandingkan dengan kaki lainnya.
b) Seluruh
bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian
atas
c) Nyeri
hebat pada lipat paha dan daerah paha
d) Reflektorik
akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih,
nyeri, dan dingin dan pulsasi menurun.
e) Edema
kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri dan pada umumnya terdapat pada
paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan
pergelangan kaki kemudian melus dari bawah ke atas.
f) Nyeri
pada betis, yang terjadi spontan atau dengan memijat betis atau dengan
meregangkan tendo akhiles (tanda homan positif)
4. PENCEGAHAN
a. Lakukan
aktivitas secara bertahap
b. Lakukan
senam nifas setiap hari selama 6 minggu
5. PENANGANAN
a. Pelvio
Tromboflebitis
1) Lakukan
pencegahan terhadap tromboflebitis dengan menggunakan teknik aseptik yang baik
2) Anjurkan
penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah terjadinya
emboli pulmonum (Abdul Bari Saifudin dkk, 2002).
3) Terapi
medic : pemberian antibiotika, heparin jika terdapat tanda-tanda atau dugaan
adanya emboli pulmonum
4) Terapi
operatif : pengikatan vena cava inferior dan vena ovarika jika emboliseptik
terus berlangsung sampai mencapai paru-paru meskipun sedang dilakukan
heparinisasi
b. Tromboflebitis
Femoralis
1) Anjurkan
ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah dan
menurunkan kemungkinan pembentukan pembekuan darah.
2) Pastikan
klien untuk tidak berada pada posisi litotomi dan menggantung kaki lebih dari 1
jam, dan pastikan untuk memberikan alas pada penyokong kaki guna mencegah
adanya tekanan yaang kuat pada betis.
3) Sediakan
stocking pendukung kepada klien pasca patrum yang memiliki varises vena untuk
meningkatkan sirkulasi vena dan membantu mencegah kondisi stasis.
4) Instruksikan
kepada klien untuk memakai stocking pendukung sebelum bangun pagi dan melepaskannya
2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit dibawahnya.
5) Anjurkan
tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena.
6) Berikan
alat pemanas seperti lampu. Atau kompres hangat basah sesuai instruksi,
pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut tidak menekan kaki klien
sehingga aliran darah tidak terhambat.
7) Sediakan
bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang terkena.
8) Ukur
diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian bandingkan pengukuran
tersebut dalam beberapa hari kemudian untuk melihat adanya peningkatan atau
penurunan ukuran.
9) Kaji
adanya kemungkinan tanda pendarahan lain, misalnya: pendarahan pada gusi,
bercak ekimosis, pada kulit atau darah yang keluar dari jahitan episiotomi.
10) Jelaskan
kepada klien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus memberitahukan tenaga
kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa pencegahan trombofrebitis yang
tepat telah dilakukan.
11) Beritahu
klien bahwa perlu dilakukan rujukan untuk menentukan diagnosis pasti dan untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut (Adele Pillitteri, 2007).
12) Perawatan
: kaki ditinggikan untuk mengurangi odema , melakukan kompresi pada kaki.
Setelah dimobilisasi, kaki hendaknya tetap dibalut elastic atau memakai kaos
kaki panjang yang elastic selama mungkin
13) Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek,
sebaiknya jangan menyusui
14) Terapi
medic : pemberian antibiotika dan analgetika
DAFTAR PUSTAKA
Kasanah, Uswatun. 2011.
Standar Asuhan Kebidanan Masa Nifas.
Pati: Akbid BUP
No comments:
Post a Comment